Asal Usul Sebutan Cebong dan Kampret, Abu Janda Bilang Kedua Pihak Banyak Sebar Hoaks

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Abu Janda.

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Perang di media sosial (medsos) antara kelompok pro dan antipemerintah disebut telah berlangsung setelah Pilpres 2014.

Hal tersebut disampaikan aktivis media sosial Permadi Arya alias Abu Janda, dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC), yang mengangkat tema Kampanye Belum, Perang Socmed Sudah Dimulai, Selasa (21/8/2018).

Abu Janda menyebutkan bahwa perang antara kubu pemerintah dan oposisi sudah berlangsung setelah Pilpres 2014.

Sementara, dirinya hadir untuk menangkal buzzer antipemerintah.

Abu Janda yang propemerintah berpendapat, dia hadir guna menangkis buzzer antipemerintah.

Baca: Andi Arief Sebut Pemeriksaan Abu Janda Terkait Dugaan Ujaran Kebencian Rocky Gerung

Ia pun menyayangkan langkah para buzzer antipemerintah, yang mendeskreditkan pemerintah dengan hoaks dan ujaran kebencian.

"Saya bisa eksis karena menangkis buzzer antipemerintah. Bahwa buzzer ini sudah membangun opini dan narasi dengan upaya mendiskreditkan pemerintah. Sayangnya, menggunakan hoaks dan hate speech (ujaran kebencian)," kata Abu Janda.

Abu Janda lantas membeberkan beberapa isu hoaks, yang selama ini diembuskan, yakni soal kebangkitan PKI.

Menurutnya, isu kebangkitan PKI adalah hoaks.

Sebab jika benar ada, maka TNI Polri pasti akan bertindak.

"Hampir setiap bulan menangkap teroris. Ini polisi dan TNI punya wewenang menangkap PKI. Tidak ada anggota PKI ditangkap. Kalau percaya ada 15 juta PKI, sama saja menghina kedua institusi negara," ungkap Abu Janda.

Kemudian, opini yang menyebutkan Presiden Joko Widodo disebut sebagai raja utang, menurut Abu Janda, juga adalah hoaks.

Menurutnya, sebelum pemerintahan Jokowi, utang Indonesia sudah mencapai Rp 3.700 triliun.

“Utangnya Pak Jokowi juga jelas, membangun infrastruktur, bukan mangkrak," terang Abu Janda.

Isu lain yang ia sebut hoaks adalah isu mengenai banyaknya tenaga kerja asing (TKA) di Indonesia, dan rezim pemerintahan Jokowi adalah anti-Islam.

Padahal, kata Abu Janda, isu maraknya TKA sudah dibantah oleh Kementerian Tenaga Kerja.

Terkait radikalisme ulama, Abu Janda menyebut, hal tersebut adalah hoaks.

"Itu gara-gara ada satu ustaz yang melakukan kriminal, padahal cuma satu ustaz, dan 10 ribu ustaz aman," ujar Abu Janda.

Ia pun bercerita mengenai maraknya perang di media sosial selama empat tahun terakhir.

Bahkan, sebutan cebong untuk pendukung Jokowi dan kampret untuk sebutan pendukung oposisi, dibuat melalui media sosial.

"Itu asal muasal cebong karena, maaf ya, Pak Jokowi disebut Jokodok, dan anaknya disebut cebong," terang Abu Janda.

Sedangkan, lanjut Abu Janda, julukan kampret dianalogikan pikiran para pendukung oposisi, yang selalu memandang buruk pemerintahan Jokowi.

"Kampret kan tidurnya kebalik, jadi otaknya kebalik, mikirnya kebalik, akalnya kebalik. Pak Jokowi bagus dibilang jelek," ujarnya.

Ia tak memungkiri bahwa kedua pihak, pendukung pemerintahan Jokowi dan oposisi, banyak menebar hoaks di media sosial selama empat tahun terakhir.

Maka seharusnya, polisi bertindak tegas.

Apalagi saat ini, Abu Janda menerangkan, memasuki tahapan Pilpres 2019, penyebaran hoaks di media sosial semakin parah.

Artikel ini telah tayang di TribunWow.com dengan judul "Perang di Medsos, Abu Janda Ceritakan Asal Muasal Sebutan Kampret dan Cebong".

---> Jangan lupa subscribe Channel YouTube Tribun Lampung News Video

Tags:

Berita Terkini