Namun ia membenarkan efisiensi dilakukan untuk menjaga NET tetap ada di layar kaca.
"Kita kan di era sekarang dengan kompetisi yang berat, tiba-tiba mengadakan restrategi terhadap perusahaan. Jadi kita membuat strategi baru," kata Azuan.
Bersaing dengan sinetron
Jika dibandingkan dengan televisi hiburan lainnya, NET boleh dibilang punya konten yang lebih baik.
"Alternatif tontonan hiburan layar kaca dengan format dan konten program yang berbeda dengan stasiun TV lain," begitu klaim di situsnya.
Tapi kenapa dengan konten yang baik itu, NET kesulitan bersaing dengan stasiun-stasiun lain?
Apa benar orang lebih suka menonton sinetron azab dan talkshow gosip?
Peneliti Remotivi Firman Imaduddin mengatakan selera penonton TV boleh jadi alasan NET TV terseok-seok bersaing.
Buruknya selera masyarakat tak terlepas dari peran para pesaing NET yang membiasakan masyarakat dengan tayangan bermutu rendah.
"Yang jadi masalah ketika tayangan populer tapi sampah. Ya soal tidak sensitif gender, pembodohan umum, itu jadi masalah," kata Firman.
Konten baik ala NET kemungkinan tidak cukup menarik bagi penonton TV.
Namun bukan berarti NET harus tunduk mengikuti selera pasar.
Tantangannya, menyajikan hiburan bermutu namun tetap disukai masyarakat.
"PR-nya adalah bagaimana mendefinisikan tayangan bermutu tapi tetap sustain ke industri televisinya, tetap educating. Dulu mungkin dilakukan oleh Bajaj Bajuri," ujar Firman.
Lari ke digital