Pemilu 2024

Satu Terdakwa Eks PPLN Malaysia Keberatan Didakwa Palsukan Data Pemilih

Aprijon, salah satu terdakwa keberatan didakwa kasus dugaan tindak pidana pemilu di PPLN Kuala Lumpur, Malaysia. 

Editor: Tri Yulianto
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Suasana sidang pembacaan dakwaan kasus dugaaan tindak pidana pemilihan umum (pemilu) terkait penambahan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kuala Lumpur, Malaysia di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Rabu (13/3/2024). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Aprijon, salah satu terdakwa keberatan didakwa terlibat pelanggaran Pemilu 2024  untuk jabatan PPLN Kuala Lumpur, Malaysia.

Hal itu diungkapkan Aprijon saat jalani sidang setelah jadi tersangka penggelembungan jumlah pemilih untuk Pemilu 2024 di Malaysia.

Aprijon bersama tujuh terdakwa lainnya diduga telah memalsukan data dan daftar pemilih untuk Pemilu 2024 di wilayah Kuala Lumpur.

Kuasa Hukum terdakwa Aprijon, Emil Salim, mengatakan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) cacat formil dan materil.

Ia menyebut, JPU tidak menuliskan secara lengkap identitas terdakwa tentang tempat tinggal atau alamat terdakwa, melainkan hanya menulis nama jalan namun tidak menyebutkan dengan jelas nama Kabupaten/Kota tempat tinggal Terdakwa. 

Padahal, jelasnya, syarat formil surat dakwaan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat 2 KUHAP yakni, “Penuntut Umum membuat Surat Dakwaan yang diberi tanggal dan di tanda tangani serta berisi, huruf (a) nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka".

Kemudian, Emil mempermasalahkan, surat dakwaan No. REG. PERK : PDM – 20/M.1.10/03/2024 diberi tanggal 10 Maret 2024, sedangkan perkara dilimpahkan tanggal 8 Maret 2024 pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagaimana Reg. perkara No. 185/Pid.Sus/2024/PN Jkt.Pst.

Terkait hal itu, ia menilai, secara hukum seharusnya jika perkara dilimpahkan tanggal 8 Maret 2024 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, seharusnya surat dakwaan diberi tanggal sebelum perkara dilimpahkan.

Sebab, menurutnya, hal tersebut sebagaimana aturan Pasal 141 ayat (1), yakni ”Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan”.

Adapun untuk dalil cacat materil, kuasa hukum Aprjion mengatakan, uraian surat dakwaan tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap.

Karena, ia menjelaskan, dalam surat dakwaan tidak menggambarkan secara utuh dan bulat tentang perbuatan materil para terdakwa secara pribadi berupa perbuatan yang bersifat melawan hukum.

"Justru segala tindakan para terdakwa dilakukan melalui mekanisme pengambilan keputusan PPLN dalam rapat pleno terbuka tentang Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara (DPS), Rekapitulasi Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) dan Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT)," kata Emil, dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Kamis (14/3/2024).

Tak hanya itu, Emil juga mengatakan, uraian surat dakwaan lebih banyak membahas tentang pelanggaran pemilu, bukan tindak pidana pemilu. 

Lebih lanjut, ia menilai, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tidak berwenang menangani perkara pidana yang terjadi di luar negeri.

Sebelumnya, Tujuh orang panitia Penyelenggara Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia, didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah melakukan pemalsuan data dan daftar pemilih Pemilu 2024.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved