TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Sebagian besar rudal yang ditembakkan Amerika Serikat, Inggris, dan Perancis ke Suriah berhasil ditangkis sistem pertahanan udara Suriah.
Demikian rilis resmi Kementerian Pertahanan Rusia seperti dilansir dari RT.com.
Meski begitu, unit pertahanan udara Rusia tidak terlibat langsung dalam aksi memukul mundur serangan Barat/ Sekutu tersebut.
Sejauh ini pihak Barat telah menembakkan sedikitnya 128 rudal jelajah ke fasilitas militer dan sipil di Suriah.
Serangan itu dilakukan oleh dua kapal AS yang ditempatkan di Laut Merah, dengan dukungan udara taktis pembom-pembom Rockwell B-1 Lancerr dari pangkalan udara koalisi di Al-Tanf, provinsi Homs Suriah.
Baca: Ini Cara Membuat Pasangan Ketagihan dengan Ciuman Kita Berikan
Bandara Udara Suriah Al-Dumayr, yang terletak 40 km timur laut dari Damaskus, diserang oleh 12 rudal jelajah.
Semua rudal dihadang oleh sistem pertahanan udara Suriah.
Untuk menangkis serangan, Damaskus menggunakan sistem rudal permukaan-ke-udara buatan Soviet.
Termasuk S-125 (NATO menyebutnya SA-3 Goa), S-200 (SA-5 Gammon), 2K12 Kub (SA-6 Gainful) ) dan Buk.
Kemenhan Rusia mengatakan, militer Suriah yang menggunakan sistem pertahanan udara S-200 sukses merontokkan 71 misil jelajah Tomahawk yang digunakan AS.
Baca: Anda Perlu Tahu, Ini Tiga Waktu Berbahaya untuk Mandi
Padahal, menurut Kemenhan Rusia, sistem pertahanan S-200 yang dimiliki Suriah sudah terbilang kuno karena dibuat di masa kejayaan Uni Soviet.
Sistem pertahanan darat ke udara (SAM) S-200 ini dibuat pada dekade 1960-an untuk melindungi sebuah area luas dari serangan pesawat pengebom atau pesawat strategis lainnya.
Sistem ini biasa digunakan untuk melindungi tempat-tempat penting misalnya pusat pemerintahan, industri, dan fasilitas militer.
Sistem pertahanan ini juga "tidak manja" karena bisa digunakan dalam cuaca dan iklim apa pun.
Misil yang ditembakkan sistem pertahanan ini mampu mencapai jarak maksimal hingga 300 kilometer.
Baca: Begini Kondisi Terkini Dokter Terawan Setelah Dipecat IDI
Kecepatan jelajahnya hingga empat kali kecepatan suara di ketinggian antara 300-20.000 meter dari permukaan laut.
Resimen operasional S-200 pertama beroperasi pada 1966 di 18 lokasi dengan 342 peluncur misil pada akhir tahun yang sama.
Meski terbilang kuno, sistem pertahanan ini masih sangat bisa diandalkan, tentu saja dengan perbaikan dan perawatan yang seksama.
Saat ini masih 13 negara yang menggunakan sistem pertahanan udara S-200, termasuk Suriah, Iran, serta negara-negara Asia Tengah bekas Uni Soviet.
Khusus Suriah, negeri ini sudah menggunakan sistem S-200 sejak Januari 1983 dengan membentuk dua batalion pertahanan udara yang masing-masing dilengkapi 24 peluncur rudal.
Baca: Nyeri Dada Akibat Serangan Jantung dan Gejala Asam Lambung Berbeda, Kenali Gejalanya
Kini AD Suriah masih memiliki dua resimen pertahanan udara yang memiliki dua unit baterai S-200.
Pada 2016, AD Suriah membangun dua lokasi pertahanan S-200 di Bandara Kweires dekat kota Allepo.
Tidak diperoleh informasi harga sistem pertahanan S-200 milik Suriah ini.
Yang jelas "peralatan uzur " ini mampu merontokkan 71 misil Tomahawk milik AS yang satu unitnya dihargai 1,87 juta dolar AS atau hampir Rp 26 miliar.
Rusia tidak menyebarkan sistem pertahanan udaranya yang terletak di Suriah untuk mencegat rudal Amerika, Inggris, dan Perancis.
Sebelumnya, Kementerian Pertahanan Rusia mengeluarkan pernyataan, rudal-rudal yang diluncurkan AS dan sekutunya tidak boleh mencapai zona pertahanan Rusia yang melindungi kota Tartus dan Pangkalan Udara Khmeimim. (Intisari.grid.id/Ervan Hardoko)