Berita Lampung
Jelang Hari Buruh Internasional, FPSBI-KSN Tuntut Adanya Standar Upah
Menjelang Hari Buruh Internasional, ada beberapa tuntutan buruh. Salah satunya mewujudkan standardisasi upah nasional.
Penulis: Dominius Desmantri Barus | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Menjelang Hari Buruh Internasional, ada beberapa tuntutan buruh.
Salah satunya mewujudkan standardisasi upah nasional.
Ketua Umum Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia-Konfederasi Serikat Nasional (FPSBI-KSN) Yohanes Joko Purwanto mengatakan, Hari Buruh Internasional bisa dijadikan momentum perjuangan pekerja sedunia.
"Kami memberikan catatan kritis atas situasi ekonomi politik dalam tahun terakhir ini, terutama mengenai persoalan ketenagakerjaan dan perburuhan," ujar Yohanes, Rabu (23/4/2025).
"Kondisi perburuhan indonesia yang mengalami ketertindasan atas sistem politik upah murah yang tiada hentinya. Bahkan hal tersebut semakin menggurita dan dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif oleh persekongkolan peguasa dan pengusaha," sambungnya.
Ia merasa UMP yang ditetapkan pemerintah masih terlalu kecil.
"Di awal tahun 2025 kenaikan upah hanya naik besaran 6,5 persen. FPSBI-KSN menilai bahwa pemerintah hanya menjalankan politik upah murah," kata Yohanes.
"Bagaimana tidak, bila bicara kesejahteraan sebagai dasar dari ukuran besaran upah tersebut itu tidak terpenuhi. Meski kenaikan UMP 2025 dianggap sudah bagus, hal itu sebenarnya tidak sesuai dengan tuntutan para buruh atau pekerja," sambungnya.
Pasalnya, kata dia, ada beberapa iuran yang dipaksakan oleh pemerintah yang harus dibayarkan oleh buruh.
"Seperti besaran iuran tabungan perumahan rakyat 2,5 persen yang masih dilakukan penolakan oleh buruh. Ditambah lagi adanya kenaikan PPN sebesar 12 persen. Kemudian iuran BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan yang juga harus dibayarkan buruh merupakan beban bagi buruh," jelas Yohanes.
"Dengan banyaknya potongan seperti itu tidak menambah penghasilan buruh secara signifikan," sambungnya.
Ia mengatakan seharusnya negara mulai memutuskan dan memikirkan bagaimana nasib buruh se-Indonesia bukan diserahkan ke masing masing daerah.
Menurutnya, standar upah buruh diperhatikan oleh negara.
"Karena PNS, tentara, polisi, pegawai BUMN saja bisa. Kenapa buruh tidak bisa dibuat standar upahnya," ujarnya.
Ia juga menyoroti aturan tentang tenaga harian lepas atau sukarela (kontrak).
"Kami mencatat tidak sedikit pekerjaan inti perusahaan (core business) yang dilakukan oleh tenaga outsourcing. Dan juga pekerjaan tetap yang dikerjakan secara terus menerus yang buruhya selama bertahun-tahun masih menyandang status buruh kontrak," terang Yohanes.
"Ditambah lagi pemberangusan serikat buruh selalu menjadi ancaman serius bagi para pengurus serikat atau aktivis buruh dalam memperjuangkan nasibnya. Tindakan ini selalu dilakukan oleh pengusaha sebagai upaya melanggengkan pelanggarannya," sambungnya.
Ia mengatakan ketika buruh melakukan upaya perjuangan untuk mendapatkan hak dan mengubah nasibnya ke arah yang lebih baik pengusaha membalasnya dengan tindakan PHK terhadap pengurus, memutasi kerja pengurus dengan alasan-alasan yang mengada-ngada
Seringkali permasalahan ketenagakerjaan yang diadvokasi oleh organisasi adalah permasalahan union busting (pemberangusan serikat pekerja).
"Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan penegakkan hukum yang menjadi dalang langgengnya tindakan union busting. Hal ini perlu menjadi catatan bahwa negara harus hadir dalam melindung hak setiap warga negaranya dalam berdemokrasi," ujarnya.
Ia mengatakan masih banyak buruh yang dibayar dibawah upah standar.
"Meskipun biaya hidup terus meningkat. banyak buruh di beberapa sektor masih dibayar di bawah standar yang layak. Membuat mereka sulit untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka dan keluarga mereka," ujarnya.
Ia juga menyoroti beberapa kecelakaan kerja, yang menurut terjadi karena perusahaan tidak melengkapi dengan K3 yang baik.
"Kemudian kondisi kerja yang kurang aman di beberapa sektor, terutama industri dan konstruksi, kondisi kerja ini seringkali tidak aman. Kurangnya perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat mengakibatkan risiko cedera serius atau bahkan kematian bagi para buruh," ujarnya.
Dirinya juga menyoroti hak-hak buruh yang terkadang tidak didapat.
"Namun hal lain juga beberapa buruh ketika menghadapi kesulitan dalam memperoleh perlindungan hukum terhadap eksploitasi atau ketidakadilan di tempat kerja," ujarnya
"Hal itu karena kurangnya penegakan hukum atau akses terhadap sistem peradilan yang membuat mereka rentan terhadap penyalahgunaan oleh majikan atau pihak lain," sambungnya.
Pihaknya juga menyoroti angka pengangguran yang saat ini makin banyak.
"Ditambah lagi tingginya angka pengangguran yang kesulitan dihadapi oleh penduduk setempat dalam mencari pekerjaan. Meskipun dalam sektor pertanian dan perdagangan sebagai penyumbang utama lapangan kerja, variasi pekerjaan terbatas menimbulkan tekanan ekonomi yang kuat. khususnya di kalangan generasi muda yang mencari peluang lebih luas," ujarnya.
"Dalam hal ini Negara harus hadir dalam mengentaskan pengangguran karena dapat berdampak negatif terhadap pembangunan nasional. Tingginya angka pengangguran juga akan mengakibatkan nilai komponen upah semakin kecil, sehingga berdampak pada pendapatan per kapita nasional. Dan tingginya angka pengangguran juga dapat menyebabkan menurunnya permintaan dan penawaran di pasar yang juga dapat mempengaruhi tingkat investasi suatu negara serta bisa menyebabkan persoalan sosial politik, seperti peningkatan kriminalitas," tukasnya.
(Tribunlampung.co.id/Dominius Desmantri Barus)
4 Desa di Lampung Selatan Bakal Masuk Bandar Lampung |
![]() |
---|
Rusak Kunci Kontak, Pemuda di Lampung Selatan Gasak Motor Milik PNS |
![]() |
---|
Danrem 043/Gatam Beralih dari Brigjen TNI Rikas Hidayatullah ke Brigjen TNI Haryantana |
![]() |
---|
Modus Diajak Makan Bakso, Bocah Lelaki di Lampung Jadi Korban Asusila |
![]() |
---|
Diduga Hendak Tawuran, 2 Pemuda Bawa Sajam Diamankan Polsek Mataram Baru |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.