Berita Lampung

Organisasi Wartawan Kecam Tindakan Intimidasi saat Sidang Bupati Lampung Selatan

Organisasi wartawan di Lampung kompak mengecam aksi intimidasi terhadap jurnalis Lampung Televisi (TV) saat melaksanakan tugas peliputan

|
Penulis: Hurri Agusto | Editor: Indra Simanjuntak
Tribunlampung.co.id/Hurri Agusto
Jurnalis korban intimidasi, Diyon Saputra saat melapor ke Mapolresta Bandar Lampung. 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Organisasi wartawan di Lampung kompak mengecam aksi intimidasi terhadap jurnalis Lampung Televisi (TV) saat melaksanakan tugas peliputan, Jumat (28/7/2023).

Diketahui, Diyon Saputra seorang jurnalis Lampung TV mengalami intimidasi saat sedang liputan sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang yang menghadirkan Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto dan Istrinya Winarni.

Adapun Nanang Ermanto dan Istri dihadirkan sebagai saksi sidang terkait kasus dugaan tipu gelap proyek dan jabatan di Lampung Selatan dengan terdakwa Akbar Bintang Putranto.

Menurut Diyon, dirinya diintimidasi oleh dua orang pria saat ingin merekam kesaksian Nanang Ermanto di ruang persidangan pada Kamis (27/7/2023).

Dua orang pria yang diduga mengawal Nanang Ermanto selama proses persidangan mendatangi tempat duduk Diyon.

Kemudian, pria berambut cepak itu memegang kedua tangan Diyon dan melarang dirinya merekam video sembari mengajak Diyon untuk berduel di luar gedung persidangan.

"Bro ayo keluar, lu laki kan," tutur Diyon menirukan ucapan kedua pria tersebut.

Diyon melanjutkan intimidasi dari kedua pria yang mengenakan baju putih dan berambut pendek itu terhenti ketika hakim menegur keributan yang terjadi di ruang persidangan, sehingga keduanya meninggalkan ruangan persidangan.

Namun, tak lama berselang, satu dari dua pria itu kembali mendatangi Diyon dan meminta Diyon untuk menghapus rekaman video.

"Iya dia datang lagi tadi, ngajak keluar. Kata dia bro lu tadi kan rekam gua kan. Kita hapus aja, kita keluar yok," ujar Diyon.

Atas kejadian tersebut, Diyon telah melaporkan oknum diduga pengawal Bupati tersebut ke Mapolresta Bandar Lampung dengan nomor pelaporan LP/B/1108/VII/2023/SPKT/POLRESTA BANDAR LAMPUNG/POLDA LAMPUNG.

Menyikapi hal itu, sejumlah organisasi Wartawan di Lampung menyatakan kompak mengecam aksi intimidasi terhadap jurnalis yang sedang melaksanakan tugas peliputan.

Sejumlah organisasi tersebut diantaranya Pewarta Foto Indonesia (PFI) Lampung, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Lampung, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Lampung, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Lampung.

Ketua Advokasi PFI Lampung Arliyus Rahman menyesalkan ancaman secara verbal serta upaya menghalangi jurnalis dalam melakukan tugas peliputan.

Arliyus menilai perbuatan intimidasi yang dilakukan kedua pria tersebut mengancam kebebasan pers yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

"PFI Lampung menyesalkan segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis. Apalagi berkaitan dengan tugas-tugas jurnalistik,” ujar Arliyus, Jumat (28/7/2023).

Penganiayaan dan intimidasi terhadap jurnalis merupakan pelanggaran terhadap kemerdekaan pers sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UU Pers.

"Pasal 18 UU Pers mengancam penghalang kemerdekaan pers dengan pidana dua tahun atau denda Rp500 juta," kata Arliyus.

Arliyus melanjutkan, PFI Lampung meminta semua pihak menghormati aktivitas jurnalistik untuk memenuhi hak atas informasi, dan menghormati keberadaan jurnalis untuk menjaga hak-hak publik.

Sementara Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma menyampaikan hal senada.

“Kami mengecam segala bentuk intimidasi terhadap kerja-kerja jurnalistik. Kepolisian mesti mengusut tuntas kasus tersebut,” ujar  Jumat, 28 Juli 2023.

Dian menilai, insiden itu telah mencoreng kemerdekaan pers dan merendahkan profesi jurnalis. Sebab, tugas dan kerja jurnalis yang profesional dilindungi UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Menurutnya, penghalang kerja jurnalistik bisa dipidana penjara dua tahun atau denda Rp500 juta sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) UU 40/1999.

Sementara Kepala Bidang Advokasi dan Hukum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengurus Daerah Lampung Rendy pun meminta polisi tanggap dan profesional dalam menangani perkara. Sebab, intimidasi terhadap jurnalis  sama dengan merampas hak publik.

“Jurnalis bekerja untuk memenuhi hak publik atas informasi. Ketika kerjanya dihalangi, maka hak publik untuk tahu tercederai. Kepolisian harus segera menangkap pelaku,” kata Rendy.

Terpisah, Chandra Bangkit saputra, selaku Direktur LBH Pers Lampung mengatakan LBH Pers Lampung mengutuk keras dugaan intimidasi terhadap jurnalis.

Pihaknya juga mendorong upaya hukum yang dilakukan oleh korban maupun perusahaan media yang di naungi jurnalis tersebut.

Chandra melihat semakin masif terjadi kekerasaan jurnalis yang terjadi di provinsi Lampung hal ini juga harus menjadi perhatian khusus bagi organisasi-organisasi yang menaungi para jurnalis.

"Ini harus menjadi perhatian organisasi-organisasi Jurnalis untuk menuntut negara dalam hal ini baik pemerintah provinsi atau pemerintah daerah ataupun lembaga negara lainnya untuk dapat memahami amanat uu no 40 tahin 1999 tentang pers," tukasnya.

Lebih lanjut Candra mengatakan, Nanang Ermanto selaku Bupati Lampung Selatan juga harus ikut bertanggung jawab dengan memberikan sanksi tegas kepada pelaku.

"Terlebih kejadian tersebut terjadi diruang ruang sangat publik dan diduga dilakukan oleh pengawal bupati lampung selatan,"

"Artinya bupati juga harus ikut bertanggung jawab dengan untuk memberikan sanksi kepada pelaku," pungkasnya. (Tribunlampung.co.id / Hurri Agusto)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved