Berita Terkini Nasional

Siswa SMP di Sumut Meninggal Setelah Dihukum 100 Squat Jump, Kepsek Ngaku Kecolongan dan Guru Syok

Suasana SMP Negeri 1 STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, pada Kamis (19/9/2024) pagi, mendadak haru. 

Editor: Teguh Prasetyo
TRIBUN MEDAN/FREDY SANTOSO
PEMAKAMAN - Pemakaman siswa SMP Negeri I STM Hilir, berinisial RSS (14), warga Dusun I, Desa Negara Beringin, Kecamatan STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. RSS meninggal diduga setelah dihukum gurunya 100 kali squat jump. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, SUMATERA UTARA - Suasana SMP Negeri 1 STM Hilir, Kabupaten Deli Serdang, pada Kamis (19/9/2024) pagi, mendadak haru. 

Sebab, pada saat itu Yuliana Derma Padang, ibu dari siswa berinisial RSS (14), mendatangi sekolah untuk menyampaikan kabar duka bahwa putranya telah meninggal dunia.

Kepala Sekolah SMP Negeri 1 STM Hilir, Suratman, menjelaskan saat itu pihak kecamatan dan puskesmas sedang mengadakan apel untuk sosialisasi gizi. Tiba-tiba, Yuliana datang dengan kabar mengejutkan.

"Orang tua RSS datang pagi-pagi memberi tahu bahwa anaknya meninggal. Kami, termasuk gurunya (SW), terkejut," ujar Suratman, Senin (30/9/2024).

Suratman menambahkan, bahwa SW, guru yang memberikan hukuman squat jump kepada RSS, tampak sangat terguncang mendengar berita tersebut. Kondisi psikologis SW terlihat goyah hingga ia meminta izin untuk tidak mengajar.

"Gurunya gemetar dan tampak depresi. Ia tidak menyangka hal ini bisa terjadi. Kami pun sama sekali tidak menduganya," kata Suratman.

Setelah proses belajar selesai, pihak sekolah berencana mengunjungi rumah duka bersama SW.

Namun, karena suasana masih panas, SW memutuskan untuk tidak ikut dalam rombongan guru yang berangkat ke rumah duka.

"Saat hendak berkunjung ke rumah duka, SW menangis," tambah Suratman.

Ia juga menyebutkan bahwa SW kini telah dinonaktifkan dari tugas mengajarnya, sehingga ia bisa fokus menyelesaikan kasus yang melibatkan kematian RSS.

SW sebelumnya telah menuliskan surat kronologi mengenai kejadian yang berujung pada hukuman squat jump.

Peristiwa itu terjadi pada Kamis (19/8), ketika enam siswa, termasuk RSS, tidak mengerjakan tugas. SW bertanya kepada para siswa tentang hukuman yang mereka inginkan, dan mereka memilih squat jump.

SW kemudian meminta para siswa melakukan squat jump sebanyak 100 kali, dengan syarat mereka boleh berhenti jika merasa lelah.

Namun sepulang dari sekolah, RSS mengeluh sakit di kakinya. Keesokan harinya, ia demam tinggi dan dirawat di Rumah Sakit Sembiring, namun meninggal dunia pada Kamis (26/9/2024).

"Besoknya dia (korban) masih sekolah. (Tapi) Sabtu tidak masuk sampai Rabu ada pemberitahuan bahwa anak tersebut demam, sakit. Cuma kami tidak tahu penyebab sakitnya. Setelah itu Kamis pagi, orang tuanya datang dan menyatakan anaknya meninggal," tuturnya.

Suratman mengaku kecolongan karena seharusnya hukuman fisik seperti itu seharusnya tidak dibenarkan.

"Sebenarnya (hukuman squat jump) tidak dibenarkan. Jangan kan hukuman fisik, melabeli (bullying) anak saja tidak boleh. Setiap rapat, selalu diingatkan. Cuma inilah, namanya nasib, kecolongan pihak kita. Oh itu (hukuman fisik) tidak boleh. Tidak dibenarkan, apalagi kurikulum merdeka," sambungnya.

Suratman pun mengenang sosok siswa berinisial RSS. Menurutnya, RSS dikenal sebagai siswa yang rajin datang ke sekolah meskipun sering terlihat mengantuk saat pembelajaran.

"Kalau kita kenal dari kawannya, siswa ini memang rajin datang (sekolah). Cuma untuk pembelajaran, dia sering ngantuk," ujar Suratman.

Ia menjelaskan, berdasarkan informasi dari teman-teman dan guru-guru, RSS kerap membantu orangtuanya untuk mencari nafkah dengan menjual pakan ternak.

Aktivitas inilah yang diduga membuatnya sering kelelahan dan mengantuk di kelas.

"Kalau saya tidak salah, menurut keterangan dari siswa, dia memang membantu orangtua kerja menjual pakan ternak. Ada guru juga yang cerita, anak ini sering mengantar makanan ternak ke rumahnya," tuturnya.

Polisi saat ini masih menyelidiki kasus kematian RSS. Kasat Reskrim Polresta Deli Serdang, Kompol Risqi Akbar mengungkapkan, pihaknya telah menerbitkan laporan model A untuk kasus ini.

"Kasus tersebut masih diselidiki. Kami telah menerbitkan laporan model A," kata Risqi melalui saluran telepon, Senin (30/9/2024).

Risqi menambahkan, pihaknya akan memeriksa sejumlah saksi, termasuk keluarga, pihak sekolah, dan guru SW.

"Selain itu, kami sedang berkoordinasi dengan Rumah Sakit Bhayangkara untuk proses ekshumasi," pungkasnya. (tribunnetwork)

 

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved