Selama bergabung dengan geng Caka, Kodok menegaskan tidak pernah merampas barang atau begal. Karena dia sudah cukup puas jika sudah melukai tubuh musuh.
Selain itu, Kodok juga takut jika dihajar oleh warga.
"Karena sebelumnya ada teman dari Caka yang begitu, akhirnya meninggal. Saya masih bisa mikir kalau mau rampas atau begal.
Takut dikeroyok warga. Tujuan saya cuma ingin nama geng Caka disegani geng lain," ujarnya.
Duduk bersebelahan dengan Kodok, Jabrik (bukan nama asli) juga memiliki kisah yang sama. Masuknya Jabrik ke dalam geng Caka juga karena pergaulan teman-temannya.
Jabrik bercerita di dalam kelompoknya juga ada siswa SD. Tidak ada aturan khusus untuk masuk ke dalam geng tersebut asal mau diajak tawuran dan mabuk.
"Kalau yang baru-baru gabung biasanya akan cari jati diri untuk menantang geng lain. Kalau misal kalah, besoknya saya dan Kodok yang turun tangan. Paling tidak mereka sudah punya keberanian," jelas Jabrik.
Geng Caka kerap kali nongkrong di BOJ (Basis Of Jembatan) yang ada di Kalialang. Tapi semenjak ada CCTV, mereka sekarang sering berpindah-pindah.
Setiap melakukan aksinya, baik tawuran maupun melukai orang lain, salah satu dari anggota akan mendokumentasikan menggunakan ponsel.
Tujuannya tak lain untuk diunggah ke dalam akun Youtube mereka.
"Biar geng lain tahu aksi kami seperti apa. Jadi mereka akan pikir-pikir kalau mau cari masalah dengan geng Caka. Sebagai eksistensi juga sih," tambahnya.
Baik Jabrik, Kodok, maupun anggota geng Caka lain tidak punya musuh yang paling ditakuti. Namun mereka punya musuh bebuyutan yakni geng Cokor yang berbasis di Semarang Barat.
"Kalau geng Rintel (Beringin 3), geng X-Pan (Kalipancur), geng Donat (Gedong Batu), gengBarek (Pamularsih), geng Pasdo (Drono), gengTamsel (Tampomas Selatan), geng Jansel (Jatingaleh Selatan), geng KAG (Karanganyar), gengster Cinde (Cinde), geng Akro (Krobokan), geng Pusel (Pusponjolo Selatan), geng Boski (Sekayu), geng Rantas (Randusari), dan geng Wolu (Brintik) enggak ada mundurnya.
Walaupun mereka ajak warga, kami tidak takut. Kecuali kalau ada polisi," bebernya.
Kini Kodok dan Jabrik sudah mulai insaf.
Jika dahulu tanpa sebab dia gampang melukai orang lain, sekarang tidak bertindak asal tidak diganggu. Ia hanya ingin bisa bekerja dan mendapatkan penghasilan.
"Sekarang yang kami inginkan bisa bekerja, punya motor sendiri, dan pacaran. Enggak mau ganggu orang lagi. Tapi kalau kami diganggu duluan, ya tidak segan-segan untuk melawan," pungkas mereka berdua.
Hanya Cari Eksistensi
Belum lama ini warga Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dihebohkan dengan viralnya video beberapa remaja perempuan berhijab yang menyeret senjata sabuk gir di jalanan.
Aksi mereka diketahui dilakukan di wilayah Cepiring, Kabupaten Kendal.
Dalam video tersebut memperlihatkan sekelompok remaja perempuan berkumpul di pinggir jalan. Kemudian salah satu dari mereka mengeluarkan senjata gir yang dikaitkan dengan sabuk.
Sembari berboncengan, perempuan yang memegang sabuk dan gir kemudian menyeretnya hingga tak sedikit orang-orang di sekitar jalan tersebut melihat aksi mereka.
Tanpa rasa malu, mereka mendokumentasikan ulahnya.
Tak butuh waktu lama, aksi mereka kemudian tercium anggota Polres Kabupaten Kendal. Semua remaja yang ada di dalam video tersebut dihadirkan di Polsek setempat.
Menurut Kasat Reskrim Polres Kendal, Aji Darmawan, seluruh orangtua remaja perempuan diundang untuk dilakukan mediasi dan pengarahan.
"Kami lakukan mediasi. Pak Kapolres memberikan nasihat dan pengarahan. Selain terhadap orangtua dan remaja yang terlibat, Kapolres juga melakukan pengarahan penyuluhan di sekolah tempat mereka belajar," ujarnya.
Remaja perempuan yang ada di video tersebut diketahui siswa SMP di Kangkung dan SMP di Cepiring Kabupaten Kendal.
Tidak ada motif apapun, kecuali hanya untuk eksistensi kelompok mereka.
"Buat gagah-gagahan aja. Tidak ada motif untuk melukai orang lain. Ya eksistensi kelompok remaja lah," tambahnya.
Orangtua dan pihak sekolah juga diminta untuk membuat surat pernyataan, supaya kejadian serupa tidak berulang lagi.
Kapolres Kabupaten Kendal juga meminta pihak sekolah untuk melarang siswanya membawa kendaraan sendiri.
"Mereka ini kan belum cukup umur dan tidak mempunyai SIM. Jadi kami minta sekolah untuk memberlakukan larangan itu.
Orangtua kami minta untuk lebih ketat lagi mengawasi anak-anaknya. Jangan sampai mereka membuat kelompok yang meresahkan warga," tegas Aji. (sumber TribunTribunjakarta) Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com