Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Sebanyak 6 mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila) menggegerkan Mahkamah Konstitusi (MK) Rabu (13/7/2022) kemarin.
Pasalnya, mereka diduga memalsukan tanda tangan permohonan judicial review Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
UU ini diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi dan diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pada 15 Februari 2022.
Ke enam mahasiswa tersebut diantaranya M Yuhiqqul Haqqa Gunadi, Hurriyah Ainaa Mardiyah, Ackas Depry Aryando, Rafi Muhammad, Dea Karisna, dan Nanda Trisua Hardianto.
Hurriyah Ainaa, salah satu mahasiswa yang ikut mengajukan judicial review saat diwawancarai Tribun Lampung, Jumat (15/7/2022) via WhatsApp tidak menampik adanya dugaan pemalsuan tandatangan pengajuan judicial review.
Namun Hurriyah meluruskan, tindakan itu bukanlah pemalsuan tandatangan, namun diwakilkan lantaran dua orang temannya tidak berada di tempat ketika perbaikan permodalan berkas.
"Jadi harus diwakilkan tanda tangan permohonan tersebut, karena dua orang teman kami yakni Dea Karisna dan Nanda Trisua Hardianto tidak berada di tempat ketika perbaikan permohonan tersebut dibuat," ungkap Hurriyah.
"Tapi Alhamdulillah, saat ini juga berkas sudah diperbaiki dan dalam tahap diskusi," paparnya.
Dia mengutarakan, uji materi UU tentang IKN itu dilakukan berangkat dari keresahan mereka.
Sebab, UU No 3 tahun 2022 itu dinilai mereka tidak sejalan dengan norma hukum yang ada.
Salah satunya, kata Hurriyah, UU tentang IKN itu bertentangan dengan UUD 1945.
Selain itu, mereka menilai, juga terdapat Dis-harmonisasi definisi atas ketidakjelasan kedudukan otorita IKN, kemunduran nilai demokrasidan pelemahan peran legislatif.
Dihubungi terpisah, Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung, Zulkarnain Ridwan melalui sambungan telepon mengatakan bahwa benar hal tersebut merupakan mahasiswa dari Unila yang mengajukan judicial review IKN.
Diakuinya bahwa keenam mahasiswa tersebut melakukan upaya judicial review ini merupakan bagian dari mata kuliah yang hukum acara praktik.
Pengajuan judicial review itu, kata Zulkarnain, diajukan oleh ke enam mahasiswanya lantaran kelompok ini sangat tertarik dengan isu UU IKN tersebut.
"Mereka sudah merencanakan judicial review IKN itu dari Februari, setelah itu terus dilakukan diskusi didalam kelas Februari," kata Zulkarnain.
Dia mengakui, bahasan uji materi UU IKN ke MK ini berangkat dari kerisauan yang terjadi saat ini.
"Jadi ini bukan dibuat-buat atau pengin cari panggung yah," ungkap Zulkarnain.
Menurutnya, ada subtansisi dari diskusi yang mereka lakukan tentang UU IKN ini.
Dan hasil kajian mereka, diyakini keberadaan UU IKN ini bertentangan dengan UUD 1945.
Dalam konteks pengajuan judicial review di MK, Zulkarnain mengakui ada kekhilafan dari mahasiswa itu lantaran diduga memalsukan tandatangan dia rekannya.
"Tapi memang ada mahasiswa yang minta diwakilkan untuk tanda tangan yang dipermasalahkan oleh yang mulia majelis hakim MK pada persidangan tersebut," kata Zulkarnain.
Para mahasiswa juga sudah mengakui kesalahannya, dan memang ada mahasiswa tersebut yang sedang berada dikampung.
Sehingga tanda tangan pengajuan judical review ini diwakilkan.
"Jadi bukan tidak diketahui atau dibuat-buat dan harusnya ketika minta diwakilkan maka harus ada surat kuasanya," bebernya.
Dia menilai hal ini hanya adanya ketidakcermatan dari mahasiswa tersebut.
Sebab, mereka sambil belajar.
"Saya diskusi bersama mahasiswa dalam kelas itu saya mengapresiasi dan memikirkan isu kenegaraan ini," kata Zulkarnain.
Pihaknya selalu mensuport semua yang dilakukan mahasiswa dengan melakukan persidangan online.
Saat ini memang kondisi persidangan secara online, dan belum tersedia mekanisme untuk tangan secara online itu yang mereka pahami.
Sehingga diwakilkan dua orang tersebut, dan mereka tidak sedang dalam tempat.
"Kalau MK menyediakan tempat telekonferensi dengan MK di gedung E FH Unila yang memang disediakan oleh MK," kata Zulkarnain.
Mereka para 13 Juli melalukan pencabutan permohonan pengujian ulang judical review IKN tersebut.
Saat ini memang belum masuk ke subtansisi judical review tersebut.
Karena baru diperiksa pendahuluan tapi selip tanda tangan diwakilkan tersebut.
Lebih jauh Zulkarnain membeberkan, isi pokok gugatan yang dilayangkan mahasiswa FH Unila itu diantaranya ada beberapa pasal di IKN itu diantaranya beberapa pasal di IKN bertentangan dengan asas demokrasi.
Wakil Dekan FH Unila Rudi Natamihardja menambahkan, terkait adanya dugaan pemalsuan tanda tangan dari mahasiswa yang akan mengajukan judical review IKN dirinya bahwa itu tidak ada unsur pemalsuan tanda tangan
"Jadi itu tidak ada unsur niat memalsukan tanda tangan, izin juga sudah diberikan," kata Rudi.
Dia menegaskan, enam mahasiswa FH Unila itu tidak melakukan pemalsuan tanda tangan yang dimaksud.
(Tribunlampung.co.id Bayu Saputra)