Berita Terkini Nasional

Polisi Tangkap 5 Orang yang Akali Sistem Judol, DPR Desak Buru Bandarnya 

Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) menangkap lima orang karena diduga mengakali sistem dan merugikan bandar judi online (judol).

Editor: taryono
TribunJogya.com/Miftahul Huda/Dok. Satpol PP Kota Yogyakarta
JUDOL - Lima tersangka dan barang bukti kasus judi online (judol) di Banguntapan diperlihatkan kepolisian saat jumpa pers, Kamis (31/7/2025). DPR nilai ada kejanggalan di kasus penangkapan 5 tersangka judi online yang diduga mengakali sistem dan rugikan bandar judi di Yogya. 

Tribunlampung.co.id, Jakarta - Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (Polda DIY) menangkap lima orang karena diduga mengakali sistem dan merugikan bandar judi online (judol).

Namun penangkapan tersebut menuai sorotan dari banyak pihak, terutama DPR RI.

Pasalnya, polisi tak juga menangkap  bandar judi online (judol).

Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding mengatakan semestinya kasus ini menjadi pintu masuk untuk memburu dalang alias bandar di balik maraknya judi online

Dia menyebut Polisi semestinya dapat memanfaatkan lima orang yang ditangkap itu untuk menyelidiki akun-akun judol, termasuk membuka ke publik siapa yang melapor. 

"Ada keganjilan yang tidak bisa diabaikan. Seharusnya yang disikat polisi, ya bandarnya, dan kasus ini pintu masuknya. Kalau yang melapor bandarnya, kenapa polisi nggak nangkap. Dan kalaupun bukan, kenapa polisi tak tangkap bandarnya?” kata  Sarifuddin Sudding kepada wartawan, Sabtu (9/8/2025). 

Politisi PAN itu pun merasa ironi karena cepatnya polisi menangani kasus yang merugikan bandar judol.

"Namun keberadaan bandar yang jelas-jelas merupakan pelaku utama justru tak tersentuh. Ini seperti membiarkan akar kejahatan tetap tumbuh, dan hanya memangkas rantingnya. Kan ironis,” tuturnya.

Sudding menilai, penangkapan terhadap lima pelaku yang memanfaatkan celah teknis dalam sistem promosi situs judi online justru membuka fakta bahwa sistem judol itu sendiri beroperasi secara ilegal, merusak masyarakat, dan telah lama dibiarkan tumbuh subur di ruang digital Indonesia.

"Pertanyaannya bukan siapa yang mengakali sistem, tapi kenapa sistem judi online yang ilegal ini bisa terus beroperasi tanpa disentuh aparat? Siapa yang membiarkan? Siapa yang diuntungkan? Jangan sampai penegakan hukum ini digunakan untuk mengamankan kepentingan para bandar," lanjut dia.

Sudding mengingatkan bahwa aparat penegakan hukum tidak boleh diskriminatif, apalagi dalam menangani kasus dengan dampak sosial dan ekonomi yang luas seperti judi online

Terlebih, judi digital telah menjadi epidemi sosial yang menyasar masyarakat bawah, merusak kehidupan keluarga, dan menjerat generasi muda dalam jeratan utang dan kecanduan.

"Jangan sampai aparat justru terlihat lebih sigap saat pelaku yang ditangkap 'merugikan bandar', tapi lambat saat yang dihadapi adalah para bandar yang merugikan masyarakat,” pesan Sudding.

“Kalau benar aparat bertindak atas laporan masyarakat, seharusnya yang diburu adalah bandar yang menciptakan ekosistem judi itu sendiri," tambahnya.

Sudding pun mendesak Polda DIY untuk bersikap profesional, transparan, dan akuntabel, serta membuka ke publik siapa aktor-aktor besar di balik operasi situs judi online tersebut. 

"Sudah saatnya aparat penegak hukum berhenti mengejar pelaku-pelaku kecil dan mulai membongkar struktur bisnis ilegal yang melibatkan bandar besar, jaringan pembayaran, serta potensi pembiaran oleh oknum aparat," kata Sudding. 

Dia mendorong dilakukannya audit menyeluruh terhadap situs-situs judi online yang aktif di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya, termasuk penelusuran aliran dana, penggunaan dompet digital, serta potensi kerja sama sistematis yang memungkinkan bisnis ilegal ini tetap berjalan.

"Kalau serius memberantas judi online, tidak cukup hanya menangkap pelaku teknis di permukaan. Perlu keberanian politik dan integritas hukum untuk menyentuh para pengendali utama judi online ini," sebutnya. 

Sudding menegaskan, Komisi III DPR yang membidangi urusan hukum dan bermitra dengan Polri itu berkomitmen untuk melakukan supervisi ketat terhadap aparat penegak hukum, termasuk dalam penanganan kasus-kasus judol.

"Dan memastikan bahwa penegakan hukum dijalankan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bukan menjadi instrumen perlindungan bagi kejahatan digital terorganisir," pungkas Sudding.

Seperti diberitakan, Polda DIY berhasil mengamankan lima orang pelaku atau operator yang diduga mengakali sistem promo situs judol. 

Kelima pelaku disebut merugikan bandar judol karena memiliki banyak akun yang dapat membobol dan menarik uang atau cashback dan promo di situs judol.   

Kelima pelaku diamankan melalui aksi penggerebekan di sebuah rumah, daerah Banguntapan, Bantul, Kamis (10/7). 

Lima pelaku yang telah diditetapkan sebagai tersangka adalah RDS (32), EN (31), dan DA (22) warga Bantul serta NF (25) warga Kebumen dan PA (24) warga Magelang.

Nama pertama bertindak sebagai koordinator, sementara empat lainnya sebagai operator.

Para tersangka bermain judi online secara terorganisir dengan memanfaatkan celah pada promo situs judi. Setiap orang memainkan 10 akun dalam satu perangkat komputer per hari. 

Aksi mengakali sistem judi online itu berlangsung selama satu tahun di Yogyakarta. Setiap bulan setidaknya ada keuntungan sebesar Rp50 juta yang masuk ke rekening RDS. Sementara empat karyawannya dibayar Rp1,5 juta per minggu.

Menurut pihak kepolisian, mereka menyelidiki kasus ini berdasarkan keterangan masyarakat. Namun publik bertanya-tanya, siapakah masyarakat yang dimaksud itu dan menduga pelapor adalah bandar judol yang dirugikan atas aksi 5 warga Yogya tersebut.

Polda DIY Luruskan Fakta Penangkapan Lima Pelaku Judi Online di Banguntapan

Penangkapan lima tersangka pemain judi online (judol) slot oleh Polda DIY mengundang tanya besar dari masyarakat di media sosial (medsos).

Tak sedikit dari netizen bertanya-tanya mengapa lima pemain slot yang mengakali bandar dengan 40 akun setiap hari yang justru ditangkap.

Warganet juga menanyakan apakah pelapor dalam kasus pengungkapan judol di Banguntapan itu merupakan bandar slot yang merasa dirugikan atas ulah lima pemain tersebut.

Merespons hal itu, Polda DIY meluruskan informasi yang berkembang di masyarakat terkait penangkapan lima orang pelaku aktivitas judi online yang dilakukan oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), yang sebelumnya telah dirilis pada Kamis (31/7/2025) lalu.

Kasubdit V/Siber Ditreskrimsus Polda DIY, AKBP Slamet Riyanto, menegaskan bahwa proses penindakan bermula dari laporan masyarakat, yang ditindaklanjuti oleh Ditreskrimsus Polda DIY.

“Informasi awal berasal dari warga yang melihat dan mendengar bahwa ada aktivitas mencurigakan dari para pelaku. Informasi tersebut dikembangkan oleh kami yang bekerjasama dengan intelijen, kemudian kami tindaklanjuti secara profesional,” ujar AKBP Slamet, Rabu malam (6/8/2025).

Dari hasil pemeriksaan, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan telah dilakukan penahanan, terdiri dari empat operator dan satu koordinator berinisial RDS. 

Mereka menjalankan praktik judi online dengan cara mengumpulkan dan memanfaatkan situs-situs yang menawarkan promosi untuk pengguna baru.

“Para pelaku merupakan pemain judi online dengan modus memainkan akun-akun dan memanfaatkan promo untuk menambah deposit,” tegasnya.

Saat ini kasus tersebut telah masuk ke tahap penyidikan sebagai bentuk komitmen Polda DIY melakukan penegakan hukum terhadap segala bentuk perjudian dan tindak pidana online.

Apabila di kemudian hari ditemukan bukti keterlibatan bandar atau jaringan yang lebih besar, akan diproses hukum secara tegas dan transparan.

“Siapa pun yang terlibat dalam aktivitas judi akan kami tindak. Mulai dari pemain, operator, pemodal, hingga bandar dan pihak-pihak yang mempromosikan. Tidak ada toleransi untuk perjudian dalam bentuk apa pun,” lanjut AKBP Slamet.

Sementara itu, Kabid humas Polda DIY, Kombes Pol Ihsan, mengucapkan terimakasih kepada masyarakat yang telah memberikan informasi adanya praktik perjudian di wilayah DIY.

"Keberhasilan pengungkapan kasus ini juga bagian dari peran dan partisipasi masyarakat dalam melaporkan aktifitas judi online tersebut, tegas Kombes Ihsan.

Dirinya juga mengimbau masyarakat untuk tidak terlibat dalam semua aktifitas judi online karena merupakan kejahatan dan mengajak masyarakat untuk melaporkan apabila mengetahui adanya aktivitas perjudian di wilayahnya

Baca juga: Komisi III DPR Kritik Penangkapan 5 Tersangka Judi Online di Jogja: Kenapa Bandarnya Tak Ditangkap?

(Tribunlampung.co.id/Tribunnews.com)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved