Berita Terkini Nasional
Pengusaha Ketar Ketir PPN Naik 12 Persen, Inflasi Awal Tahun 2025 Diprediksi Bakal Naik
Pemerintah telah menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada 2025 mendatang untuk berbagai barang dan jasa.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah telah menetapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen pada 2025 mendatang untuk berbagai barang dan jasa yang disebut hanya berlaku untuk barang mewah.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani, istilah barang mewah itu hanya penamaan saja.
Ia memandang, sebenaranya hampir semua jenis barang dan jasa akan dikenakan tarif PPN 12 persen kecuali beberapa bahan pokok.
"Secara menyeluruh memang kena 12 persen. Begitu pengertiannya. Tapi ada beberapa bahan pokok, sembako, itu yang tidak terkena. Jadi sebenarnya semua barangnya akan terkena 12 persen, bahwa penamaan itu sebagai barang mewah atau bahan premium, itu bisa saja. Tapi hampir semua itu terkena 12 persen," kata Shinta ketika ditemui di kantor APINDO, Jakarta Selatan kemarin.
Shinta juga mengatakan, pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia (BI).
"Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini, kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan," ujarnya.
Ia mengatakan, tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.
Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.
"Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran," ujar Shinta.
Inflasi Naik
Prediksi angka inflasi naik pada tahun akibat PPN 12 persen juga diungkap oleh peneliti Center of Industry, Trade, and Investment (INDEF) Ahmad Heri Firdaus.
Ia mengatakan, pada April 2022 ketika PPN naik dari 10 persen ke 11 persen, angka inflasi di bulan tersebut ikut meningkat.
"Ini waktu bulan April 2022 ya, ketika terjadi kenaikan PPN dari 10 persen jadi 11 persen, dampak yang terjadi pada saat itu adalah inflasi yang terjadi cukup tinggi," imbuhnya.
Saat itu, inflasi pada April 2022 sebesar 0,95 persen. Dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya (Year on Year/YoY), angkanya meningkat 3,47 persen.
Menurut Heri, jika melihat dari apa yang terjadi pada April 2022, ada kemungkinan angka inflasi pada bulan di mana PPN dinaikkan di tahun 2025 bisa lebih tinggi.
"Nah, jadi kira-kira arahnya tuh nanti akan seperti ini ya, di mana nanti inflasi bisa mencapai lebih dari 0,90 persen," katanya.
Kemudian, berdasarkan kelompok pengeluaran, andil inflasi disumbang paling banyak dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Pada April 2022, kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,46 persen.
Nantinya ketika PPN naik pada 2025, Heri memandang kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga akan menjadi penyumbang utama inflasi di bulan tersebut.
Menurut Heri, hal itu karena sebagian masyarakat, contohnya golongan menengah bawah, 80-90 persen pendapatannya digunakan untuk membeli kelompok makanan, minuman, dan tembakau.
Jika ada kenaikan inflasi yang besar di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, Heri menilai akan sangat memukul perekonomian atau daya beli masyarakat menengah ke bawah.
"Nah ini yang terjadi pada 2022. Jadi inflasi tinggi disumbang salah satunya oleh kenaikan PPN dari 10 ke 11 [persen] ya, meskipun memang banyak faktor lain sepanjang tahun 2022," ujarnya.
Pengunjung Hotel
Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantono memandang kenaikan PPN ini akan berdampak pada jumlah pengunjung yang menginap di hotel.
Menurut pria yang juga Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta itu, sektor pariwisata di Jakarta, khususnya hotel, masih berusaha pulih pasca-pandemi.
Namun tantangan semakin berat dengan adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sektoral Jakarta yang katanya mencapai 9 persen.
"Hotel-hotel di Jakarta ini kan belum pulih kan, belum pulih sampai sekarang ini, sekarang dikenakan kenaikan upah sektoral sebesar 9 persen," katanya.
Selain UMP sektoral, kenaikan PPN menjadi 12 persen menambah beban yang harus ditanggung oleh pelaku usaha, di mana semua biaya tambahan ini kemungkinan besar akan dibebankan pada harga jual.
Beban yang diberikan kepada harga jual pada akhirnya dapat membuat permintaan turun.
"Kalau kemudian PPN naik itu kan pasti dibebankan kepada harga. Kalau harga naik, permintaan akan turun," ujar Sutrisno.
Dampaknya, ia mengungkap akan semakin sedikit orang yang menginap atau mengunjungi objek-objek wisata.
Padahal, menurut Sutrisno, sektor pariwisata seperti hotel sangat bergantung pada permintaan.
"Semakin tidak ada orang yang kemudian menghinap atau mengunjungi objek-objek pariwisata. Itu implikasi dari PPN itu. Belum lagi nanti kerumitan dari sisi administrasinya," ucap Sutrisno.
"Yang dibutuhkan oleh sektor pariwisata, khususnya hotel dan restoran, itu adalah pembeli, demand, yang dibutuhkan adalah daya beli gitu loh," lanjutnya.
Tidak hanya soal PPN dan UMP sektoral, penghematan perjalanan dinas pemerintah yang diperkirakan turun hingga 50 persen juga menjadi faktor yang mempengaruhi kondisi industri pariwisata.
"Penghematan belanja pemerintah yang turun perhitungan kita menjadi 50 persen, itu semua memukul industri pariwisata, khususnya hotel," pungkas Sutrisno.
(Tribun Network/daz/wly)
Buntut Anaknya Kehujanan, Wali Kota Arlan Copot Kepsek SMPN 1 Prabumulih |
![]() |
---|
Jokowi Ungkap Alasan Wapres Gibran Absen di Pelantikan Menteri |
![]() |
---|
Penyebab Yurike Sanger, Istri ke-7 Soekarno Meninggal Dunia |
![]() |
---|
Rocky Gerung Sebut Prabowo Tidak Sungguh-sungguh Melakukan Reshuffle |
![]() |
---|
Jokowi Mendadak Singgung Pilpres 2029, Minta Prabowo-Gibran 2 Periode |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.