"Waduh kalau dibilang cukup, ya tahu aja, cuma Rp 800.000," ujar dia.
"Apalagi udah punya anak dua, yang satu sudah sekolah," tambahnya.
Guna menambah penghasilan, ia pun bekerja sampingan sebagai buruh kebun kopi.
Kebun tersebut milik mertuanya.
Kala mendengar ada wacana dari pemerintah pusat bahwa tenaga honorer akan ditiadakan pada 2023 mendatang, ia mengaku kecewa.
"Saya mewakili tenaga honorer yang lain tentu saja merasa kecewa," kata dia.
Menurutnya, setelah mengabdi selama 15 tahun, tenaga honorer justru akan dihapuskan bukan diangkat jadi PNS.
"Sekarang usia tidak muda lagi, sudah 40 tahun. Mau bertani, tidak punya lahan. Ada kebun kopi, itu milik mertua. Jika berhenti kerja jadi honorer, mau ke mana. Meski gaji kami tidak banyak," tuturnya.
Jual Kue Kering
Kondisi serupa dialami pegawai honorer asal Mesuji, Agnes.
Ia telah menjadi honorer selama 11 tahun atau sejak 2010. Ia mengaku, jika hanya mengandalkan gaji sebagai honorer maka tidak cukup untuk biaya hidup.
Agnes sendiri mengaku menerima gaji sebesar Rp 1.250.000 per bulan.
"Dengan gaji segitu kalau dibilang cukup, ya enggak. Apalagi rumah saya di Tulangbawang, sementara kerja di Mesuji. Ongkos bolak balik dan biaya kos sudah berapa," kata dia.
Karena itu, Agnes memutuskan untuk berjualan makanan. Ide itu muncul 5 tahun lalu setelah melihat adanya peluang usaha.
Awalnya ia berjualan kue kering dengan sistem preorder kemudian berkembang menjual makanan kemasan dari olahan ikan seraya membuka outlet minuman boba dan burger.