Laporan Reporter Tribunlampung.co.id Kiki Adipratama
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, LAMPUNG SELATAN - Pasangan calon nomor urut 2 Tony Eka Chandra-Antoni Imam menyatakan tidak puas dengan hasil Pilkada Lampung Selatan 2020.
Mereka pun meminta KPU Lampung Selatan mengadakan pemungutan suara ulang (PSU).
Hal itu dikatakan Gindha Ansori Wayka, kuasa hukum Tony Eka Chandra-Antoni Imam.
Menurut dia, ada indikasi sebanyak 31.964 lembar C pemberitahuan atau undangan pencoblosan tidak sampai ke tangan para pemilih sehingga tidak bisa menggunakan hak suaranya pada 9 Desember 2020 lalu.
Baca juga: 2 Paslon di Pilkada Lampung Selatan 2020 Ajukan Gugatan ke MK atas Hasil Pleno
Baca juga: 2 Saksi Paslon Tak Tanda Tangan Hasil Pilkada Lampung Selatan 2020
Padahal, mereka telah terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT).
"Karena itu, tim paslon nomor urut 2 mengambil langkah Permohonan Pemohon Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Tahun 2020 No 62/PAN.MK/AP3/12/2020 tanggal 18 Desember 2020 ke Mahkamah Konstitusi," kata Gindha, Minggu (20/12/2020).
Gindha menambahkan, KPU harus mengambil langkah guna mengakomodasi hak 31.964 pemilih yang terabaikan.
Bila tidak ada upaya apa pun, termasuk upaya pemungutan suara ulang, KPU dinilai melanggar UU Pilkada.
Dalam Pasal 178 UU No 1T ahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota Menjadi Undang-undang disebutkan, setiap yang sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 bulan dan paling lama 24 bulan dan denda paling sedikit Rp 12.000.000 dan paling banyak Rp 24.000.000.
Adapun delik tindak pidana pemilu lainnya dimuat dalam Pasal 476 sampai Pasal 554 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, dan juga terkhusus soal perbuatan penghilangan hak pilih diatur secara eksplisit di dalam Pasal 510 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menjelaskan, setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp 24.000.000. (Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)