Tribunlampung.co.id, Pesisir Barat - Keberadaan hewan langka penyu laut di Pesisir Barat saat ini sangat memperhatinkan dan terancam punah.
Sebab saat ini hewan tersebut sangat jarang terlihat muncul ke daratan untuk bertelur.
Bahkan sejak diambil alih oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Lampung pada 2014, pelestarian hewan langka penyu laut di kawasan konservasi taman Pesisir Ngambur belum ada perkembangan yang signifikan.
Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun Tribunlampung.co.id, penangkaran penyu di Pesisir Barat itu sempat kurang terawat sejak 2014 hingga 2018.
Bahkan biaya pakan dan modal pembelian telur penyu yang diperoleh dari masyarakat itu tidak ada anggaran dari dinas terkait.
"Sampai saat ini belum ada bantuan dana dari dinas, untuk pembelian telur dan pemberian pakan penyu ini dari kantong pribadi semua," jelas satu di antara anggota penangkaran penyu tersebut yang enggan disebutkan namanya. Jumat (25/11/2022).
"Kami sudah pernah mengusulkan biaya pembelian telur, biaya pakan dan biaya pemeliharaan, namun belum ada juga sampai saat ini," sambungnya.
Bahkan gaji atau insentif para pekerja yang merawat penyu di kawasan konservasi penyu taman Pesisir Ngambur itu sangat memperhatinkan.
Sebab, mereka hanya diberikan insentif sebesar Rp 1.8 juta per bulan dibagi 13 orang.
"Ada 13 anggota Pokmaswas yang merawat taman konservasi penyu itu insentif mereka hanya Rp 1.8 juta perbulan dibagi 13 orang,"
"Artinya insentif setiap anggota itu cuma Rp 138 ribu per bulan, itupun dipotong dengan biaya pembelian telur dan pakan penyu," bebernya.
Lanjut, pihaknya tidak terlalu membutuhkan pembangunan gedung namun yang paling dibutuhkan adalah biaya perawatan penyu.
Hal itu juga guna mengembangkan pelestarian penyu yang ada di Bumi para sai batin dan ulama tersebut.
Sementara itu Ahyar (73) perintis sekaligus mantan ketua kelompok pelestarian penyu dikawasan konservasi priode 2005-2014 mengatakan, pada saat kepengurusan nya waktu itu insentif yang diberikan memang Rp 1.8 juta perbulan dan dibagi dengan 6 anggota.
"Kalau zaman kami dulu memang Rp 1.8 juta dibagi enam anggota, jadi kita menerimanya Rp 300 ribu perbulan masing-masing anggota," ucapnya.