Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Memilih untuk tidak mudik Lebaran Idul Fitri 1443 Hijriah tidak hanya dilakukan oleh sejumlah masyarakat yang tinggal di dalam negeri, namun juga warga Indonesia yang tinggal di luar negeri.
Alasannya beragam. Ada karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan hingga kondisi pandemi Covid-19 yang masih mengkhawatirkan.
Salah satu warga Bandar Lampung yang masih memilih untuk tidak pulang saat Lebaran adalah Rilda A Oe Taneko.
Dia tinggal di United Kingdom (UK) atau Inggris Raya sejak 13 tahun silam dan terakhir menengok kampung halaman pada 2018 lalu.
Saat ditanya bagaimana kerinduannya dengan tanah kelahiran, tentu ia bersama suami Ahmad Daryanto, juga buah hatinya Ilham Idraki Ahmad, ingin sekali pulang ke Indonesia.
Baca juga: Update Tol Lampung, PT HK Jamin Kelayakan JTTS untuk Arus Mudik dan Balik Lebaran 2022
Baca juga: Pemkab Mesuji Larang Mobil Dinas Digunakan untuk Mudik Lebaran
"Tapi kondisinya di UK masih lumayan tinggi angka kematian akibat Covid-19. Sehari 300-600 orang meninggal," tuturnya mengawali cerita dengan Tribun melalui chatt WhatsApp, Senin (25/4/2022) petang.
Meskipun begitu diakuinya di UK sudah tidak ada pembatasan apa-apa.
Termasuk test untuk deteksi Covid-19 yang awalnya gratis saat ini sudah bayar.
"Jadi jumlah kasus terus turun karena nggak banyak lagi orang mau test. Tapi angka kematian meningkat," jelas ibu satu anak itu.
Rilda dan keluarga tinggal di pusat kota Lancaster, LA 1, sebelah utara Inggris dekat dengan Manchester dan Liverpool, dimana kediamannya berada di seberang rumah sakit.
Saat ini, di sana tengah musim semi dengan cuaca lumayan hangat, 10-15 derajat.
Banyak bunga mekar seperti Sakura, Tulip, hingga Bluebell.
Waktu puasa yang dijalaninya di UK sekitar 15-16 jam.
"Bahkan di hari-hari terakhir Ramadan sampai 17 jam karena siang makin panjang," bebernya.
Mengenai keputusannya untuk tidak pulang ke Lampung karena ia dan suami masih melihat situasi terkait pandemi ini.
"Biasanya pandemi yang sudah-sudah (Influenza, Cholera, Black Death) itu redanya sekitar tiga tahunan. Jadi sudah pasang badan gak travelling dulu tiga tahun ini," ujar perempuan pemilik rambut bergelombang itu.
Mengisi momen Lebaran mendatang, sambungnya, biasanya dengan melakukan salat Idul Fitri di kampus atau masjid.
"Selesai salat makan siang bareng dengan mahasiswa dan penduduk dari beberapa kota yang dekat," kata alumni S1 Sosiologi Unila ini.
Rilda mengatakan, kebetulan penduduk Indonesia di Lancaster yang muslim hanya keluarganya saja.
"Jadi kami kumpul sama komunitas lintas negara. Muslim Inggris, Filipina, Pakistan, Mesir, negara-negara Afrika, dan lainnya" jelasnya.
Sering juga ia dan keluarga melakukan kunjungan balasan ke komunitas muslim di Kendal.
"Lalu makan malam bersama di masjid," ujar Rilda.
Namun begitu suasana Lebaran di luar negeri dengan di Lampung menurutnya tetap beda.
"Lebarannya nggak seramai di Lampung dan jauh dari keluarga. Tapi lumayan terhibur karena sekarang ada Zoom," imbuh dia.
Mengenai masakan yang paling dirindukannya di Lampung diantaranya adalah pempek hingga nasi padang.
"Kalau bicara Lampung, buanyaaak bangeet yang saya kangenin dari makanannya. Terutama pempek, tekwan, segubal, hingga nasi Padang," urainya.
Ketika tidak bisa pulang kampung, dirinya mengobati kerinduan dengan masak sendiri.
"Buat ketupatnya dari beras boil-in-the-bag, dimasak pakai pressure cooker," kata penulis buku Seekor Capung Merah itu.
Lalu dipadukan dengan rendang, opor ayam dan sayur ketupat.
Mengenai harapannya di Ramadan ini, dia ingin semua diberi kesehatan dan kekuatan menghadapi banyak kesulitan yang ada.
Seperti pandemi dan perang, juga naiknya harga-harga barang.
(Tribunlampung.co.id/sulis setia m)