EDITORIAL TRIBUN LAMPUNG

Marwah Daud Ibrahim: Antara Karamah dan Taklid Buta

Penulis: Andi Asmadi
Editor: Andi Asmadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dimas Kanjeng

EDITORIAL Tribun Lampung
Jumat, 30 September 2016

MARWAH Daud Ibrahim (59) adalah seorang cendekia yang mengenyam pendidikan tinggi di Amerika Serikat. Ia pernah menjadi pimpinan dari organisasi para cendekia Muslim, yakni sebagai Ketua Presidium Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). Pada masanya, ia dikenal sebagai politisi yang memiliki sikap kritis dengan nalar yang tinggi.

Ada satu kata yang kemudian membuat orang-orang bertanya, apakah Marwah Daud masih memiliki nalar yang lurus? Kata itu adalah karamah atau karomah atau dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ditulis sebagai "keramat".

Keramat diartikan sebagai suci dan dapat mengadakan sesuatu di luar kemampuan manusia biasa karena ketakwaannya kepada Tuhan. Juga dapat diartikan sebagai "suci dan bertuah yang dapat memberikan efek magis dan psikologis kepada pihak lain".

Banyak orang yang menjadi terheran-heran, mengapa Marwah Daud mau menjadi pengikut Dimas Kanjeng Taat Pribadi, malah menjadi ketua yayasan yang mengorganisasikan kegiatan sekitar 20 ribu orang lainnya yang juga menjadi pengikut Dimas Kanjeng? Bahkan, ketika Dimas Kanjeng ditangkap polisi, ia tampil melakukan pembelaan, sampai- sampai hendak mensomasi Presiden Jokowi?

Itu tadi, Marwah Daud terpesona pada Dimas Kanjeng yang menurut dia memiliki karamah. Yang dia maksud dengan karamah adalah "kemampuan" Dimas Kanjeng untuk memunculkan uang yang diambil dari balik jubah. Ia mengaku melakukan salat istikarah sebelum sampai pada keyakinan bahwa Dimas Kanjeng adalah sosok yang dipilih Tuhan untuk mendapatkan karamah.

Menjadi hak bagi Marwah Daud untuk percaya atau tidak percaya pada kemampuan Dimas Kanjeng, apakah itu tergolong karamah atau bukan. Namun, dengan logika sederhana, kita bisa mempertanyakan, apakah kemampuan Dimas Kanjeng itu benar-benar murni "kemampuan" yang diberikan Allah atau hanya tipu muslihat yang memperdaya seorang doktor lulusan Amerika dan ribuan orang lainnya?

Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah tegas menyatakan, apa yang diperlihatkan oleh Dimas Kanjeng bukanlah karamah dan patut diduga hanya merupakan tipuan. Sebagaimana dikatakan oleh Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, Cholil Nafis, karamah untuk waliyullah atau orang-orang yang dipilih oleh Allah.

Ada, memang, cerita tentang karamah pada orang-orang terpilih dan berjuang di jalan Allah. Misalnya, yang terjadi pada Usayd ibn Hudhayr ketika membaca Surat Al-Kahfi, para malaikat turun oleh sebab bacaannya tersebut. Atau Imran bin Husain, malaikat memberi salam kepadanya.

Namun, dari sikap, perbuatan, dan perkataan yang ditunjukkan oleh Dimas Kanjeng, ia sesungguhnya tidak layak menjadi waliyullah. Ia hanya sosok biasa yang sarat dengan kepentingan duniawi, yang bahkan ketika hendak ditangkap oleh tim gabungan Polda Jatim, malah bersembunyi di balik pintu.

Kita jangan sampai terpedaya oleh aksi sulap dan pemanfaatan jin atau sebangsanya untuk menutup mata dan hati manusia. Banyak kejadian, seseorang yang mengaku diri kiai secara kasat mata bisa menghadirkan cincin dalam sekejap atau menggenggam keris dalam sekelebat. Kejadian itu secara logika susah diterjemahkan dan dianalisa, namun sejatinya kita tidak lantas menyebut kemampuan seperti itu sebagai karamah.

Keyakinan kita pada agama dan dogma yang menyertainya seringkali disalahgunakan oleh orang-orang tertentu untuk mendapatkan kepercayaan yang berujung pada taklid buta. Sayang sekali orang pintar seperti Marwah Daud di hari tuanya justru kehilangan daya pikir dan terjebak pada hal-hal klenik.(****)

Berita Terkini