Berita Lampung

Federasi Pergerakan Serikat Buruh di Lampung Minta Pemerintah Adakan Standar Upah Tak Cukup UMP

Federasi Pergerakan Serikat Buruh di Lampung minta pemerintah adakan standar upah tak cukup UMP karena itu untuk buruh masa kerja 0-1 tahun.

Editor: Tri Yulianto
Tribunnews.com
Ilustrasi - Federasi Pergerakan Serikat Buruh di Lampung minta pemerintah adakan standar upah tak cukup UMP karena itu untuk buruh masa kerja 0-1 tahun. 

Tribunlampung.co.id, Lampung Selatan - Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia-Konfederasi Serikat Nasional (FPSBI KSN) Lampung minta pemerintah adakan standar upah buruh

Menurut Ketua Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia-Konfederasi Serikat Nasional (FPSBI KSN) Lampung Yohanes Joko Purwanto kenaikan UMP yang dilakukan pemerintah belum memenuhi standar kelayakan.

Ia menyebut UMP yang berlaku juga di Lampung itu untuk buruh dengan masa kerja nol tahun atau belum cukup 1 tahun.

Namun kenyataanya berapa pun masa kerja patokan upahnya UMP maka berapa pun lamanya buruh kerja tidak akan sejahtera. 

"Kalau ngomong kesejahteraan sebagai dasar dari ukuran besaran upah. Maka belum terpenuhi. Ini hanya melakukan politik upah murah," ujarnya Jumat (13/12/2024).

Ia menyebut, sedari awal naiknya UMP bukanlah tuntutan para buruh, melainkan negara ini mulai memutuskan dan memikir bagaimana nasib buruh se-Indonesia.

Ia berharap pemerintah memikirkan standar nasional soal pemberian upah buruh.

"PNS bisa, tentara bisa, polisi bisa, pegawai BUMN bisa tuh, kenapa buruh tidak bisa dibuat standar upahnya," ujarnya.

Ia menjelaskan penerapan UMP juga seharusnya untuk buruh dengan masa kerja nol tahun atau belum cukup 1 tahun.

"Tetapi hari ini praktik yang dilakukan oleh perusahaan perusahaan itu, berapapun masa kerjanya standar dasar upahnya ya UMP itu, tidak ada tambahannya," ujarnya.

"Padahal kan di Undang-undang itu jelas ada penghargaan masa kerja, ada bonus, uang transportasi, uang makan, macam-macam tetapi itu tidak dilakukan perusahaan itu yang penting semuanya disitu," 

"Jadi jangan seolah-olah sudah memberikan kenaikan UMP maka gugur lah sudah kewajiban pemerintah untuk mengurus kesejahteraan buruh," 

"Ini kan tidak benar, cara berpikir sesat pemerintah bagaimana melakukan peningkatan kesejahteraan terhadap buruh," ujarnya.

Ia juga berharap pemerintah memberikan jaminan pendidikan gratis.

Karena menurutnya, pihaknya masih menemukan masyarakat kurang mampu harus membayar SPP, belum lagi juran sekolah dan segala macam.

Ia juga berharap masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan gratis.

"Ada kebijakan pendidikan gratis dan kesehatan gratis. Faktanya tidak gratis, masyarakat juga tetap membayar," ujarnya.

"Lalu masyarakat juga dibebankan dengan iuran Tapera dan segala macam. Dapat tidak kita akses untuk kredit rumah? Tidak juga.

Menurutnya, masyarakat lebih susah memiliki tempat tinggal.

"Ada kredit rumah subsidi tapi untuk berpenghasilan Rp 4 juta keatas. Buruh di Lampung memang ada yang berpenghasilan Rp 4 juta keatas? Ya itu tingkatnya manajer. Operator saja cuma Rp 2,5 juta - Rp 3 juta, susah ini," tukasnya.

Ia juga berharap iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera) tidak jadi dilakukan.

"Sampai hari ini kita tetap menolak iuran 2,5 persen (Tapera), dan tidak dicabut," ucapnya.

Karena menurutnya, iuaran Tapera bukan solusi untuk masyarakat menengah kebawah dan hanya memberatkan para pekerja saja.

"Karena tidak adil bagi mereka yang sudah punya rumah masih harus ikut juga. Lalu, seberapa yang kekumpul, paling banyak Rp 10 juta," ujarnya.

"Untuk apa? dapat rumah apa buruh? rumah bambu saja tidak cukup dengan uang Rp 7 juta. Apa rumah kardus menempel di emperan," sambungnya.

Ia juga mengkritisi kenaikan PPN 12 persen, yang menurutnya hanya memberatkan masyarakat saja.

Apalagi, kata dia, masyarakat juga harus membayar iuran BPJS ketenagakerjaan, BPJS kesehatan

"Nah, dengan banyaknya potongan-potongan seperti itu tidak menambah penghasilan buruh secara signifikan, apalagi dengan kenaikan yang kecil," ujarnya.

( Tribunlampung.co.id / Dominius Desmantri Barus )

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved