Hanisah menambahkan, ketertarikan mengambil subtema soal hama dan penyakit lantaran melihat dampak buruk yang ditimbulkan dalam jangka panjang akibat penggunaan pestisida.
"Karena permasalahan ini yang paling banyak ditemui, dimana mengandalkan bahan kimia untuk tanamannya yang kita tahu itu tidak baik dan berdampak negatif baik dari segi lingkungan, kesehatan maupun ekonomi," jelas Hanisah.
Diakuinya, sempat ada kesulitan dalam menemukan literatur terkait tema yang mereka usung.
"Selain waktu yang terbatas dan harus mikir cepet, kami juga sempat kesulitan di pencarian literatur. Karena konsep yang kita usung ini jarang dibahas jadi agak susah," kata perempuan kelahiran Tanggamus 22 tahun ini.
Salah satu pendamping Yovanka Yulia Alessandra membeberkan, jika apa yang sudah dipersiapan sebelum keberangkatan justru tidak dibahas sama sekali dalam perlombaan.
"Tadinya sesuai agenda dari panitia harusnya melakukan ekspedisi ke Pulau Enggano tapi tidak jadi karena kondisinya tidak memungkinkan. Sementara tim sudah mempersiapkan diri dengan belajar terkait pulau tersebut. Hal lain yang dipelajari tim sebelum keberangkatan juga justru terkait pengelolaan pasca panen," bebernya.
Sehingga apa yang dijadikan bahan di esai merupakan hasil pemikiran seketika menyesuaikan hasil observasi.
Pembahasan esainya sendiri dimana mengulas soal penggunaan bahan pestisida alami yang diolah dari hasil fermentasi nasi basi ditutup daun-daun bambu yang mulai membusuk lalu diberi kain dan disimpan di tempat gelap selama kurang lebih seminggu.
"Jamur yang muncul dari hasil fermentasi inilah yang dicampur dengan air untuk disemprotkan ke tanaman dalam pengendalian hama. Itu yang kami tawarkan untuk petani coba," jelas Sandra.(Tribunlampung.co.id/sulis setia markhamah)