Soal Kasus Inses di Pringsewu, LAdA-Damar Lampung: Tidak Ada Hukuman Minimal bagi Pelaku
Laporan Reporter Tribun Lampung Eka Ahmad Sholichin
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Lembaga Advokasi Anak (LAdA-Damar) Lampung menaruh perhatian serius terhadap kasus inses yang terjadi di Pringsewu.
AG (18), warga Kecamatan Sukoharjo, Pringsewu, menjadi budak nafsu keluarganya kandungnya sendiri.
Gadis disabilitas itu ratusan kali dirudapaksa oleh ayah, kakak, dan adik kandungnya.
• Jadi Budak Nafsu Ayah, Kakak, dan Adik Kandungnya, Gadis Disabilitas di Pringsewu Alami Trauma Berat
Turaihan Aldi, direktur LAdA-Damar Lampung, mengatakan, kejahatan seksual yang dialami AG dalam kurun satu tahun itu sangat memprihatinkan.
"Tanpa rasa kemanusiaan, bapak, kakak, dan adik melakukan kejahatan seksual (inses) terhadap saudaranya yang memiliki keterbelakangan mental dan hidup dalam tekanan psikologis," tutur Turaihan, Minggu, 24 Februari 2019.
Menurut dia, kejahatan seksual tersebut dapat berdampak pada tumbuh kembang korban dan trauma berkepanjangan.
Dengan keterbatasan fisik, korban akan berjibaku dengan masa depannya yang nyaris hancur.
Kemiskinan dan pendidikan rendah keluarga mesti dipertimbangkan lagi oleh aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus inses terhadap anak sebagai alasan untuk meringankan hukuman.
"Sekadar mengingatkan, tidak ada hukuman minimal bagi pelaku kekerasan terhadap anak. Orangtua korban yang mestinya menjadi teladan bagi anak-anaknya, justru menjadi pelaku dan melakukan pembiaran terhadap anaknya yang masih berusia 16 tahun melakukan kejahatan seksual terhadap kakak perempuannya," tutur Turaihan.
Oleh karenanya, LAdA-Damar Lampung mengimbau kepada aparat penegak hukum untuk segera memproses kasus kejahatan seksual yang dialami AG dengan mengacu pada UU Perlindungan Anak.
Selain itu, memberikan pemeriksaan kesehatan tubuh dan alat reproduksinya secara cuma-cuma, serta memulihkan psikologis dan mental korban.
"Serta, memberikan pendidikan gratis dan keterampilan pada korban dan memberikan hukuman maksimal pada pelaku," pungkasnya.
• 165 Kali Cabuli Gadis 18 Tahun, Ayah dan 2 Anak di Pringsewu Jadi Tersangka Kasus Inses
Dikurung dalam Kamar
Polres Tanggamus akhirnya menetapkan status tersangka kepada JM dan dua orang anaknya, SA dan YG, atas perilaku seks menyimpang atau inses terhadap AG.
Ketiganya dijerat UU Perlindungan Anak.
AG sejak usia tiga tahun tinggal bersama ibunya di perantauan.
Sebab, orangtuanya memutuskan berpisah.
Dari empat bersaudara, hanya AG yang dibawa oleh ibunya.
"Berdasar informasi, AG selama ini dikurung di dalam kamar ketika ibunya berangkat kerja. Dan (pintu) dibuka ketika ibunya pulang kerja," kata Tarseno (51), Satgas Merah Putih Perlindungan Anak Pringsewu, Jumat, 22 Februari 2019.
Saat ibu kandungnya meninggal dunia, AG dirawat oleh neneknya di Tanggamus.
Namun, keberadaan AG diketahui oleh sang ayah.
Ia kemudian menjemput sang anak agar menetap di Kecamatan Sukoharjo, Pringsewu.
Jadi Tersangka
Polres Tanggamus akhirnya menetapkan status tersangka kepada JM dan dua orang anaknya, SA dan YG, atas perilaku seks menyimpang atau inses terhadap AG.
Ketiganya dijerat UU tentang Perlindungan Anak.
Kanit PPA Polres Tanggamus, Ipda Primadona Laila, mengatakan, penetapan tersangka merupakan hasil gelar perkara dan pengakuan para pelaku.
"Para tersangka melakukan seluruh persetubuhan kepada korban di dalam rumah yang mereka huni, tepatnya di Kecamatan Sukoharjo (Kabupaten Pringsewu)," kata Primadona, Sabtu (23/2).
• 8 Pria Gagahi Kambing Hamil Hingga Mati, Waspadai Penyimpangan Seksual Manusia pada Hewan
Ia menjelaskan para pelaku dan korban adalah satu keluarga yang terikat hubungan darah.
Karena itulah, kasus ini termasuk juga inses.
Silsilah keluarga tersebut yakni, ayah JM (44), lalu anaknya yang juga pelaku SA (23), kemudian AG (18/korban), dan terakhir YG (15) sebagai pelaku juga.
Sedangkan CK, istri JM, sudah meninggal.
JM, SA dan YG secara bergantian dalam kurun setahun mencabuli AG.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, JM mengaku lima kali mencabuli AG, kemudian SM sebanyak 120 kali, dan Y mengaku 40 kali.
Perbuatan bejat ini dilakukan ketiga pelaku dengan memanfaatkan kondisi korban yang mengalami kekurangan mental.
"Ketidakberdayaan itu motif ayah kandung korban," ujar Dona, sapaan Primadona.
Motif SA dan YG tak jauh berbeda. Selain memanfaatkan keterbatasan lahiriah AG, keduanya kecanduan menonton film porno.
"Kedua tersangka lain, motifnya karena sering menonton film porno di HP. Dari situ mereka mulai menyetubuhi korban, namun handphone itu saat ini diakui tersangka sudah rusak," jelas Dona.
Kasus ini terbongkar dari laporan tetangga korban yang juga anggota Satgas Merah Putih Perlindungan Perempuan dan Anak.
Pelapor melihat ketidakwajaran bentuk tubuh korban yang sebelumnya gemuk, tapi kini terlihat sangat kurus.
Informasi yang dihimpun Tribun, peristiwa memilukan AG bermula sekitar awal tahun 2018.
Saat itu ibu korban yang berdomisili di Pekon Teba Bunuk Kecamatan Kota Agung Barat, Kabupaten Tanggamus, meninggal dunia.
• Usai Gagahi Siswi SMP di Sekolahnya, Pegawai Honorer Ini Ancam Bunuh Korban dan Keluarganya
AG lantas dibawa ayahnya ke Pekon Panggung Rejo, Sukoharjo.
Tak dinyana, AG diperlakukan tak beradab.
Ketiganya tega mencabuli AG berkali-kali.
Menurut pengakuan JM, perbuatan itu ia lakukan sejak Agustus 2018.
"Sudah lima kali, saya khilaf," kata pria berbadan kecil itu.
Hal sama diungkapkan SA, yang mengaku 120 kali melakukan pencabulan terhadap adik perempuannya tersebut.
"Melakukannya di ruang tamu, pertama habis Lebaran dan terakhir kemarin sehari sebelum tertangkap," ujar SA.
Pengakuan yang sama juga dilontarkan YG, selaku adik korban.
Remaja ini mencabuli kakaknya yang dipanggilnya mbak sebanyak 40 kali.
Dia melakukannya sejak tahun baru 2019 dan terakhir pada tanggal 20 Februari 2019.
Bahkan ada pengakuan YG yang lebih miris lagi, yakni pernah menyetubuhi hewan.
"Sama mbak 40 kali, kalo dengan sapi sama kambing masing-masing sekali," katanya.
Atas perbuatan itu, ketiga tersangka dijerat Pasal 81 ayat 3 UU No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Ancaman hukuman ketiganya pun bisa ditambah sebab dilakukan oleh anggota keluarga sendiri dengan status kandung.
"Ancaman minimal lima tahun maksimal 15 tahun, ditambah 1/3 dari ancaman hukuman maksimal sebab dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan darah," terang Dona. (*)