Pasukan Elite Kolaborasi Prabowo dan Luhut B Panjaitan, Keduanya Dikirim ke Jerman untuk Belajar

Penulis: Beni Yulianto
Editor: Noval Andriansyah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Pasukan Elite Kolaborasi Prabowo dan Luhut B Panjaitan, Keduanya Dikirim ke Jerman untuk Belajar.

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Nama Prabowo Subianto dan Luhut Binsar Panjaitan termasuk dalam jajaran menteri dalam Kabinet Indonesia Maju.

Dalam kabinet pimpinan Joko Widodo ini, Prabowo menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Luhut Panjaitan sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi.

Menariknya, kedua sosok ini pernah bekerjasama puluhan tahun silam ciptakan pasukan elit.

Bukan main, pasukan elit produk Prabowo dan Luhut itu dikenal sebagai satuan yang kerjanya secepat kilat.

Detasemen 81/Antiteror, pasukan antiteror Komando Pasukan Sandhi Sudha (Kopassandha/Kopassus) dibentuk melalui perjuangan yang berat.

Untuk membentuk pasukan elit itu, dua Perwira Remaja Kopassandha, yakni Mayor Luhut Panjaitan dan Kapten Prabowo Subianto, pada tahun 1982 dikirim ke Jerman Barat untuk menjalani pendidikan di satuan antiteror Grenzschutzsgruppe 9 (GSG-9).

Baca: Baru Dilantik Jadi Menko Polhukam, Mahfud MD Kaget Jenderal Purn Kirim Pesan Malam-malam

Baca: Eks Danjen Kopassus Komentari Istri Dandim hingga Penusukan Wiranto Disebut Rekayasa: Kebangetan!

Satuan GSG-9 sudah memiliki banyak prestasi dalam operasi pembebasan sandera dan penganganan antiteror lainnya, meski sepak terjangnya dalam penugasannya sangat jarang diberitakan.

Tapi untuk menjalani pendidikan di GSG-9 yang sangat sulit berat tidak mudah dan biasanya siswa yang lulus hanya 20%.

Artinya 80% siswa lainnya dipastikan gagal dalam pendidikan dan bagi siswa yang gagal itu tidak ada kompromi sama sekali.

Pendidikan antiteror di GSG-9 berlangsung selama 22 minggu.

Sat-81 Kopassus via Intisari Online
Dalam 13 minggu pertama mata pendidikan meliputi tugas-tugas pokok kepolisian, masalah hukum, kemampuan menggunakan berbagai jenis senjata dan seni beladiri karate.

Setelah 13 minggu pendidikan yang diberikan merupakan ketrampilan pasukan antiteror yang mahir bertempur di darat, laut, dan udara, serta tempat-tempat ekstrem lainnya.

Mayor Luhut dan Kapten Prabowo ternyata bisa lulus dari pendidikan GSG-9 dengan prestasi yang memuaskan.

Ketika Asisten Intelijen Hankam/Kepala Pusat Intelijen Strategis Letjen TNI LB Moerdani membentuk pasukan Detasemen 81/Antiteror Kopassandha, Mayor Luhut kemudian diangkat sebagai Komandan dan Kapten Prabowo sebagai Wakil Komandan.

Nama Detasemen 81/Antiteror ternyata diciptakan sendiri oleh Mayor Luhut dan Kapten Prabowo sewaktu menghadap Panglima ABRI Jenderal TNI M Jusuf.

Alasannya adalah Detasemen Antiteror dibentuk tahun 1981.

Jenderal M Jusuf ternyata setuju dengan penamaan Detasemen 81/Antiteror, tapi ia ternyata memiliki alasan sendiri yang unik.

Baca: Terungkap, Raffi Ahmad Tak Pernah Biayai Rafathar Sejak Dalam Kandungan: Engga Ada Seperak Pun!

Menurut Jenderal M Jusuf penamaan Detasemen 81/Antiteror sudah betul karena angka 81 jumlahnya 9.

‘Pesawat Hercules yang selalu saya gunakan mempunyai call sign A-1314. Jumlah angkanya juga 9. Angka paling bagus itu,’ ujar Jenderal M Jusuf seperti dikutip dalam buku Sintong Panjaitan Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, Hendro Subroto, Penerbit Buku Kompas, 2009.

Dalam perkembangannya Detasemen 81/Antiteror Kopassandha kemudian berubah menjadi Sat Gultor 81/Kopassus, lalu berubah lagi menjadi Sat-81 Kopassus.

Kopassus Pasukan Militer Terbaik di Dunia

Peristiwa mencengangkan terjadi pada Sabtu, 28 Maret 1981. Ketika itu, setelah transit di Palembang, pesawat Garuda GA-206 ‘Woyla’ rute Jakarta-Medan dibajak oleh lima orang yang menamakan diri Komando Jihad.

Pesawat yang dipiloti oleh Herman Rante itu kemudian dipaksa mengalihkan penerbangan ke Colombo, Srilanka.

Tapi, Herman menjelaskan bahwa bahar bakar pesawat tidak cukup. Akhirnya, pesawat mendarat di Penang, lalu menuju Bandara Don Muang, Bangkok.

Pembajak menuntut Pemerintah Indonesia membebaskan 80 anggota Komando Jihad yang dipenjara karena beberapa kasus.

Baca: Punya Tim VIP, Spetsnaz Disebut sebagai Pasukan Khusus Terbesar di Dunia

Antara lain, penyerangan Mapolsek Pasir Kaliki, Teror Warman di Raja Paloh, dan aksi lainnya sepanjang 1978-1980.

Selain itu, mereka juga meminta uang 1,5 juta dolar AS (setara Rp 20 miliar saat ini).

Presiden Soeharto kemudian menjawab tuntutan itu dengan aksi militer dipimpin oleh Asintel Panglima ABRI Mayjen Benny Moerdani.

Dalam keterangannya, Benny menjelaskan bahwa tingkat keberhasilan operasi militer adalah 50:50.

Artinya, operasi bisa berhasil. Tapi, akan ada jatuh korban yang banyak, mengingat semua pembajak bersenjata api dan ada yang memegang granat.

Pasalnya, jika sampai granat meledak dalam pesawat, korban yang jatuh tidak sedikit.

Baca: Sejarah Pasukan Abadi Persia yang Konon ”Tak Bisa Mati”

Lagi pula, saat itu seluruh kekuatan pasukan ABRI sedang menggelar latihan gabungan di Ambon. Begitu juga dengan para prajurit Kopasandha (Kopassus).

Para pasukan Kopassus yang sudah mendapatkan latihan antiteror juga sedang mengikuti Latgab di Ambon.

Kopassus (Tribun Aceh)

Sedangkan perwira paling senior di Markas Baret Merah di Jakarta tinggal Letkol Sintong Panjaitan.

Perwira menengah tersebut tak ikut ke Ambon karena kakinya sedang patah saat mengikuti latihan terjun payung. Untuk berjalan saja, Sintong harus dibantu tongkat.

Tapi Sintong tetap harus memimpin operasi pembebasan sandera itu.

Baca: Demi Wanita Pujaan, Pria Ini Nekat Video Call Pakai Seragam TNI di Depan Koramil, Lalu Terciduk

Uniknya, Sintong akhirnya memaksakan diri berjalan tanpa tongkat begitu Komandan Kopasandha Brigjen Yogie S Memet memerintahkannya memimpin operasi.

Operasi pembebasan sandera Garuda Woyle sebenarnya merupakan operasi yang rumit. Karena berlangsung di negara lain dan membutuhkan kerja sama secara diplomatik.

Dalam hal ini, kehadiran pasukan Kopassus harus diketahui oleh otoritas negara setempat demi menghormati kedaulatan Thailand.

Jika dibandingkan dengan operasi spektakuler pasukan khusus lainnya, seperti pasukan khusus Israel yang pernah sukses membebaskan sandera di Entebe, Uganda, atau pasukan khusus AS yang sukses membunuh Osma bin Laden di Pakistan, cara kerja Kopassus di Thailand lebih profesional dan ”terhormat”.

Baca: Karena Sombong, Kota Hantu di Asia Ini Diluluhlantakkan Bangsa Mongol

Pasalnya, pasukan Kopassus saat melaksanakan misi pembebasan sandera tersebut menghargai kedaulatan negara Thailand.

Sedangkan pasukan Israel dalam jumlah besar masuk ke Uganda secara diam-diam dan malah terlibat pertempuran dengan pasukan Uganda.

Demikian juga pasukan khusus AS, ketika masuk wilayah Pakistan untuk menangkap Osama mereka melakukannya secara diam-diam sehingga Pemerintah Pakistan sampai melancarkan protes.

Pasukan Kopassus juga bisa membebaskan sandera hanya dalam waktu 3 menit pada 31 Maret 1981. Catatan waktu tersebut juga terbilang spektakuler karena tidak ada satu pun sandera yang terbunuh.

Atas prestasi spektakuler itu, media-media internasional seperti The Asian Wall Street Journal pun mendudukkan Kopassus yang notabene berasa dari negara ketiga sebagai pasukan khusus terbaik di dunia.

Baca: Ternyata Sule Sudah Lama Tak Serumah dengan Istrinya

Apalagi jika melihat kenyataan bahwa pasukan yang diturunkan untuk melaksanakan missi pembebasan sandera merupakan pasukan antiteror yang dibentuk secara dadakan dan dikomandani seorang perwira yang sedang cedera.

Dengan hanya menggunakan pasukan yang ada saja, operasi antiteror Kopassus bisa sukses.

Apalagi jika menggunakan pasukan antiteror yang sudah terlatih baik dan kebetulan saat itu sedang menjalani Latgab ABRI di Ambon, hasilnya pasti akan lebih spektakuler lagi. (*)

Artikel ini telah tayang di Intisari-Online dengan judul: Pernah Sukses Bebaskan Sandera Dalam Waktu 3 Menit, Kopassus Pun Jadi Pasukan Terbaik di Dunia

Artikel ini sudah tayang di Intisari Online dengan judul datasemen-81antiteror-pasukan-elit-hasil-duet-prabowo-dan-luhut-yang-libas-kasus-dalam-hitungan-menit

Berita Terkini