TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Jelang peringatan Hari Ibu, yang jatuh pada 22 Desember, kisah-kisah inspiratif para ibu tentu saja menarik untuk disimak.
Berikut ini, ada kisah seorang ibu tangguh yang sukses menyekolahkan 7 orang anaknya.
Ketika itu, ibu tangguh yang diketahui bernama Sholeha (72) itu, berstatus sebagai guru honorer di SD Min Parit Lalang, Pangkalpinang.
Bertahun-tahun ditinggalkan seorang suami untuk selama-lamanya, membuat Sholeha, sosok seorang ibu tangguh yang sukses menyekolahkan tujuh orang anaknya.
Wanita paruh baya kelahiran Pagar Alam (Palembang), 15 Maret 1948 ini adalah istri dari Bapak Alm Mustami, Mantan Kepala Sekolah Madrasah Aliyah Yapendis Pangkalpinang.
Almarhum suaminya meninggal karena sakit yang di derita Tahun 1991 lalu.
• Kisah Ibu Hidupi 4 Anak di Lamteng, Tinggal di Gubuk Bekas Kandang Sapi, Isi Perut dengan Singkong
Sedangkan si bungsu kala itu masih berumur 4 tahun.
Sholeha adalah seorang guru honorer di SD Min Parit Lalang serta pembina pramuka saat itu.
Ditinggalkan suami sejak anak-anaknya masih kecil, membuat Sholeha harus berjuang keras seorang diri menjadi sosok seorang ibu serta ayah, menggantikan posisi suaminya untuk membiayai kehidupan.
Tahun itu, Sholeha hanya dibayar sebesar Rp 100 ribu hingga Rp 300 ribu dari penghasilanya perbulan.
Uang tersebut yang digunakannya untuk mencukupi kehidupan serta menyekolahkan ketujuh anaknya.
Sholeha memiliki 7 orang anak, 6 laki-laki dan 1 perempuan.
Karena sakit yang diderita, anak perempuan satu-satunya itu meninggal dunia.
Bagi Sholeha, kepentingan anak-anaknya adalah prioritas yang paling utama, tidak apa-apa kala itu dia banting tulang agar anak-anaknya sukses.
Terlepas dari usaha, Sholeha selalu yakin doa adalah usaha yang paling utama.
Pagi hari hingga siang menjadi seorang guru kelas di SD Min.
Kemudian, sore hari Sholeha menjadi kakak pelatih pramuka di sekolah-sekolah.
Satu hal yang dulu tidak pernah terlewatkan oleh Sholeha adalah salat malam (tahajud) serta salat duha.
Sholeha yakin betul tidak ada usaha lain selain benar-benar meminta langsung kepada yang kuasa, hanya bisa memasrahkan diri kepada Allah SWT.
"Waktu itu saya selalu percaya Allah pasti akan mengabulkan segala doa-doa saya, hanya bisa minta pada saat salat tahajud saya, anak-anak saya sukses semuanya, dan salat tahajud itu segalanya," ucap Sholeha saat ditemui Bangkapos.com, Sabtu (21/12/2019).
Ke enam anak Sholeha semuanya saat ini sudah bekerja, serta lulus sarjana.
Anak yang pertamanya sudah menjadi wakil kepala sekolah di SMA.
Kemudian, anak kedua, yang merupakan satu-satunya anak perempuan yang meninggal saat sakit, adalah seorang sarjana agama.
Ketiga pekerja swasta, kempat pekerja swasta, kelima kerja di perusahaan sawit Kota Waringin Palembang, serta yang paling bungsu kerja di kantor pajak Palembang.
Menyekolahkan hingga sarjana anak-anaknya tersebut merupakan perjuangan yang tidak mudah.
Hingga baginya saat itu makan pakai garam saja tidak apa-apa yang penting anak-anaknya bersekolah semua.
"Pendidikan itu emang penting, jadi saya selain guru honorer saya pinjam ke bank untuk anak saya sekolah, nanti kalau pinjamannya sudah habis, saya pinjam lagi untuk sekolah lagi, putar-putar ke sana saja, tapi yang paling penting itu adalah doa di salat malam itu," tutur Sholeha.
Sekarang Sholeha tidak lagi bekerja dan bersusah payah banting tulang untuk makan, anak-anaknya yang selalu memberikan uang untuknya.
Sholeha tinggal sendiri di rumah yang dibangun di Jalan Depati Hamzah, Semabung Lama, Kota Pangkalpinang.
Setiap sore atau Sabtu-Minggu, anak-anaknya selalu mengunjunginya.
"Alhamdulillah sekarang anak-anak sudah sukses, semuanya sudah berkeluarga dan bekerja tetap inget ibuk, selalu datang ke rumah, yang dari Palembang juga sering ke rumah," ujar Sholeha.
Perjuangan Ibu dari Way Pengubuan Hidupi Dua Anaknya, Satu Idap Tumor dan Satunya Idap Hidrosefalus
Suasana di Kampung Purnama Tunggal, Kecamatan Way Pengubuan, siang itu tampak sepi.
Hanya tampak sejumlah orang berlalu lalang dari balik ilalang sambil menggiring hewan ternaknya.
Dari dalam rumah beratap asbes dan berdinding papan dengan lebar tidak lebih dari 4x6 meter persegi berwana putih, keluar seorang gadis kecil dengan berjalan menggunakan tongkat.
Tak lama kemudian, keluar gadis lainnya yang lebih dewasa sambil membawa dua ember plastik hitam berukuran kecil.
Keduanya adalah Veni Risdianti (21) dan Fita Triyanti (10), anak dari Riska Ramanti (41).
Tiga orang tersebut sudah tinggal di atas bangunan beralaskan tanah dengan satu kamar, ruang tamu dan dapur yang tampak terlihat langsung dari pintu utama.
Tanah tempat bangunan sangat sederhana itu pun milik kampung atau tanah pemerintah.
Lebih mirisnya, kedua anak Riska tumbuh besar namun tidak seberuntung anak-anak lainnya.
Sebab, si sulung Veni menderita tumor karet di bagian kepala hingga ke lehernya.
Kondisi itu mengakibatkan bagian wajah dan telinga Veni tumbuh menurun.
Sementara si bungsu Fita juga mengalami kondisi yang tak lebih beruntung karena mengidap pembesaran kepala (Hydrocepalus) sejak kecil.
Tak hanya itu saja, satu kakinya tak bisa lagi tumbuh karena mengalami pengeroposan tulang.
Saat ini, baik Veni dan Fita tak lagi melanjutkan pendidikan mereka.
Keduanya hanya berdiam diri di rumah sambil membantu sang ibu untuk beberapa kegiatan rumah tangga.
Riska menjelaskan, ia tinggal dengan dua anaknya, setelah sang suami memilih untuk beristri lagi.
Sejak itulah, ayah Fita dan Veni nyaris tak pernah lagi memberi nafkah kepada mereka.
"Saat ini saya yang mencari nafkah untuk anak-anak saya. Saya kerja di situ (menunjuk ke arah depan rumahnya) jemur onggok," terang Riska yang juga mengidap semacam kutil di bagian tubuh hingga wajahnya, Selasa (27/8/2019).
Tak banyak yang bisa didapat dari pekerjaannya tersebut, Riska mengatakan, pendapatannya tak menentu tak lebih dari Rp 50 ribu.
"Ia seharian kerja maksimal dapat Rp 50 ribu. Itu pun kalau ada jemuran (onggok). Kalau gak ada ya gak dapat," ujarnya.
Untuk penanganan medis kedua anaknya, baik Fita dan Veni pernah mendapatkan operasi dari rumah sakit.
Namun untuk Veni operasi terakhir kali dilakukan pada 2013 lalu.
Sementara Fita mendapat penanganan operasi pada 2018 lalu.
Riska mengatakan, operasi yang didapat kedua anaknya didapat dengan mengumpulkan uang dari program Penerima Keluarga Harapan (PKH) dari Dinas Sosial (Dissos) Lampung Tengah.
Setiap tiga bulan sekali mereka mendapatkan Rp 600 ribu. Dari dana itulah, Riska mengumpulkan uang untuk operasi anaknya.
"Saya kumpulin uang (dari PKH), saya berangkat ke Jakarta, karena dioperasinya di RSCM. Buat ongkos segala macam pun saya pakai uang itu," katanya sambil mengatakan belum ada bantuan langsung pemerintah daerah untuk penanganan medis kedua anaknya.
Untuk si bungsu Fita, saat ini dipasang selang di bagian belakang kepalanya.
Selang tersebut berfungsi untuk mengeluarkan cairan di kepalanya.
Namun begitu, kepala Fita tampak masih mengalami pembesaran.
Veni yang putus sekolah sejak SMP mengatakan, dengan kondisinya saat ini ia malu untuk untuk bergaul dengan teman-teman sebayanya.
Veni memilih untuk membantu sang ibu di rumah menjaga adiknya.
"Tahun 2013 kan saya juga sudah pernah dioperasi, tapi ternyata tidak berdampak banyak (tumor tetap ada). Sekarang seperti ini lah, bagian kepala saya ada tumornya," kata Veni.
Kabar kondisi keluarga Riska, rupanya mendapat respon dari Komunitas Mutiara Independen Lampung (Komil) yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan.
Komunitas yang berdomisili di Bandar Lampung itu akan mengambil langkah pendampingan kesehatan untuk kedua anak Riska Ramanti.
• Dipicu Asap Rokok, Kenali Glioblastoma Tumor Otak yang Diderita Agung Hercules
Koordinator Lapangan (Korlap) Komil Sutarti didampingi Sekretaris Lili mengatakan, untuk pendampingan Fita dan Veni pihaknya terlebih dahulu melakukan survey.
"Kita terlebih dahulu melakukan survey dan juga kita lakukan pendataan. Kemudian, kita akan lakukan pendampingan untuk kemungkinan dilakukan tindakan medis, hingga operasi," ujar Sutarti.
Untuk kemungkinan konsultasi kepada dokter spesialis, Sutarti menjelaskan untuk Fita dan Veni akan dibawa ke Bandar Lampung
"Untuk Fita kita fokus ke pengobatan kakinya (pengeroposan tulang kaki), kita akan coba bawa ke Rumah Sakit Airan di Bandar Lampung," imbuhnya.
Kini, kepedulian dari pihak swasta sudah datang membantu keluarga Riska Ramanti. Mereka masih membutuhkan uluran tangan para dermawa serta keseriusan pemerintah dalam membantu warganya.(tribunlampung.co.id/syamsir alam)
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul: Sosok Ibu Tangguh, Rutin Tahajud Rela Makan Nasi Garam Demi Sekolahkan Tujuh Anaknya Hingga Sukses