Berita Lampung

OJK Lampung Membeberkan Alasan Pelaku UMKM Macet Bayar Utang

Hal itu disampaikan OJK Lampung menanggapi terbitnya UU Nomor 47 tahun 2024 tentang penghapusan piutang UMKM.

Penulis: Bobby Zoel Saputra | Editor: Robertus Didik Budiawan Cahyono
Tribunlampung.co.i/Bobby Zoel Saputra
Kantor OJK Lampung. OJK Lampung membeberkan alasan pelaku UMKM macet bayar utang. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Lampung membeberkan alasan mengapa pelaku UMKM macet bayar utang.

Hal itu disampaikan OJK Lampung menanggapi terbitnya UU Nomor 47 tahun 2024 tentang penghapusan piutang UMKM.

Kepala OJK Lampung Otto Fitriandy mengatakan, ada beberapa faktor yang membuat para pelaku UMKM macet membayar utang.

“Banyak faktornya, baik internal dan eksternal. Yang pertama, secara umum itu biasanya yang karena kesulitan akses pasar,” ujarnya, Kamis (7/11/2024).

Dikatakatn Otto, banyak UMKM dalam hal memasarkan produk itu belum punya pasar yang luas karena masih offline dan belum online.

Tentunya itu membuat UMKM tidak bisa menjangkau pasar yang lebih luas dan otomatis penjualannya tidak pernah meningkat dan malah menurun.

Faktor selanjutnya yakni keterbatasan modal kerja yang dimiliki oleh pelaku UMKM.

“Kadang-kadang mereka tidak siap ketika mendapatkan pesanan atau permintaan yang meningkat,” jelasnya.

Tentunya, lanjut dia, itu membutuhkan modal. Pada saat momen tertentu mereka tidak bisa mengakses modal sehingga penjualannya tidak meningkat.

Ada juga faktor bencana, biasanya bencana yang terjadi bisa berdampak pada pelaku UMKM sehingga mereka mengalami kerugian.

Salah satunya yakni pada pandemi Covid-29 beberapa waktu lalu atau ombak tinggi yang dialami oleh nelayan ketika ingin mencari ikan.

“Itu karena ombak yang tinggi mereka tidak bisa melaut, sehingga berpengaruh ke penghasilan sedangkan mereka memiliki angsuran,” sebutnya.

Untuk faktor terakhir, tambah Otto, macetnya kredit para pelaku UMKM ini juga bisa terjadi dikarenakan penurunan permintaan pasar.

Ia menilai, penurunan permintaan pasar itu sifarnya fluktuatif yang tiap hari dan tiap bulannya itu tidak bisa diprediksikan harus berapa.

“Mendekati hari-hari keagamaan besar mungkin permintaan meningkat, tapi di hari biasa menjadi tidak banyak atau menurun,” pungkasnya.

(TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/Bobby Zoel Saputra)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved