Berita Nasional

Pesan KH Miftachul Akhyar Terpilih sebagai Ketua MUI, Ungkap soal Dakwah dan Tugas Ulama

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KH Miftachul Akhyar Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya, terpilih sebagai Ketua MUI periode 2020-2025.

Namanya mulai dikenal publik secara luas saat kasus penodaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok pada 2016.

Ia saat itu tampil sebagai Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI).

Kelompok itu jadi salah satu penggerak Aksi 411 dan Aksi 212 yang akhirnya menumbangkan Ahok di Pilkada DKI Jakarta 2017.

Nama selanjutnya adalah Tengku Zulkarnain. Ia dikenal dekat dengan tokoh-tokoh Aksi 212, seperti Rizieq Shihab.

Di MUI, Zul sempat menjabat sebagai wakil sekjen pada 2015-2020. Namun namanya kini tak ada lagi di jajaran petinggi MUI.

Selain itu, ada pula nama Yusuf Muhammad Martak. Yusuf dikenal publik sebagai Ketua GNPF Ulama, gerakan penerus GNPF MUI Bachtiar Nasir.

GNPF Ulama sering bergabung dengan FPI dan PA 212 dalam sejumlah kegiatan beberapa tahun terakhir.

Beberapa di antaranya adalah Reuni Aksi 212 dan penjemputan Rizieq Shihab dari Arab Saudi. Martak tercatat sebagai Bendahara MUI 2015-2020.

Namun saat ini namanya sama sekali tidak tercantum di dewan pertimbangan MUI ataupun dewan pimpinan MUI.

Mengenai namanya yang tak masuk lagi dalam kepengurusan, Din Syamsuddin mengungkapkan sejak awal ia memang tak bersedia masuk dalam kepengurusan MUI periode 2020-2025.

Ia bahkan tidak mengikuti Munas MUI ke-10, meski pada kepengurusan sebelumnya menjabat sebagai Ketua Dewan Pertimbangan.

"Dari awal saya memang tidak bersedia, juga tidak ikut Munas padahal sebagai Ketua Dewan Pertimbangan juga formatur," ucap Din saat dikonfirmasi, Jumat (27/11).

Din mengatakan dirinya sudah lama berkecimpung di MUI. Mulai dari menjabat sekretaris umum hingga ketua umum. Sehingga dirinya tidak bersedia bergabung lagi di MUI.

Ketidaksediaan tersebut, bahkan telah diungkapkan Din dalam Rapat Pleno Dewan Pertimbangan MUI terakhir.

”Saya sudah lama di MUI, pernah jadi Sekretaris Umum, Wakil Ketua Umum, Ketua Umum, dan Ketua Dewan Pertimbangan. Dalam Rapat Pleno terakhir Dewan Pertimbangan sudah saya nyatakan tidak bersedia," ucap Din.

Senada dengan Din, Tengku Zulkarnain juga mengaku sudah berkecimpung lama di MUI, yakni selama 10 tahun.

Menurutnya, dibutuhkan regenerasi di organisasi tersebut.

"Harus ada regenerasi. Kalau saya merasa cukuplah sudah. Saya sudah 10 tahun jadi Wasekjen, itu cukup. Apalagi saya tidak dari organisasi besar PBNU atau Muhammadiyah," ujar Zul, Jumat (27/11).

Selepas tidak menjadi pengurus MUI, Zul mengaku punya aktivitas lain. Ia akan fokus berdakwah dan mengurus pesantren.

"Saya bisa berkonsentrasi untuk kerja yang lain, mengurus pesantren, mengurus dakwah dengan jemaah tabligh. Itu suatu kegembiraan bagi saya," ucal Zul.

Zul juga berharap para pengurus baru MUI bisa tetap kritis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap umat. Seperti yang dilakukan pengurus MUI terdahulu. 

"Kami berharap tetap kritis ya membela rakyat dan membela umat, kalau fatwa Insya Allah tidak masalah," ucapnya.(tribun network/rin/fah/fik)

Berita Terkini