Tribunlampung.co.id, Beijing - China tengah berjuang untuk menahan kemungkinan terjadinya wabah terbesar virus corona (Covid-19) yang pernah ada di dunia.
China dikabarkan mencatat satu juta kasus Covid-19 dan 5.000 kematian setiap 24 jam atau per hari.
Lonjakan besar kasus Covid-19 di China dilaporkan Bloomberg pada Kamis kemarin mengutip penelitian baru yang dilakukan oleh perusahaan analitik yang berbasis di London, Inggris, Airfinity Ltd.
Dikutip dari laman www.hindustantimes.com, Jumat (23/12/2022), menurut Airfinity Ltd, gelombang kasus saat ini diperburuk oleh desakan China untuk menghapus protokol Covid-19.
Ini yang akhirnya membuat sub-varian baru Omicron muncul, yakni BF.7.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Indonesia Naik, Sepekan Ini 30 Ribu Kasus Baru dari 19 Ribu Kasus
Kasus baru setiap harinya pun diprediksi meningkat menjadi 3,7 juta pada bulan depan dan angka yang menakutkan tercatat pada Maret lalu saat jumlah kasus mencapai 4,2 juta.
Pemodelan skala dan jumlah korban wabah terbaru China oleh Airfinity Ltd ini menggunakan data provinsi dan menggarisbawahi dampak dari keputusan pemerintahan Presiden Xi Jinping yang secara tiba-tiba membatalkan kebijakan 'nol Covid' yang kontroversial itu.
Ahli Epidemiologi Amerika Eric Feigl-Ding pun minggu ini mengatakan bahwa keputusan ini seolah 'membiarkan siapapun yang terinfeksi, biarkan terinfeksi.
Lalu biarkan siapapun yang perlu mati untuk mendekat'.
Peringatan lebih dari satu juta kasus harian yang disampaikan kelompok London itu terkait dengan apa yang diklaim oleh Wu Zunyou dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) China.
Menurutnya 'gelombang pertama akan berlangsung dari sekarang hingga pertengahan Januari 2023.
Sedangkan gelombang kedua kemungkinan akan menyusul segera setelahnya.
Lalu yang ketiga, kata dia, akan berlangsung dari akhir Februari 2023 hingga pertengahan Maret 2023, saat orang kembali untuk bekerja dari liburan mereka.
Krematorium di China Kelabakan
Krematorium di seluruh China kini bekerja keras menangani terus berdatangannya jenazah baru korban Covid-19 di tengah upaya pemerintah China memerangi gelombang penularan dan kasus baru virus corona yang sulit dilacak.
Kasus-kasus infeksi telah mengalami lonjakan di seluruh China, dengan rumah sakit berjuang keras dan rak-rak apotek kosong setelah keputusan mendadak pemerintah China untuk mencabut sistem penguncian (lockdown), karantina dan pengujian massal yang telah diterapkan selama bertahun-tahun.
Dikutip dari France24, Jumat (23/12/2022), dari timur laut negara itu ke barat daya, pekerja krematorium mengatakan bahwa mereka berjuang untuk mengimbangi lonjakan kematian.
Baca juga: Penumpang Kapal di Bakauheni saat Nataru 2022/2023 Diprediksi Naik, 2 Tahun Dibatasi Covid-19
Di Chongqing, pemerintah kota berpenduduk 30 juta jiwa itu pada minggu ini telah mendesak orang-orang yang menunjukkan gejala ringan untuk tetap pergi bekerja.
Seorang pekerja menyampaikan bahwa krematorium mereka kehabisan ruang untuk menyimpan jenazah.
"Jumlah jenazah yang diangkat dalam beberapa hari terakhir ini berkali lipat lebih banyak dari sebelumnya. Kami sangat sibuk, tidak ada lagi ruang penyimpanan dingin untuk jenazah," kata seorang pekerja krematorium yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu di megapolis selatan Guangzhou, seorang pekerja yang bekerja pada salah satu krematorium di distrik Zengcheng mengatakan bahwa mereka mengkremasi lebih dari 30 jenazah setiap hari.
"Kami memiliki badan yang ditugaskan kepada kami dari distrik lain. Tidak ada pilihan lain," kata karyawan itu.
Krematorium lain di kota itu menyampaikan bahwa mereka juga 'sangat sibuk'.
"Ini tiga atau empat kali lebih sibuk dari tahun-tahun sebelumnya, kami mengkremasi lebih dari 40 jenazah per hari ketika sebelumnya hanya sekitar belasan. Seluruh Guangzhou seperti ini, sulit untuk mengatakan apakah lonjakan jenazah itu terkait dengan Covid-19," jelas seorang pekerja.
Sumber: Hindustantimes.com
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com
(Tribunlampung.co.id)