Berita Lampung

Ada Pagar Laut di Mutun, DPRD Lampung Minta Dibongkar jika Tak Berizin

Anggota Komisi I DPRD Lampung Budiman AS meminta pagar laut di Pesawaran tersebut segera dibongkar jika terbukti belum memiliki izin.

Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama
Penampakan pagar laut di Desa Sukajaya, Kecamatan Teluk Pandan, Pesawaran, Kamis (16/1/2025). 

Tribunlampung.co.id, Pesawaran - DPRD Lampung mempertanyakan perizinan pendirian pagar laut di bibir Pantai Mutun, Pesawaran

Anggota Komisi I DPRD Lampung Budiman AS meminta pagar laut di Pesawaran tersebut segera dibongkar jika terbukti belum memiliki izin.

Setelah viral pagar laut di Tangerang, Banten dan Bekasi, Jawa Barat, ternyata di Lampung juga ditemukan pagar laut. Lokasi tepatnya di Desa Sukajaya, Kecamatan Teluk Pandan, Pesawaran.

Menurut Budiman, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung semestinya melakukan pengawasan langsung terhadap keberadaan pagar laut tersebut. Kalau tidak ada izinnya, dia minta pagar laut tersebut dibongkar.

"Kalau memang tidak ada izin harus dibongkar. Dinas Kelautan harus tegas soal ini," ujar Budiman, Kamis (16/1/2025).

Anggota Fraksi Demokrat ini juga mengaku belum mendapat konfirmasi terkait perizinan pagar laut tersebut. "Setahu saya belum ada (izin), maka kita akan cek Dinas Kelautan dulu. Kalau belum ada izin, maka harus dibongkar," tegasnya.

Dia pun mengatakan, perbatasan laut dan pantai telah diatur oleh negara. Di mana, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil menyatakan bahwa zona pesisir merupakan wilayah konservasi yang harus dilindungi dari kegiatan merusak lingkungan.

Pasal 35 secara tegas melarang kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi ekosistem pesisir dan laut. "Negara ini ada prosedur, jangan seenaknya laut dipagari," tegas Budiman. "Kalau untuk kepentingan umum dan ada izin boleh. Tapi kalau belum ada izin dan untuk kepentingan pribadi atau kelompok saja, maka harus dibongkar," pungkasnya.

Pembatas Wilayah

Seorang pria yang merupakan warga setempat mengatakan, bentangan jeriken dan jaring itu sudah cukup lama berada di atas laut. Ia sendiri mengaku tidak tahu kegunaannya. Ia menduga jeriken dan jaring itu menjadi pembatas wilayah Lampung Marriott Resort & Spa.

"Saya tidak tahu fungsinya. Tapi yang jelas, pagar laut itu sudah lama. Kalau sebulan mah lebih. Kemungkinan itu dibuat untuk pembatas kapal dan aktivitas nelayan supaya tidak berada di sekitar area Marriott ini," kata dia.

Sementara itu, seorang pengusaha kapal wisata mengaku cukup terganggu dengan keberadaan pagar laut tersebut. Menurutnya, pagar laut membuat aktivitasnya menjadi terhambat.

"Biasanya kami leluasa berkeliling di pinggir pantai membawa wisatawan. Namun semenjak dibatasi, perlintasan laut makin sempit. Tapi kalau menyeberang ke Pulau Tangkil dari Mutun ya tidak melintasi area itu," katanya.

Dari pantauan Tribun Lampung, Kamis (16/1/2025), sederet jeriken biru dan jaring membentang di salah satu sudut perairan Pantai Mutun, Desa Sukajaya, Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran. Jaring yang tampak menyerupai pagar berbentuk persegi panjang, dengan panjang sekitar 500 meter dan lebar sekitar 2 kilometer itu di tepat berada di depan Lampung Marriott Resort & Spa.

Jarak antarjeriken sekitar 1 meter. Terdapat jaring yang saling berkaitan tanpa terputus. Hanya terlihat dua pemuda yang sedang asyik memancing tak jauh dari lokasi tersebut.

Minta Diusut

Presiden Prabowo Subianto memerintahkan tidak hanya menyegel pagar laut yang belakangan viral di media sosial. Dia memerintahkan pagar laut itu dicabut dan diusut siapa pelakunya.

Instruksi itu disampaikan Prabowo kepada Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani. Menurutnya, perintah tersebut harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran.

"Sudah, beliau sudah setuju pagar laut (disegel). Pertama, itu disegel. Kemudian yang kedua beliau perintahkan untuk dicabutkan, gitu. Usut, begitu," ujar Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/1/2025).

Namun begitu, Muzani mengaku pihaknya masih belum mengetahui siapa di balik pembuat pagar laut tersebut. Khususnya, isu pagar itu dibuat untuk proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. "Saya tidak sampai di situ, pengetahuan saya. Saya ketua MPR," ujarnya.

Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan penyegelan terhadap aktivitas pemagaran laut yang terbuat dari bambu di wilayah perairan Bekasi, Jawa Barat. Direktur Jenderal PSDKP KKP Pung Nugroho Saksono memimpin langsung kegiatan penyegelan pagar laut tanpa izin Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL) tersebut.

“Intinya dari KKP kami sudah menyurat pada 19 Desember 2024 untuk menghentikan kegiatan pemagaran. Mengapa dihentikan? Karena itu wilayah laut dan tidak ada (izin) Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL),” katanya.

Pria yang akrab disapa Ipunk itu menjelaskan, pemasangan penyegelan ini sebagai bentuk ketegasan. Menurutnya, teguran pertama yang dilakukan akhir tahun lalu tidak diindahkan sehingga tindakan berupa penyegelan harus dilakukan. “Waktu pertama ditegur lalu tim kami cek ternyata ekskavator masih bekerja makanya saya putuskan disegel,” ucap Ipunk.

Lebih lanjut, terkait dengan adanya dokumen lain yang sudah diurut oleh pihak perusahaan akan dibahas bersama instansi terkait lainnya. “Terkait dokumen lain yang ada di mereka (perusahaan) itu nanti akan dirapatkan bersama,” sambungnya.

Para petugas Ditjen PSDKP KKP berjumlah belasan orang menggunakan Kapal Pengawas Orca 2 dan Hiu Biru 03 menyegel pagar laut terbuat dari bambu. Nampak ada lebih dari lima spanduk berwarna merah dari KKP terpasang di pagar laut itu. 

Spanduk itu bertuliskan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Penghentian Kegiatan Reklamasi Tanpa PKKPRL. Penghentian berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) huruf h dan i Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pengawasan Ruang Laut atas pelanggaran kegiatan Pemanfaatan Laut tanpa Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (PKKPRL).

Hal itu sesuai dengan Ketentuan Pasal 18 angka 12 Undang Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Sebelumnya, Jaringan Rakyat Pantura (JRP) menyebut pembangunan tanggul laut yang berada di pesisir pantai utara Kabupaten Tangerang, Banten merupakan pukulan telak dari masyarakat. Pasalnya keberadaan susunan bambu yang membentang sepanjang 30,16 kilometer itu dibangun secara swadaya oleh warga setempat.

Koordinator JRP Sandi Martapraja mengatakan, tanggul laut tersebut dibangun oleh masyarakat sekitar untuk meminimalisir terjadinya bencana alam. "Jadi kalau dibilang ini adalah pagar laut itu hoax, yang ada yaitu tanggul laut yang dibangun secara swadaya dan dampaknya berguna untuk menahan ombak laut, menghindari terjadinya abarasi," ujar Sandi kepada awak media, Senin (13/1/2025).

"Seiring berjalannya waktu ternyata tanggal laut ini juga memberi keuntungan bagi melayan karena ditumbuhi kerang hijau, lalu diberi waring untuk budidaya," sambungnya. Kemudian ia menuturkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggal di pesisir Kabupaten Tangerang sangat memprihatinkan di era kemajuan teknologi yang sangat pesat sekarang ini.

Hal tersebut disampaikan dengan menilik fakta belum adanya kebijakan pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah demi memajukan kesejahteraan masyarakat yang mayoritas bekerja sebagai nelayan.

"Sampai saat ini belum ada kebijakan yang bisa dirasakan secara signifikan oleh para nelayan Mau itu Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Kabupaten Tangerang," ungkapnya.

"Jadi belum ada tindakan yang serius, yang memiliki dampak terhadap masyarakat di pesisir Kabupaten Tangerang yang bekerja sebagai nelayan ini," paparnya. Menurutnya dengan dipasangnya tanggul laut tersebut seharusnya dapat dijadikan pelajaran berarti bagi pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan yang berdampak langsung bagi warga sekitar.

Sebab tanggul laut yang dibangun menggunakan bahan bambu atau cerucuk bertinggi sekitar 6 meter itu terpampang meliputi enam kecamatan di Kabupaten Tangerang, Banten.

Mulai dari tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri dan tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, serta dua desa di Kecamatan Teluknaga. "Harusnya pemerintah malu bukan malah panik tidak karuan seperti ini, karena warga dengan inisiatif membangun pertahanan hidup secara alami meski di tengah kondisi kesejahteraan hidup yang apa adanya," ucapnya.

"Pemda jangan hanya katanya atau rencana saja mau ngeluarkan kebijakan, tapi benar-benar harus nyata agar kondisi taraf hidup nelayan kita bisa semakin meningkat," terang Sandi. 

Alur Pelabuhan

Setelah kehebohan pagar laut yang berada di Tangerang, Banten kini pagar laut di Bekasi, Jawa Barat sepanjang 8 kilometer juga disorot. Namun, pagar yang berada di perairan Bekasi ini langsung dijawab oleh Pemprov Jawa Barat.

Pihak Pemprov Jawa Barat mengatakan, keberadaan pagar di laut Bekasi atau tepatnya di Kampung Paljaya, Desa Segara Jaya, Tarumajaya, Bekasi itu untuk pembangunan alur pelabuhan. Menurut Kepala UPTD Pelabuhan Perikanan Muara Ciasem pada Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat Ahman Kurniawan, pembangunan pagar laut di Bekasi merupakan kerjasama antara sejumlah pihak. Yakni, hasil kerja sama antara Pemprov Jawa Barat dengan PT Tunas Ruang Pelabuhan Nusantara (TRPN) pada Juni 2023. 

Ahman menyebut, PT TRPN mengerjakan pembuatan alur pelabuhan pada sisi kiri, sedangkan sisi kanan dikerjakan oleh PT Mega Agung Nusantara (MAN). "Dengan kesepakatan ini maka masing-masing kepentingan bisa berjalan. Kami dari DKP Jabar memiliki visi untuk penataan kawasan pelabuhannya," kata Ahman Kurniawan, Selasa (14/1/2025).

Dijelaskan Ahman, PT TRPN menata ulang kawasan Satuan Pelayanan (Satpel) Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Paljaya seluas 7,4 hektare, dengan biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 200 miliar.  Adapun luas PPI Paljaya tersebut sudah termasuk pembangunan alur pelabuhan yang membentang sepanjang lima kilometer. 

Sementara, kedalaman alur pelabuhan sekitar lima meter dari permukaan air. Kemudian, lebar alur pelabuhan sekitar 70 meter. Nah, alur inilah yang akan menjadi akses keluar dan masuknya kapal nelayan. 

Lebih lanjut, Ahman menjelaskan, terdapat tiga fasilitas yang harus dipenuhi dalam penataan ulang PPI Paljaya. Pertama, fasilitas pokok seperti alur pelabuhan, dermaga, dan mercusuar. 

Kedua, fasilitas penunjang yang mencakup perkantoran, fasilitas umum, kamar mandi, dan masjid.  Ketiga, fasilitas fungsional yang meliputi tempat pelelangan ikan, pasar ikan, pengolahan ikan, dan bongkar docking kapal. "Tiga fasilitas inilah yang ada di dalam perjanjian kerja sama dengan swasta," ujarnya.

Terkait keberadaan deretan bambu di perairan Tarumajaya ini, Ahman menegaskan, jelas kepemilikannya, sehingga tidak bisa dianggap misterius. "Ya misterius itu kan karena tidak tahu siapa pemiliknya. Kalau di sini memang jelas pemiliknya, tidak misterius. Ini DKP Jabar, kerja sama dengan perusahaan ini, ini MAN, dan semuanya punya legalitas masing-masing," tegasnya. 

Sementara itu, anggota DPRD Kabupaten Bekasi Marjaya Sargan menyampaikan pagar laut di Bekasi berbeda dengan di Tangerang, Banten. Menurutnya, pembuatan pagar laut di Bekasi ini untuk Pelabuhan Pangkal Pendaratan Ikan (PPI).

"Beda Bekasi mah. Itu buat Pelabuhan PPI resmi. Beda kayak di Tangerang, bukan misterius," kata Marjaya. 

Pembangunan kawasan PPI Paljaya itu merupakan kegiatan Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Barat. Lantas, DKP Jawa Barat menggandeng pihak ketiga melakukan upaya pengembangan.

Terpisah, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan mereka tidak pernah mengeluarkan izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) untuk pembangunan pagar laut yang ditemukan di Bekasi, Jawa Barat.

"KKP belum pernah menerbitkan KKPRL untuk pemagaran bambu yang dimaksud," kata Staf Khusus Menteri KP Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik Doni Ismanto Darwin.

Doni juga mengungkapkan bahwa Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP telah melakukan pemeriksaan langsung ke lokasi. Pada 19 Desember 2024, KKP juga telah mengirimkan surat kepada pemilik pagar laut, meminta penghentian kegiatan yang tidak memiliki izin.

"Tim PSDKP sudah Pulbaket ke lapangan, bahkan pada 19 Desember lalu sudah kirim surat meminta penghentian kegiatan tak berizin itu," ujar Doni. "Itu (pagar laut di Bekasi) yang punya perusahaan. Kami bersurat ke perusahaannya," lanjutnya.

Ia menyebut saat ini KKP masih melakukan pendalaman. Doni belum bisa membeberkan lebih detail dari perusahaan pemilik pagar laut ini karena berkaitan dengan proses penegakan hukum.

(Tribunlampung.co.id/ryo/tribun network/daz/riz/wly/igm/nas)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved