TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BATAM - Sebuah SMK swasta di Batam, Kepulauan Riau ketahuan menerapkan praktik tindak kekerasan ala militer.
Bahkan, sekolah dilengkapi sel tahanan untuk menghukum para muridnya.
Hal tersebut menjadi temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Baca: KPAI Temukan Sekolah Dilengkapi Sel Tahanan di Batam: Siswa SMK Diajarkan Menembak
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan, Retno Listyarti mengatakan, sekolah dilengkapi sel tahanan menjadi pengalaman pertama bagi KPAI.
"KPAI dan KPPAD Kepulauan Riau (Kepri) menerima laporan mengejutkan, terkait adanya siswa yang dimasukkan dalam sel tahanan di sebuah SMK swasta di Batam," kata Retno, saat konferensi pers di Kantor KPAI, Jakarta Pusat, Rabu (12/9/2018).
"Dalih penahanan seorang anak diduga atas nama mendisiplinkan karena ada pelanggaran yang dilakukan siswa di sekolah tersebut," lanjut dia.
Kronologi kejadian berawal saat korban yang berinisal RS (17), dituduh mencuri uang saat melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL).
Korban mengatakan tidak melakukan hal tersebut.
Tetapi, ia dipaksa untuk mengakuinya.
Hal itu membuatnya melarikan diri.
Akhirnya, dia kembali ke Kota Batam melalui Bandara Hang Nadim.
Dia dijemput paksa oleh pelaku berinisial ED.
Sang pelaku merupakan anggota kepolisian dan pemilik modal sekolah tersebut.
Saat penjemputan paksa tersebut, RS diborgol sehingga disaksikan publik.
Baca: Mendikbud Perintahkan Usut Sekolah Dilengkapi Sel Tahanan di Batam
Dia juga dipukul oleh pelaku ketika sudah berada dalam mobil.
Setelah itu, RS dijebloskan ke "penjara" di sekolah, dan kembali menerima tindak kekerasan.
"Pada 8 September 2018 yang lalu, RS mendapatkan hukuman fisik, disuruh berjalan jongkok di perkarangan sekolah yang beraspal dalam kondisi tangan masih diborgol, dan disaksikan teman-temannya yang lain," ujar Retno.
Kejadian tersebut disebarkan oleh oknum pelaku melalui media sosial, dan aplikasi pesan instan kepada sanak keluarga korban.
Perundungan tersebut membuat RS mengalami trauma berat.
Sehingga, ia membutuhkan penanganan medis dan psikis.
Retno mengatakan, proses belajar di sekolah tersebut juga tidak maksimal karena lebih banyak menerapkan pelatihan ala militer.
"Menurut informasi yang diterima, proses belajar mengajar tidak berjalan sebagaimana mestinya karena kurang porsi jam belajar dengan guru lainnya. Siswa tidak fokus belajar, tapi fokus latihan semimiliter," ujar Retno.
"Siswa-siswa diajarkan menembak dengan senapan angin. Selain itu juga mengemudikan mobil dalmas milik sekolah," lanjut dia.
Atas penemuan kasus tersebut, KPAI berencana menempuh jalur hukum agar kasus serupa tidak terulang. (kompas.com)
---> Jangan lupa subscribe Channel YouTube Tribun Lampung News Video