10 Fakta Baru Sidang Zainudin Hasan, Beli Vila Hingga Aliran Dana dari Agus BN
Laporan Reporter Tribun Lampung Daniel Tri Hardanto
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Banyak fakta baru terungkap dalam persidangan perkara dugaan suap proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan, khususnya yang berhubungan dengan terdakwa Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan.
Selama Januari-Februari 2019, Zainudin Hasan menjalani dua kali sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Tanjungkarang, yakni pada Senin, 14 Januari 2019 dan Senin, 4 Februari 2019.
Berikut 10 fakta terbaru dalam sidang tersebut:
Senin, 4 Februari 2019
1. Zainudin Hasan diketahui membeli vila di Pulau Tegal Mas milik Thomas Aziz Riska.
Saat itu, Zainudin Hasan menawari pembayaran vila tersebut ditukar guling alias barter dengan proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan senilai Rp 10 miliar plus sebuah mobil mewah, Lexus.
Tapi, Thomas Aziz Riska menolak metode pembayaran tersebut.
2. Zainudin Hasan membeli dua kaveling tanah di Pulau Tegal Mas berukuran 1.000 meter persegi beserta bangunan vila seharga Rp 3 miliar.
Uang tersebut dibayarkan oleh anggota DPRD Lampung Agus Bhakti Nugroho kepada Thomas Aziz Riska.
3. Zainudin Hasan memiliki kapal pesiar bernama KM Krakatau. M Sugeng Prayitno, nakhoda kapal tersebut, ternyata digaji oleh Pemkab Lampung Selatan. Ia pun diangkat menjadi pegawai honorer di Dinas Kelautan dan Perikanan Lampung Selatan dengan gaji Rp 5 juta per bulan.
Berdasar pengakuan Sugeng, KM Krakatau sudah 51 kali digunakan oleh Zainudin Hasan.
4. Mantan Kadishub Lampung Selatan Henry Dunan mengaku berinisiatif sendiri untuk memperbaiki kapal itu di galangan kapal Tangerang, Banten milik Bobby Salim. Perbaikan kapal menghabiskan dana sekitar Rp 500 juta.
• BREAKING NEWS - Nakhoda Kapal Milik Zainudin Hasan Digaji Rp 5 Juta oleh Pemkab Lampung Selatan
Senin, 14 Januari 2019
5. Kepala Dinas Pendidikan Lampung Selatan Thomas Americo mengaku pernah memberikan uang kepada Zainudin Hasan melalui Agus BN.
Uang sebesar Rp 200 juta tersebut didapat Thomas dari pinjaman ke bank.
Mantan camat Kemiling, Bandar Lampung ini memberikan uang itu untuk pembayaran kamar Swiss-Belhotel dalam acara Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti).
6. Plt Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto disebut-sebut menerima paket proyek senilai Rp 10 miliar.
Namun, ia membantah kesaksian yang disampaikan oleh mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara itu dalam sidang, Senin, 14 Januari 2019.
Anjar menuturkan, 10 hari sebelum OTT KPK, Nanang Ermanto meminta uang untuk membeli tiga unit ruko seharga Rp 10 miliar.
Nanang mengaku sudah mengembalikan uang Rp 480 juta ke KPK.
7. Anggota DPRD Provinsi Lampung Agus Bhakti Nugroho menegaskan, semua uang dari fee proyek Dinas PUPR Lampung Selatan digunakan untuk keperluan Zainudin Hasan.
Agus mengalirkan uang itu untuk membiayai kepentingan Zainudin Hasan, seperti pembelian vila di Pulau Tegal Mas dan ruko.
• BREAKING NEWS - Untuk Barter Beli Vila, Zainudin Hasan Tawarkan Proyek Rp 10 Miliar dan Mobil Lexus
8. Selain aliran dana fee proyek dari eks Kadis PUPR Anjar Asmara, Agus BN juga menerima uang dari Syahroni sebesar Rp 9,647 miliar.
9. Anjar Asmara mengaku menerima uang fee proyek dari rekanan sebesar Rp 225 juta. Uang itu diterimanya sebelum terjaring OTT KPK.
Anjar mengaku uang itu digunakan untuk membiayai acara Perti di Swiss-Belhotel, Bandar Lampung.
10. Zainudin Hasan menilai semua saksi yang dihadirkan ingin menyelamatkan diri sendiri.
Ketujuh saksi yang dihadirkan jaksa KPK adalah anggota DPRD Lampung nonaktif Agus BN, Plt Bupati Lamsel Nanang Hermanto, mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Anjar Asmara, Kabid Pengairan Dinas PUPR Lampung Selatan Syahroni, mantan Kadis PUPR Lampung Selatan Hermansyah Hamidi, Kadis Pendidikan Lampung Selatan Thomas Americo, dan Ketua DPRD Lampung Selatan Hendry Rosadi.
Menurut dia, masyarakat bisa menilai siapa saja yang bersalah dalam kasus ini.
"Masyarakat kan bisa tahu. Masa dia yang kerja malah gak dapat duit. Kok aneh saja. Orang kan ada bukti, diserahkannya kapan, di mana. Kalau ngaku-ngaku, gimanalah. Tinggal hakim pakai hati nurani," tutur Zainudin Hasan. (*)