KDRT di Bandar Lampung Masih Sering Terjadi - Faktornya Masalah Ekonomi hingga Cemburu

Penulis: Bayu Saputra
Editor: Yoso Muliawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi KDRT

LAPORAN REPORTER TRIBUN LAMPUNG BAYU SAPUTRA, Hanif Mustafa, Eka Ahmad Sholichin

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) masih sering terjadi di Bandar Lampung. Penyebabnya ada tiga hal, mulai dari masalah ekonomi, cemburu terhadap pasangan, hingga perselingkuhan.

Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung Inspektur Dua Elia Herawati mengungkapkan, jumlah kasus KDRT berdasarkan laporan di kepolisian hingga Agustus 2018 sebanyak 21 kasus. Ini belum termasuk satu laporan yang masuk ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polresta, Minggu (23/9/2018). Dalam kasus terbaru itu, ibu rumah tangga berinisial In mengadukan suaminya atas dugaan KDRT.

"Sampai Agustus, ada sekitar 21 perkara KDRT yang masuk ke polresta. Hanya Februari yang nihil perkara. Januari (1 perkara), Maret (4), April (2), Mei (2), Juni (2), Juli (4), dan Agustus (6)," jelas Elia di ruang kerjanya, Selasa (25/9/2018).

Elia memperkirakan jumlah kasus KDRT di Bandar Lampung bisa bertambah hingga akhir tahun nanti.

"Perbandingan dengan tahun (2017) lalu, ada 25 kasus KDRT," kata Elia. "Kemungkinan (kasus tahun ini) bisa bertambah, karena masih ada empat bulan lagi (September-Desember)," sambungnya.

Dari catatan Unit PPA Polresta, setidaknya ada tiga faktor yang menjadi penyebab terjadinya KDRT. Ketiganya adalah masalah ekonomi dalam rumah tangga pasangan suami istri, cemburu terhadap pasangan, dan perselingkuhan.

"Ketiga faktor tersebut sangat dominan dalam perkara KDRT, dari kesimpulan kami. KDRT sangat rentan terjadi akibat tiga faktor itu," ujar Ipda Elia Herawati.

Untuk menghindari terjadinya KDRT, pihaknya mengimbau pasangan suami istri menjalin hubungan dengan komunikasi dan kepercayaan.

"Harus ada keterbukaan di antara pasutri," kata Elia.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Polresta Bandar Lampung Komisaris Harto Agung Cahyono menambahkan, pasutri harus memperlakukan pasangannya sebaik mungkin.

"Jangan sampai ada kekarasan. Jika terbukti, maka akan terjerat hukuman pidana," ujarnya.

Paksa Ajak Anak Jalan-jalan

Dalam laporan di Polresta Bandar Lampung, ibu rumah tangga berinisial In (38) mengadukan suaminya atas dugaan perlakuan kasar. Ia mengaku sudah menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) lebih dari sekali.

"Sebenarnya saya dan suami sedang proses cerai. Tapi, dia berbuat kasar sama saya. Dan, ini yang kedua kalinya," tutur In di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu Polresta Bandar Lampung, Minggu (23/9/2018).

Perlakuan kasar terakhir, beber In, terjadi pada Sabtu (22/9/2018). Lokasinya di depan toko miliknya.

"Kejadiannya sekitar jam setengah 6 (petang pukul 17.30 WIB). Kebetulan toko saya belum tutup. Dia datang, mau ajak anak kami yang paling kecil jalan-jalan," jelasnya.

Saat itu, In melarang suaminya mengajak anak mereka jalan-jalan lantaran sang anak sedang sakit batuk dan pilek.

"Saya enggak bolehin karena sedang sakit. Tapi, dia narik tangan anak saya. Sempat tarik-tarikan, tapi akhirnya saya lepas karena enggak tega," tutur In.

Setelah itu, lanjut In, suaminya membekapnya hingga ia merasa kesakitan.

"Badan saya sampai sakit-sakit. Dia juga cakar tangan saya," ujar In.

Sebelumnya, In mengaku mendapat perlakuan kasar dari suaminya berupa pukulan hingga memar. Peristiwa itu, menurut dia, terjadi pada tahun 2017 lalu.

"Wajah saya kena pukul sampai memar di mata kanan. Gendang telinga kiri saya pecah. Enggak saya laporkan karena saya masih mikirin anak," katanya.

Laporan In di Polresta Bandar Lampung tercatat dengan nomor TBL/B-1/3793/IX/2018/LPG/SPKT/Resta Balam.

Terkait laporan tersebut, Kasat Reskrim Polresta Bandar Lampung Komisaris Harto Agung Cahyono menyatakan akan mengecek terlebih dahulu.

"Yang jelas, akan kami proses secara prosedural," ujarnya.

Senada, Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung Inspektur Dua Elia Herawati menjelaskan, pihaknya masih melakukan penyelidikan.

"Yang bersangkutan (In) baru saja melaporkannya pada Minggu (23/9/2018) lalu. Kami masih bekerja," katanya.

Gagal Selesaikan Masalah

Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung Diah Utaminingsih mengungkapkan, KDRT bisa terjadi ketika pasangan suami istri tidak mampu menyelesaikan masalah hingga berujung konflik.

"Konflik dalam rumah tangga sebenarnya ada sisi positif dan sisi negatifnya. Asalkan, pasutri mampu menyelesaikan konflik itu secara baik, termasuk ada win-win solution (solusi terbaik di antara dua belah pihak)," kata Diah, Selasa (25/9/2018).

Dengan adanya konflik, jelas Diah, pasutri bisa saling mengetahui apa yang disuka dan tidak disuka dari pasangan.

"Namun, yang menjadi masalah adalah ketika konflik itu gagal terselesaikan, sehingga memunculkan emosi yang meledak-ledak. Ketika tidak mampu mengontrol emosi, apalagi memiliki kecenderungan bersikap konfrontatif dan berkonflik secara fisik, saat itulah terjadi KDRT," paparnya.

Diah mencontohkan, ada rumah tangga yang sepertinya baik-baik saja. Namun, sambung dia, ketika ada suatu masalah, langsung membesar hingga terjadi KDRT.

"Bisa jadi, kondisi rumah tangga pasutri itu sebenarnya bukan baik-baik saja. Melainkan, ada segumpal masalah yang tidak terkomunikasikan sampai akhirnya menjadi bom waktu. Dan, ketika bom waktu itu meledak, saat itulah menjadi ajang meluapkan rasa marah yang tersimpan," terangnya.

Antara suami dan istri, menurut Diah, memang harus bisa memahami karakter serta posisi dan peran masing-masing. Selain itu, komunikasi dan rasa percaya menjadi kunci utama.

Pasutri, jelas Diah, juga harus memiliki tujuan: mau membawa ke arah mana dan bagaimana membangun keluarga tersebut. Misalnya, pasutri memiliki konsep bagaimana cara mendidik anak serta mengatur hal-hal operasional dalam rumah tangga.

"Bagi pasutri yang rumah tangganya memasuki usia pertengahan, bisa meluangkan waktu untuk bersama atau quality time tanpa gangguan anak-anak. Pasutri bisa me-refresh lagi kenangan mereka," ujar Diah.

"Kuncinya, ketika menghadapi suatu masalah, maka pasutri harus memiliki aturan main. Aturan main itulah yang perlu dikomunikasikan dan dibangun bersama agar menjadi suatu budaya atau nilai dalam rumah tangga tersebut," tandasnya.

---> Jangan lupa subscribe Channel YouTube Tribun Lampung News Video

Berita Terkini