"Cicak kok mau melawan buaya," ucapnya kala itu.
Istilah Cicak vs Buaya jadi ramai saat adanya perseturuan antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2009 silam.
Kala itu Susno tengah menjabat sebagai Kabareskrim Mabes Polri.
Hamid Awaludin Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar menyebut, polemik 'Cicak vs Buaya' bak sebuah panggung yang pemerannya adalah Susno Duadji dan KPK.
Di sana Susno seolah berperan sebagai tokoh antagonis dan KPK berada di posisi sebaliknya.
Cicak vs Buaya semakin heboh ketika Polri 'membalas' dengan menetapkan status tersangka kepada dua pimpinan KPK saat itu, Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto.
Mereka diduga menerima uang dari Anggodo Widjojo, adik buron kasus Sistem Korupsi Radio Terpadu.
Namun, dugaan ini tidak pernah dibuktikan, karena kasus ini berujung pada deponering atau penghentian perkara demi kepentingan umum.
Akibat pernyataan tersebut, masyarakat mendukung KPK dan mengolok-olok polri.
Kemudian pada 5 November 2009, Susno Duadji memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Tapi Polri justru mencopot jabatannya tersebut.
Tak lagi berkecimpung di dunia kepolisian, Susno justru membuat heboh mantan istitusinya itu pada tahun 2010.
Ia mengungkap soal dugaan adanya makelar di tubuh Polri yang melibatkan sejumlah petinggi Polri hingga petugas Ditjen Pajak, Gayus Tambunan.
Karena kicauan Susno itulah kasus mafia pajak oleh Gayus Tambunan bisa terkuak.
Perjalanan hidup Susno semakin dekat dengan jeruji besi saat kepolisian menyeret namanya ke ranah hukum.
Kala itu Susno menjadi tersangka terkait suap kasus PT Salmah Arowana Lestari dan pemotongan dana pengamanan pemilihan gubernur Jawa Barat.