"Untuk stok bright gas selalu tersedia, akan tetapi untuk stok gas 3 kg subsidi sering langka, sehingga biasanya masyarakat cenderung menggantinya dengan Bright Gas," katanya.
Murdianto memaklumi stok elpiji 3 kg lebih cepat habis ketimbang elpiji ukuran lainnya, karena dari hitungan harga juga jauh lebih murah.
Sehingga masyarakat yang membelinya juga tidak merasa terbebani.
Sementara Muhammad Rizki salah satu pembeli elpiji nonsubsidi mengaku kewalahan dengan naiknya harga tersebut.
Biasanya gas di jual di bawah Rp 200 ribu sekarang sudah di atas Rp 200 ribu.
“Sekarang apa-apa mahal, pendapatan berkurang, pengeluaran bertambah,” jelas pria yang sehari-hari bekerja sebagai sales ini.
Dirinya berharap, jika barang sudah naik, tidak terjadi kelangkaan.
Sementara Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara Hendry mengaku pihaknya terus melakukan monitoring terhadap dampak kenaikan elpiji nonsubsidi.
“Hari ini kita tinjau ke agen dan pangkalan elpiji pasca adanya kenaikan harga elpiji nonsubsidi,” jelasnya.
Untuk stok, tidak ada kekurangan baik ukuran elpiji berat 5 kilogram ataupun 12 kilogram.
“Masih banyak stoknya,” kata dia.
Selain melakukan pemantauan kenaikan harga, dirinya juga meninjau ketersediaan elpiji ukuran 3 kilogram.
“Saat ini tidak terjadi kelangkaan,” katanya.
Meski tidak terjadi kelangkaan, Hendry mengimbau kepada pemilik usaha atau agen elpiji tidak melakukan penimbunan barang bersubsidi tersebut.
“Kita sarankan untuk segera menyalurkan ke pedagang apabila stok elpiji 3 kilogram sudah tiba di pangkalan,” imbaunya.
(tribunlampung.co.id/anung bayuardi)