Tribunlampung.co.id – Masalah keuangan (finansial) menjadi hal yang kerap dikeluhkan oleh para anak muda.
Pasalnya, masalah ini kerap menjadi kendala untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pertemanan atau mengikuti tren yang ada.
Bentuk kesulitan keuangan yang dihadapi para anak muda kerap dalam bentuk pendapatan yang tidak menentu, penghasilan yang menurun, besaran gaji yang kurang, pemborosan dan kehabisan uang jajan.
Hasil survei Tim Research and Analytics KG Media bekerja sama dengan Litbang Kompas menunjukan, setidaknya ada 4 penyebab terjadinya kesulitan keuangan yang dialami oleh anak muda, sebagaimana rilis dari Anak Bangsa Indonesia.
Pertama, sindrom 'Fear of Missing Out' (takut kehilangan atau tertinggal). Fear of Missing Out (FOMO), bukan hanya dalam bentuk kekhawatiran akan tertinggal informasi.
Baca juga: Inilah Persoalan yang Dihadapi Anak Muda Masa Kini, Mulai dari Keuangan hingga Percintaan
Baca juga: Viral Penjual Gorengan Mirip Oppa Korea, Pembeli Wanita Sampai Antre
Tapi, para anak muda juga kerap merasa khawatir tertinggal akan tren yang ada. FOMO ditandai dengan keinginan untuk selalu merasa menang. Sehingga seseorang rela menghabiskan uangnya, bahkan rela berhutan untuk hal yang terkadang tidak dibutuhkan.
Lalu, kedua, 'You Only Live Once' (Kesempatan Hidup Hanya Sekali). You Only Live Once (YOLO) merupakan fenomena cara pandang menikmati hidup saat ini tanpa memikirkan resiko atau kemungkinan kedepan.
Para anak muda yang memiliki pandangan ini cendrung menghabiskan uangnya untuk menikmati hidup tanpa menyisikan untuk menabung. Para anak muda yang memiliki prinsip YOLO cendrung berpikir ‘bagaimana nanti’.
Selanjutnya adalah faktor rendahnya literasi keuangan. Menurut survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang dirilis pada 2019 lalu, indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia hanya 38,03 persen.
Berbanding terbalik dengan indeks literasi keuangan, survei yang sama menunjukkan indeks inklusi keuangan justru mencapai 76,19 persen. Artinya, ada banyak masyarakat yang telah menggunakan produk atau jasa keuangan formal, meskipun pemahaman literasi keuangan mereka masih rendah.
Senada dengan survei OJK, hasil riset OCBC NISP Financial Index pada 2021 menunjukkan rendahnya literasi keuangan anak muda Indonesia.
Ini diukur dari nilai rata-rata kesehatan finansial anak muda Indonesia yang hanya 37,72 dari skala 100, jauh dibandingkan Singapura yang memperoleh nilai 61.
Baca juga: Viral Video Yusuf Mansur Marah-marah, Sang Ustaz: Titip Doa Aja
Baca juga: Ganjar Beri Penghargaan kepada Atlet Difabel
Penyebab terakhir kesulitan finansial generasi kami adalah menurunnya pendapatan karena pandemi Covid-19.
Seperti diketahui, pagebluk tidak hanya menjadi bencana non-alam global yang mengguncang sektor kesehatan. Sektor perekonomian masyarakat pun terpukul hebat. Berdasarkan hasil survei LIPI bersama Badan Litbang Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) dan Lembaga Demografi Universitas Indonesia (LD UI) pada 2020, hanya 45 persen pekerja yang pendapatannya tetap selama pandemi Covid-19.
Lalu ada 40 persen pekerja yang mengalami penurunan pendapatan, sebanyak 7 persen di antaranya mengalami penurunan pendapatan hingga 50 persen.