Pesisir Barat

Warga Sakit Ditandu 16 Km, Desa Way Haru Pesisir Barat Puluhan Tahun Terisolasi

Editor: Reny Fitriani
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Warga sakit ditandu 16 Km, Desa Way Haru Pesisir Barat puluhan tahun terisolasi.

Tribunlampung.co.id, Pesisir Barat - Tak banyak masyarakat tahu, jika masih ada desa terpencil dan terisolir di Provinsi Lampung.

Salah satu desa itu adalah Way Haru yang berada di ujung Kecamatan Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat.

Desa ini bukan saja terisolir dan terpencil, namun juga sangat minim fasilitas umum.

Tidak ada listrik dan jalanan masih tanah.

Tribun Lampung pekan lalu menyusuri desa ini dan melihat langsung kondisinya. Desa Way Haru terhimpit di antara Samudera Hindia dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).

Baca juga: Way Haru Desa Terpencil di Ujung Bengkunat Pesisir Barat, Tak Ada Listrik dan Minim Fasilitas

Baca juga: Peselancar Italy Jesse Mendes Juarai WSL Krui Pro 2022

Karena berbatasan dengan TNBBS, maka untuk akses jalan Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat harus "meminta" izin terlebih dahulu dengan pihak TNBBS.

Untuk bisa membangun jalan permanen, pemkab harus membuat perjanjian kerja sama dengan TNBBS.

Desa ini dihuni 1.500 rumah tangga.

Jarak Desa Way Haru menuju ibu kota Pesisir Barat, Krui, sekitar 89 kilometer.

Sementara jarak dengan desa terdekat yakni Way Heni sekitar 16 km.

Akses jalan menuju desa ini terjal dan berlumpur.

Butuh waktu 7 jam berjalan kaki menuju Desa Way Haru dari Desa Way Heni.

Tak ada tranportasi umum menuju ke desa ini.

Untuk mengangkut barang, warga menggunakan gerobak sapi.

Sementara saat ada warga sakit, mereka harus menandunya berjalan kaki 16 kilometer melintasi jalan berkumpur, melewati hutan dan sungai, sampai akhirnya bertemu Desa Way Heni.

Dari Way Heni, warga baru bisa membawa kerabat yang sakit menggunakan transportasi umum. Sebab Way Heni sudah dekat dengan Jalan Lintas Barat.

"Kami bergotong royong menggunakan tandu dari bambu dan kain sarung untuk menggotong saudara kami, menuju puskesmas," ungkap Adi, warga Way Haru, pekan lalu.

Namun, katanya, ada juga warga yang akhirnya meninggal dalam perjalanan menuju puskesmas karena jarak tempuh yang jauh.

"Ada juga yang ninggal di perjalanan, karena terlambat mendapat penangganan medis," ungkapnya.

Kirim Surat ke Presiden

Bagi warga Desa Way Haru semua kesulitan yang mereka hadapi merupakan cerita klasik yang telah usang.

Meski begitu mereka masih berharap, suatu hari bisa mendapatkan fasilitas seperti desa-desa lainnya. Karena itu mereka berkirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo pada 18 Juni 2022.

Iman Sulaiman, warga Pekon Siring Gading, Desa Way Haru, menuturkan, meski kampungnya tidak ada listrik, tidak ada akses jalan yang layak, dan sangat minim fasilitas, namun di situlah ia hidup.

“Kami sering merasa minder, kami di Way Haru ini merasa belum sungguh-sungguh merdeka, masih terbelakang. Gak tau lagi sudah berapa ratus kali kami mendengar janji tentang jalan yang akan diperbaiki, listrik PLN yang bakal menerangi, tapi nyatanya tak pernah terwujud sampai saat ini," tuturnya, saat ditemui Tribun pekan lalu.

Ia menuturkan, warga Desa Way Haru sudah lama sekali menunggu hadirnya fasilitas yang layak bagi mereka. Namun sampai saat ini masih belum terealisasi.

"Kami sudah lama menunggu, jika dihitung dari zaman nenek moyang kami, sudah berapa lama. Tapi sampai detik ini kami masih bertanya-tanya, sampai kapan kiranya kami harus tetap berharap," tuturnya.

Sehari Semalam

Iman menuturkan, kondisi Jalan Desa Way Haru akan samakin sulit dilalui saat musim hujan.

Waktu tempuh yang biasanya 4 jam membengkak jadi 7 jam bahkan bisa sampai sehari semalam.

Kondisi itu terjadi akibat muara yang banjir.

Ada 7 muara sepanjang ruas Way heni-Way Haru serta pasang-surut pantai.

Jika muara banjir, pelintas harus menunggu sampai surut.

Sedangkan jika air laut pasang pada musim angin barat, praktis permukaan pantai tidak bisa dilalui kendaraan.

Garis pantai memang jadi ruas jalan alternatif bagi warga untuk menghindari jalan tanah di sisi rimba yang rusak parah.

Itu adalah jalan patroli milik BBTNBBS.

Sesuai peruntukannya, jalan patroli adalah jalan tanah yang tidak ditingkatkan kualitasnya menjadi jalan onderlagh ataupun jalan beton apalagi aspal.

Karena jalan tanah tersebut, sejak lama warga menggunakan gerobak sapi sebagai moda angkutan barang.

Akibat sering diinjak kaki sapi, kondisi badan jalan tersebut saat ini penuh lubang dan sangat sulit dilintasi kendaraan bermotor.

Buruknya kondisi jalan ditambah faktor alam yang sangat sulit akhirnya mencekik perekonomian warga Way Haru.

Pada musim penghujan, ongkos angkut di Way Haru bisa tembus Rp 4.000 per km.

Alhasil dengan jalan sepanjang 16 km menuju Desa Way Heni, maka otomatis ongkos menjadi Rp 64 ribu.

Tak Ada Listrik

Nengsih, warga Pekon Way Tias menceritakan, untuk penerangan mereka harus menggunakan mesin diesel.

Mesin itu dibeli secara patungan untuk dipakai bersama.

“Modal awalnya juga besar bang, makanya kami patungan dengan tetangga, kalo beli sendiri-sendiri gak sanggup,” ujar Nengsih.

Ada juga warga yang menggunakan listrik dari pembangkit tenaga air.

Pembangkit ini turbin sederhana yang digerakkan dengan air.

Warga bersama sejumlah relawan membangunnya secara swadaya beberapa tahun lalu.

Namun biaya perawatan turbin juga tidak sedikit.

Sama seperti Iman, bagi Nengsih pun cerita tentang sulitnya kehidupan di Way Haru adalah kisah lama dan usang bahkan bisa jadi sudah berlangsung ratusan tahun.

“Tapi ini kampung kami, ini pekon kami. Sejak nenek moyang kami sudah tinggal di sini. Jadi kami tak mungkin pindah," ungkapnya.

"Kami tetap yakin dan percaya suatu hari nanti orang-orang yang di atas sana, yang punya kuasa, bakal kasian sama rakyat kecil seperti kami, Amin,” ujar Nengsih berharap.

Peratin Pekon Siring Gading Way Haru, Rohman, menuturkan, pihaknya bersama warga terus berupaya agar desa mendapatkan perhatian dan fasilitas yang layak.

Mulai dari berkirim surat permohonan kepada Pemkab Pesisir Barat hingga yang terbaru mengirim surat kepada Presiden Jokowi ke Jakarta.

"Sore ini surat permohonan audensi ke istana negara sudah dibawa oleh rekan kami, Ibu Endang agar bisa audensi langsung dengan Pak Presiden," ungkap Rohman, Sabtu (18/6).

Untuk diketahui, Jalan Way Haru ke Way Heni dirintis oleh masyarakat setempat sejak tahun 1994 berupa jalan setapak.

Kemudian, pada 2011-2012, pemerintah desa dan tokoh masyarakat mulai mengajukan permohonan izin ke kementerian terkait untuk mendapatkan izin pengesahan status jalan lintas.

"Namun pada saat itu yang dikabulkan hanyalah berupa status Jalan Patroli. Sampai pada tahun 2019 oleh Pemda Pesibar dibukalah badan jalan selebar 6 meter sepanjang 10 km," bebernya.

Jadi Prioritas

Bupati Pesisir Barat Agus Istiqlal, beberapa waktu lalu mengatakan, pembangunan jalan akses Way Haru menuju Way Heni merupakan prioritas Pemkab Pesisir Barat dan telah dianggarkan tahun 2022 ini.

"Pembangunan ruas jalan Way Haru memang menjadi prioritas pembangunan dan telah kita anggarkan tahun 2022, namun kendalanya saat ini Surat Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Pemkab Pesibar dan TNBBS belum bisa diterbitkan," Kata Bupati.

Pemkab Pesisir Barat terus melakukan pembicaraan dengan pihak TNBBS namun belum juga menemukan jalan tengah.

Di Desa ini ada satu puskesmas pembantu dan tiga pos kesehatan desa.

Untuk akses pendidikan, ada 5 sekolah dasar dan 2 sekolah menengah pertama, serta satu sekolah menengah atas.

(Tribunlampung.co.id/Saidal Arif)

Berita Terkini