Mengaku Kecewa, Bupati Langsung Peluk Istri yang Menangis, Bakal Berpisah Selama 8 Tahun

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mengaku Kecewa, Bupati Langsung Peluk Istri yang Menangis, Bakal Berpisah Selama 8 Tahun.

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Bupati nonaktif Mesuji, Khamami langsung memeluk istrinya, Elviana yang tampak menangis.

Khamami langsung menghampiri istrinya, Elviana, begitu majelis hakim selesai membacakan vonis untuknya, Kamis (5/9/2019).

Ia memeluk sang istri yang tampak menangis setelah mendengar hakim menjatuhkan vonis penjara selama 8 tahun.

"Terdakwa Khamami bersama terdakwa Taufik Hidayat terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tidak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Siti Insirah, ketua majelis hakim, dalam sidang di Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang.

Kasus Tewasnya Yogi Andhika, Mantan Ajudan Bupati Lampung Utara Bersikeras Tak Bersalah

Duel dengan Teman Pria Sekelas, Siswi SMA Kondisinya Mengenaskan Setelah Ditendang di Dada

"Menjatuhkan kepada terdakwa Khamami hukuman penjara selama 8 tahun dikurangi selama berada di tahanan, serta denda Rp 300 juta subsider 5 bulan penjara," imbuhnya.

Tak hanya sang istri, kerabat yang duduk di samping istri Khamami juga meneteskan air mata begitu mendengar vonis dari majelis hakim.

Majelis hakim menyatakan Khamami terbukti menerima suap dalam pengadaan proyek infrastruktur di Mesuji.

Adapun, vonis 8 tahun penjara tersebut sama dengan tuntutan jaksa dalam sidang sebelumnya.

Selain penjara dan denda, Khamami juga terkena hukuman tambahan.

Antara lain membayar uang pengganti Rp 300 juta.

"Membayar uang pengganti Rp 300 juta dikurangi dengan sejumlah uang yang telah dikembalikan, yaitu Rp 50 juta, maka yang harus dikembalikan Rp 250 juta."

"Jika dalam satu bulan tidak dikembalikan, harta bendanya akan disita."

"Jika tidak cukup, diganti dua tahun penjara," papar hakim Siti Insirah.

Hukuman berikutnya adalah pencabutan hak politik selamat empat tahun setelah pidana pokok selesai.

Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan Khamami adalah tidak mendukung program pemerintah yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Sebagai kepala daerah, Khamami dengan kewenangannya seharusnya berperan aktif mencegah praktik korupsi.

Selain itu, majelis hakim menilai Khamami tidak terus terang dengan perbuatannya.

Menanggapi vonis tersebut, Bupati nonaktif Mesuji, Khamami menyatakan kecewa berat.

"Sungguh kecewa," ujarnya seusai sidang.

Apakah akan mengajukan banding? Khamami mengaku akan menimbang dahulu.

"Kami pikir-pikir dulu. Musyawarah dengan keluarga. Karena, antara tuntutan dan vonis tidak bergerak sama sekali (tidak berkurang)," katanya.

Khamami menyatakan sudah maksimal menyampaikan pembelaan.

"Saya sudah sampaikan. Apa yang saya kerjakan, setengah mati, tidak mengenal lelah untuk rakyat. Saya hanya punya istri. Gak ada niat untuk memperkaya diri. Saya hanya sama istri, berdua. Harta saya cuma ini (istri). Gak ada anak," tuturnya sesenggukan.

Bagi Khamami, vonis itu sangat berat.

"Tadi dibacakan hakim, seolah-olah paket yang ada di Mesuji saya minta sekian persen. Padahal, pemborong (kontraktor) sudah dihadirkan, semua diperiksa. Ada gak diminta-mintai duit atau ada yang kasih duit," ujarnya.

Firdaus Barus, pengacara Khamami, menyatakan keberatan atas vonis dari majelis hakim.

"Keberatan sih iya. Karena, sama sekali pledoi (pembelaan) kami gak diuraikan. Seperti diabaikan."

"Hanya tuntutan dan dakwaan yang diuraikan," katanya.

Meskipun demikian, Firdaus menyatakan menghargai keputusan hakim.

"Selanjutnya kami akan berdiskusi dengan klien kami, Pak Khamami. Kami diberi waktu satu minggu untuk berpikir."

"Nanti kita lihat satu minggu ini, tindakan apa yang akan dilakukan klien," ujarnya.

Taufik dan Wawan

Sementara, dua terdakwa lainnya, Taufik Hidayat dan Wawan Suhendra, divonis berbeda.

Taufik yang merupakan adik kandung Khamami dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Sementara Wawan, mantan sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Mesuji, diputus 5 tahun kurungan dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Menanggapi vonis tersebut, Yahya Tulus selaku pengacara Taufik menyatakan kliennya kecewa.

"Taufik menyampaikan (vonis) berat dan ingin putusan ini turun," kata Yahya seusai sidang.

"Putusan sama dengan tuntunan jaksa. Bahkan dendanya naik dari Rp 100 juta jadi Rp 200 juta," sambungnya.

Pihak Taufik juga menyatakan kecewa atas kesimpulan dalam putusan majelis hakim yang tidak mempertimbangkan pledoi.

"Tentu kami kecewa juga, kok pledoi kami gak digubris sama sekali. Oleh hakim, tidak dipertimbangkan lagi," ujar Yahya.

Taufik akan membicarakan dengan pihak keluarga terkait langkah berikutnya setelah vonis ini.

"Soal banding, belum bisa kami jawab. Kami gunakan waktu selama tujuh hari untuk berpikir," katanya.

Sementara Wawan yang sempat tersenyum dan disambut pelukan sang istri setelah vonis menilai keputusan majelis hakim merupakan hal mutlak.

"Ke depan kami lihat apakah akan menerima atau akan banding. Sementara, kami terima. Dan ke depan, kalau memang kadis (Kepala Dinas PUPR Mesuji Najmul Fikri) terlibat, tolong diproses," jelasnya.

JPU KPK Apresiasi

Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi putusan majelis hakim dalam perkara suap feeproyek infrastruktur Mesuji.

"Sangat mengapresiasi putusan ini karena sesuai dengan tuntunan, sehingga sesuai dengan keadilan," kata JPU KPK Sobari Kurniawan seusai sidang.

Namun demikian, pihaknya tetap menyatakan pikir-pikir atas vonis majelis hakim tersebut.

"Sesuai SOP (standar operasional prosedur), harus disampaikan kepada pimpinan (KPK). Ini harus mendapatkan disposisi dari pimpinan," ujar Sobari. 

Vonis Kategori Sedang

Eko Raharjo, Dosen Fakultas Hukum Unila mengatakan, vonis 8 tahun penjara untuk Bupati Mesuji nonaktif Khamami dalam kasus suap fee proyek infrastruktur Mesuji sudah tepat.

Vonis tersebut sesuai atau tidak kurang dari tuntutan jaksa yang sebelumnya juga menuntut dengan 8 tahun penjara.

Dalam memutus perkara, majelis hakim tentu bergantung pada penilaian dan keyakinan mereka terhadap bukti-bukti dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.

Dan, hal tersebut sudah menjadi kewenangan majelis hakim, apalah menjatuhkan vonis lebih rendah, lebih tinggi, atau sama dengan tuntutan jaksa.

Jika kita melihat kasus-kasus korupsi yang berada dalam penanganan Komisi Pemberantasan Korupsi khususnya di Lampung, tuntutan maupun vonis dalam kasus yang menjerat Khamami cs masuk kategori sedang.

Tidak terlalu rendah dan tidak terlalu tinggi.

Ketimbang vonis seperti mantan Bupati Lampung Tengah Mustafa 3 tahun, mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan 12 tahun, dan ada lagi mantan Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan 3 tahun.

Terkait pencabutan hak politik, hal itu merupakan hukuman pidana tambahan yang sering kita lihat terhadap terpidana korupsi.

Hal itu sudah menjadi konsekuensi yang harus mereka terima sebagai pejabat publik.

Sebab, tujuan utama dari pemidanaan, di samping membuat jera pelaku, juga bersifat preventif dan deterrence (pencegahan).

Preventif bertujuan memberi perlindungan kepada masyarakat dari ancaman yang bisa merugikan kepentingan masyarakat.

Adapun deterrence bertujuan menimbulkan rasa takut untuk melakukan kejahatan.

Gara-gara Delay, Pesawat Diterbangkan Penumpang, Riuh Tepuk Tangan Langsung Bergema

Tunggui Istri Cuci Baju di Sungai, Pengantin Baru Tewas Dibunuh. Warga Kaget Lihat Pelaku

Artinya, ada harapan agar pelaku maupun orang lainnya menjadi jera untuk melakukan kejahatan.

Dan, kita sebagai masyarakat Lampung lagi-lagi berharap kasus korupsi dan suap yang melibatkan Khamami menjadi kasus terakhir yang terjadi di Lampung.

"Jangan ada lagi pejabat atau siapapun yang terjerat tindak pidana korupsi, yang memang masuk kategori kejahatan luar biasa (extra ordinary) dan sangat merugikan masyarakat," kata Eko Raharjo. (tribunlmpung.co.id/hanif mustafa/romi rinando)

Berita Terkini