Berita Lampung

Prof Rudy Dikukuhkan Rektor Lusmeilia sebagai Guru Besar Unila ke-111

Prof Rudy secara resmi dikukuhkan oleh Rektor Universitas Lampung (Unila) sebagai Guru Besar Unila ke-111. 

Penulis: Bayu Saputra | Editor: Indra Simanjuntak
Dokumentasi
Rektor Universitas Lampung Prof Lusmeilia Afriani mengukuhkan Rudy sebagai profesor ke-111 Unila, Rabu (25/10/2023). 

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Prof Rudy secara resmi dikukuhkan oleh Rektor Universitas Lampung (Unila) sebagai Guru Besar Unila ke-111. 

Prof Rudy mengaku senang menjadi profesor karena merupakan pencapaian sebagai guru besar. 

Baca juga: Rektor Unila Tekankan Pentingnya Sokong Inovasi dan Profesionalisme Saat Opening Galeri Bisnis BPU

"Kalau saya dari awal tujuan menjadi dosen yakni untuk mendapatkan jenjang akademik tertinggi," ujarnya saat diwawancarai Tribun Lampung, Rabu (25/10/2023). 

Ia mengaku, dosen mencapai jenjang akademik tertinggi sebagai guru besar. 

"Jadi ke depan saya harus bisa bermanfaat bagi masyarakat dan membantu memecahkan masalah bangsa," tukasnya.

Ia mengangkat orasi ilmiah berjudul Pembangunan Hukum Indonesia di Persimpangan Jalan.

Prof Rudy menjelaskan, dirinya mengangkat tema tersebut karena di Indonesia sampai saat ini di Indonesia belum mempunyai hukum yang didapat dari karakter bangsa ini. 

"Kita sejak dulu memang sudah ditransplantasikan hukum secara paksa jaman kolonial hingga saat ini," kata Prof Rudy. 

Dimana KUHP belum semuanya diakomodir semua dan hasil dari hukum westren. 

"Jadi saat ini memang sulit untuk mendapatkan hasil hukum kita sendiri," imbuhnya.

Idealnya, terang Rudy, ada hukum asli dari bangsa Indonesia dan harus dicocokkan dengan budaya hukum Indonesia tepat atau tidak. 

"Jangan mencomot norma asing yang gampang sekali dalam dunia digital. Ini menjadi tantangan ahli hukum untuk menciptakan alat hukum orisinal dari nusantara," bebernya.

Saat ditanya terkait UU MK yang pro kontra polemik syarat bacawapres atau usia, Rudy mengatakan, sebenarnya pendekatan bisa berbeda-beda. 

"Misal konteks kesetaraan, memang perdebatan hukum dari sudut pandang yang kita ambil seperti apa," ungkapnya.

Maka dari itu harus dilihat dengan keputusan itu memiliki nilai politis atau tidak. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved