Kesehatan
Jenis, Gejala, Kewaspadaan dan Tatalaksana Alergi pada Anak
Alergi ialah penyakit karena sistem kekebalan memiliki sensitivitas yang berlebihan terhadap protein asing yang bagi individu lain tak berbahaya.
Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Alergi adalah penyakit karena sistem kekebalan memiliki sensitivitas yang berlebihan terhadap protein asing yang bagi individu lain tidak berbahaya.
Prof. Dr. dr. Anang Endaryanto, Sp.A(K) dari Divisi Alergi Imunologi Anak, Departemen/KSM Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unair/RSUD Dr. Soetomo mengatakan, jenis alergi pada anak adalah alergi makanan, debu rumah, dan bulu binatang.
Jika kedua orangtua tidak alergi maka risiko alergi 5-15 persen, dan jika saudara kandung memiliki alergi maka risiko alergi 25-30 persen.
Kemudian jika salah satu orangtua memiliki alergi maka risiko alergi 20-40 persen, dan jika kedua orangtua maka risiko alergi 50-60 persen.
"Risiko alergi meningkat hingga 80 persen bila mengalami alergi yang sama," kata Prof. Dr. dr. Anang dalam Seminar Media Ikatan Dokter Anak Indonesia dengan Tema Alergi pada Anak : Jenisnya, Gejalanya, Kewaspadaan, dan Tatalaksana, via zoom, Selasa (19/3/2024).
Gejala alergi dapat berupa vertigo sakit kepala, hipotensi, anafikaksis, aritmia, eksim, urticaria, angioderma, pilek, batuk, asma, nyeri haid, kembung, kolik, dan nyeri perut.
Selain itu alergi juga dapat menimbulkan perubahan mood, nafsu makan, belajar, dan mengingat.
Gejala alergi tersebut wajib dikenali oleh orangtua agar dapat mendeteksi alergi pada anaknya.
Biasanya gejala alergi berlangsung cukup lama dan tak kunjung sembuh.
Gejala sering berulang dengan penyebab yang sama, misalnya setelah mengonsumsi makanan tertentu, berada di dekat hewan berbulu, atau terpapar debu rumah.
Untuk memastikan penyebab tersebut adalah penyebab alergi maka orangtua harus menjauhkan penyebabnya pada anaknya.
Misalnya jika orangtua curiga penyebab anaknya alergi adalah susu sapi atau produk makanan yang mengandung susu sapi, maka lakukan pantang makan (eliminasi) pada susu sapi atau produk makanan yang mengandung susu sapi tersebut selama 3 minggu.
Bila dalam 3 minggu secara konsisten gejala menghilang, harus dilanjutkan dengan mengkonsumsi kembali susu sapi atau produk mengandung susu sapi(provokasi) setiap hari selama 1 minggu.
Bila dalam 1 minggu masa provokasi gejala timbul lagi boleh dikatakan bahwa si anak memang alergi terhadap susu sapi atau produk mengandung susu sapi
Tatalaksana alergi harus dilakukan untuk mengobati gejala, mempercepat toleransi (penyembuhan), memperbaiki kualitas hidup, dan merehabilitasi.
Selain itu bisa mengenali individu berisiko alergi, mencegah alergi pada individu berisiko, mengenali alergi, dan mencegah gangguan tumbuh kembang
Dalam tatalaksana alergi, yang terpenting adalah bagaimana memahamkan alergi pada anak dan orang tuanya melalui edukasi.
Memahamkan bahwa alergi tidak hanya butuh obat, alergi butuh waktu untuk sembuh, dan alergi butuh kesabaran.
Kasus Alergi Baru Terus Tumbuh
Prof. Dr. dr. Anang Endaryanto mengungkapkan kasus alergi baru terus tumbuh di Indonesia, dan alergi adalah penyakit yang tidak cepat sembuh (tidak cepat toleransi)
Jumlah kasus alergi sembuh tidak bisa mengimbangi jumlah kasus alergi baru, sehingga jumlah kasus alergi secara keseluruhan terus meningkat.
Peningkatan kasus alergi menyebabkan peningkatan kebutuhan layanan, namun kecepatan pertumbuhan layanan sering tidak dapat mengimbangi permintaan
Penyakit alergi sering menimbulkan frustasi karena sifatnya menahun, berulang, dan diturunkan secara genetik, sehingga sulit dikoreksi.
Banyak kesulitan yang dihadapi pasien dalam mengendalikan penyakit alergi, karena yang dihadapi adalah keterbatasan kemampuan dalam mengendalikan sifat yang berbeda (atopi) dengan sifat yang dimiliki oleh mayoritas anak di lingkungan sekitarnya.
(Tribunlampung.co.id/Jelita Dini Kinanti)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.