Berita Nasional

Alasan Muhammadiyah Tak Ikut Aksi Demo Tolak UU Cipta Kerja

Editor: wakos reza gautama
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi - Sekjen Muhammadiyah Abdul Muti usai diundang Presiden Jokowi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (1/11/2016).

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - PP Muhammadiyah menyatakan tak akan ikut aksi penolakan UU Cipta Kerja yang digelar ormas Islam hari ini, Selasa (13/10/2020).

Meskipun menolak UU Cipta Kerja, Muhammadiyah punya alasan tidak ikut dalam demo penolakan tersebut.

Diketahui organisasi keagamaan, di antaranya FPI, GNPF Ulama dan PA 212 akan menggelar demo tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja hari ini Selasa (13/10/2020).

Kelompok ini menganggap, pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Senin (5/10/2020), sebagai bentuk kemudlaratan.

Meski mengatasnamakan organisasi keagamaan, PP Muhammadiyah tak ikut dalam aksi demonstrasi tersebut.

Muhammadiyah lebih mementingkan penanganan COVID-19 dan menganggap aksi demonstrasi banyak mudlaratnya daripada manfaatnya.

Kendati demikian, Muhammadiyah menghormati penyampaian aspirasi yang akan dilakukan masyarakat.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menegaskan pihaknya tidak akan mengikuti aksi sejumlah organisasi Islam yang dimotori PA 212 pada Selasa (13/10/2020).

Rencananya PA 212 dan beberapa organisasi Islam bakal menggelar aksi menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja.

"Muhammadiyah tidak ada hubungan dan tidak akan ikut dalam aksi yang akan dilaksanakan oleh sejumlah organisasi Islam pasa Selasa (13/10).

Muhammadiyah lebih fokus pada penanganan Covid-19 dan dampaknya terhadap pendidikan, ekonomi, dan kesehatan masyarakat," kata Abdul melalui keterangan tertulis, Senin (12/10/2020).

Menurutnya, dalam kondisi pandemi Covid-19, sebaiknya semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar, termasuk demonstrasi.

"Aksi demonstrasi lebih banyak mudlaratnya daripada manfaatnya.

Dalam Islam diajarkan agar meninggalkan perbuatan yang lebih banyak mengandung mudlarat dibandingkan manfaat.

Dalam hukum Islam hal yang sangat mendesak (aham) harus lebih diprioritaskan di atas hal yang penting (muhim)," tutur Abdul.

Halaman
123

Berita Terkini