“Maklum, saya kan orang kampung, tukang warung pinggir jalan, kok bisa ketemu langsung dengan presiden,” rasa bangga menggelegak dalam suaranya.
Ia melihat, pada jamuan makan saat itu, piring Pak Harto hanya berisi tahu dan tempe, agaknya berpantang kangkung.
Baca: Sepintas Boneka Ini Biasa, Tapi Saat Roknya Terangkat Hal Janggal Terkuak!
Sedangkan, Ibu Tien berpantang tauge.
Selesai acara di Istana Tampaksiring, rombongan pindah ke kawasan Pantai Sanur, di wisma Mr Kajima.
Baiq juga diminta menyiapkan makan malam.
Dari dapur, bersama juru masak lain, ia melihat Soeharto masuk ke dalam kamar, dan mereka menunggu-nunggu, bagaimana penampilan Jenderal Besar itu sehari-hari.
Begitu yang ditunggu keluar kamar, mereka pun bergunjing.
“Pak Harto hanya memakai kaus oblong putih, dan sarung putih kotak-kotak cokelat, juga memakai selop jawa. Santai sekali,” ujar istri Fathoni Akbar itu.
Soeharto memandangi para cucunya, yang sedang asyik bermain di kolam renang.
Karena sudah sore, para ajudan dan pengasuh sibuk meminta para cucu naik dari kolam renang.
Dasar anak-anak, mereka tak memedulikan anjuran itu.
Akhirnya, Pak Harto sendiri yang turun tangan.
Ia tiba-tiba muncul di pintu sembari memanggil cucu-cucunya, dan mengisyaratkan hari mau hujan seraya menunjuk ke langit.
“Eh, tak ada semenit, hujan benar-benar turun. Kami para juru masak saling berpandangan, Pak Harto sakti kali ya! Kami saling berbisik.”