Kesehatan
Penyebab dan Cara Atasi Kejang pada Anak
dr Huminsa Ranto, Sp.A, M.Sc mengatakan, dalam dunia medis, step adalah kejang demam yakni kejang disertai dengan demam.
Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Kita pasti sering mendengar ada orangtua yang mengatakan anaknya mengalami step.
dr Huminsa Ranto, Sp.A, M.Sc dari Rumah Sakit Mardiwaluyo Metro mengatakan, dalam dunia medis, step adalah kejang demam yakni kejang yang disertai dengan demam.
Kejang demam dibagi menjadi kejang demam simpleks dan kejang demam kompleks.
Kejang demam simpleks adalah kejang yang terjadi 1 kali dalam 24 jam dan setiap kali kejang terjadi kurang 15 menit.
Kejang demam kompleks adalah kejang yang terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam, atau terjadi hanya 1 kali dalam 24 jam tapi terjadinya selama lebih dari 20 menit.
"Setelah kejang anaknya pasti langsung sadar dan ada juga saat sadar langsung menangis," ujar dokter yang sedang menempuh pendidikan di Konsultan Tumbuh Kembang Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini, Sabtu (23/9/2023).
Penyebab kejang demam ada banyak, namun biasanya penyebab paling sering adalah infeksi yang disertai dengan demam, misalnya infeksi virus yang menyebabkan batuk pilek.
Kejang biasanya terjadi saat suhu tubuh diatas 38,5 derajat celcius, tapi ada juga yang suhu tubuhnya 38,5 derajat celcius sudah kejang yang dikarenakan ambang batas kejangnya rendah.
Rata-rata kejang bisa dialami hingga umur 5 tahun, setelah itu berhenti, tapi ada juga yang sampai diatas umur 5 tahun masih kejang yang disebut kejang demam plus.
Beberapa literatur mengatakan kejang demam plus bisa dialami hingga usia 9 atau 10 tahun.
Penyebab kejang demam plus adalah kelainan gen SCN1, dan kelainan gen SCN1 ini bukan karena keturunan tapi memang kelainan ini ada di tubuhnya.
Jika anak mengalami kejang pertama kalinya sebaiknya dibawa ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan, sehingga dapat diketahui jenis kejangnya.
Sebab ada kejang demam yang disertai dengan tidak sadarkan diri yang dikarenakan penyakit meningitis atau ensefalitis, dan kejang yang tidak disertai demam yang disebut epilepsi.
Apabila ternyata kejangnya adalah kejang demam yang setelah kejang anak akan kembali sadar, maka dokter akan memberikan resep obat anti kejang yang harus ditebus ibunya, dan obat ini harus terus disimpan oleh ibunya.
Obat anti kejang ini ada obat anti kejang yang dimasukan kedalam dubur saat anak alami kejang
Obat anti kejang dimasukan dalam dubur karena saat kejang mulut anak tidak boleh dimasukan apapun untuk menjaga agar jalan nafas tetap lancar.
Ada juga obat anti kejang oral yang diberikan pada anak saat demam anak 38,5 derajat celcius walaupun sudah diberikan obat penurun panas rutin dan banyak minum air putih selama 2-3 hari
Pemberian obat anti kejang oral ini bertujuan untuk mencegah anak alami kejang.
"Saya selalu mengatakan ke ibu-ibu, kalau anaknya demam langsung ukur suhu tubuhnya, dan apabila saat diukur suhu tubuh anak sudah sampai 37,5 derajat celcius langsung berikan obat penurun panas rutin setiap 6 jam sekali selama 2-3 hari disertai banyak minum air putih," ujar dr Ranto.
Selain memberikan obat penurun panas, lanjut dr Ranto, anak juga harus diberikan obat untuk mengatasi penyebab demamnya.
Misal anak alami demam karena batuk pilek, maka berikan obat untuk mengobati batuk pileknya.
Kejang demam tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena risikonya anak bisa alami gangguan otak
Kejang Berulang Tanpa Demam (Epilepsi)
Ada kejang berulang tanpa disertai demam yang disebut epilepsi, dan setelah kejang anak akan langsung sadar.
dr Ranto menjelaskan 90 persen epilepsi itu idiopatik yang artinya penyebabnya tidak diketahui secara pasti, dan hanya 10 persen penyebab epilepsi yang diketahui seperti gangguan elektrolit serta kelainan sindrom.
Terhadap penderita epilepsi dokter akan melakukan pemeriksaan electroencephalography (EEG) dan CT scan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada sesuatu dikepalanya yang menyebabkan epilepsi.
"Salah satu penyebab epilepsi yang sering saya temukan setelah melakukan ct scan adalah hidrosefalus," kata dr Ranto.
Anak-anak yang mengalami epilepsi akan diberikan pengobatan monoterapi yaitu pemberian satu jenis obat, dan pemberian dosis obat ini dimulai dari paling rendah dulu lalu akan dinaikan secara bertahap dengan melihat kondisi.
Pemberian obat akan diberikan selama 2 tahun, dan selain pemberian obat, dokter juga akan meminta pasien untuk rutin kontrol sebulan satu kali.
Setelah 2 tahun biasanya akan bebas kejang dan pemberian obat dihentikan, namun ada beberapa anak yang kejangnya bisa kambuh lagi.
Contohnya dr Ranto pernah bertemu dengan pasien yang di tahun 2019 sudah bebas kejang tapi di tahun 2023 kejangnya kambuh sehingga pasien ini harus diberi obat lagi
"Epilepsi tidak bisa dibiarkan karena akan membuat anak mengalami gangguan otak, gangguan perkembangan, IQ dan daya tangkap rendah, serta keterlambatan bicara," tutup dr Ranto.
(Tribunlampung.co.id/Jelita Dini Kinanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.