Berita Lampung

Pemprov Lampung Bahas Penanganan Interaksi Negatif Manusia dan Satwa Liar

Pemprov Lampung menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar

Penulis: Riyo Pratama | Editor: soni yuntavia
dokumentasi
RAKOR - Wagub Lampung Jihan Nurlela saat menggelar rapat koordinasi (rakor) Tim Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar di Ruang Rapat Sakai Sambaian, Kantor Gubernur Lampung, Rabu (13/8/2025).   

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar di Ruang Rapat Sakai Sambaian, Kantor Gubernur Lampung, Rabu (13/8/2025).

Rakor dipimpin Wakil Gubernur Lampung Jihan Nurlela, diikuti Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS), dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu–Lampung.

Pertemuan ini membahas langkah strategis penanganan interaksi negatif antara manusia dan satwa liar, khususnya gajah dan harimau sumatera, yang dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan korban jiwa dan kerugian ekonomi signifikan.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Y. Ruchyansyah memaparkan, sepanjang 2024–2025 di TNBBS tercatat delapan insiden konflik harimau sumatera yang mengakibatkan tujuh korban jiwa.

Sementara di Lampung Timur, Juni 2025, sekelompok gajah memasuki perkebunan di perbatasan Desa Braja Asri dan Braja Sakti, menyebabkan kerugian besar.

Dalam sepuluh tahun terakhir, konflik manusia–gajah di Way Kambas rata-rata terjadi 185 kali per tahun di 13 desa terdampak.

Di Bukit Barisan Selatan tercatat rata-rata 53 kasus per tahun di 12 desa.

Sementara konflik manusia–harimau rata-rata 22 kejadian per tahun di 14 desa, mengakibatkan kehilangan 192 ekor ternak dan korban jiwa manusia.

Wagub Jihan menilai forum koordinasi penanganan konflik selama ini belum berjalan optimal.

Ia menegaskan, SK Tim Koordinasi yang dibentuk sejak 2021 perlu diverifikasi ulang, dengan anggota yang diperluas hingga melibatkan bupati/wali kota, akademisi, dan media.

“Keterlibatan akademisi penting untuk riset berkala terkait populasi satwa liar dan kondisi habitatnya, sehingga penanganan berbasis data bisa dilakukan,” ujarnya.

Jihan juga menekankan perlunya Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan konflik yang jelas, agar pembagian tugas antarinstansi tegas dan mitigasi berjalan efektif.

Ia merinci tiga langkah prioritas yang perlu diperkuat, yaitu:

1. Verifikasi ulang SK Tim Koordinasi dengan melibatkan pihak terkait secara luas.

2. Penyusunan SOP penanganan konflik yang detail dan terukur.

Halaman
12
Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved