Berita Lampung

Tak Bisa Melaut, Nelayan Pulau Pasaran Lampung Keluhkan Cuaca hingga Harga Garam dan BBM Tinggi

Penulis: Hurri Agusto
Editor: Teguh Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Junaidi, nelayan Pulau Pasaran Bandar Lampung mengeluhkan cuaca, harga garam yang tinggi, dan solar yang sulit didapat

Tribunlampung.co.id, Bnadar Lampung - Nelayan Pulau Pasaran, Teluk betung Barat, Bandar Lampung, mengeluhkan sulitnya mencari ikan lantaran cuaca tak menentu.

Selain cuaca, harga garam yang tinggi serta Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sulit dicari, membuat nelayan semakin enggan melaut.

Berdasarkan pantauan Tribun Lampung, Rabu 1 Maret 2023, puluhan kapal terlihat hanya bersandar di sepanjang pesisir pulau yang jadi pusat produksi ikan asin di Bandar Lampung ini.

Lahan yang biasa jadi tempat menjemur ikan, kini kosong lantaran nelayan tak melaut.

Baca juga: Nelayan di Kabupaten Pesisir Barat Lampung Ogah Melaut karena Gelombang Tinggi    

Salah satu nelayan, Junaidi mengaku sudah dua bulan terakhir jarang melaut lantaran sulitnya mencari ikan akibat cuaca yang tak menentu.

"Kami di sini sudah hampir dua bulan enggak melaut, karena ikannya lagi susah," ujar Junaidi, Rabu (1/3/2023).

"Cuaca enggak tentu, kadang hujan deras, kadang juga angin kenceng," imbuhnya.

Untuk mengisi kekosongan waktu, setiap harinya Junaidi hanya berusaha memperbaiki jangkar dan tali perahunya agar tak lepas.

Selain itu, sesekali ia berpindah haluan mencari kerang untuk tetap memenuhi kebutuhan keluarganya.

Dengan wajah lesu, Junaidi menceritakan sulitnya menggantungkan hidup jadi nelayan.

"Jadi nelayan itu, susahnya kalau kerja tergantung cuaca," kata Junaidi

"Apalagi sejak harga garam naik, solarnya juga susah dicari," imbuhnya

Baca juga: Dinas Perikanan Lampung Selatan Bakal Beri Bantuan Sarana ke Nelayan Rp 1,3 Miliar

Karena pekerjaanya sangat tergantung cuaca, ditambah lagi harga garam naik dan solar yang sulit dicari.

Junaidi mengatakan, harga garam yang jadi bahan baku utama membuat ikan asin kini melambung hampir 5 kali lipat.

Harga garam yang sebelumnya berkisar Rp 80 ribu per karung 50 kg, kini melonjak hingga menyentuh Rp 250 ribu.

"Di sini kan pusatnya produksi ikan asin, sudah sejak 2 bulan ini harganya naik terus sampai Rp 250 ribu per karung," imbuhnya.

"Kami ini cuma rakyat kecil, kalau harganya tinggi begitu kami enggak dapat untung, sukur-sukur bisa buat makan aja alhamdulillah," imbuhnya.

Menurutnya dengan harga yang sangat tinggi itu, ia kesulitan mendapat untung.

Selain itu, Junaidi juga mengeluhkan sulitnya mencari solar yang jadi bahan bakar perahunya.

Kalaupun ada, ia mengatakan, harga solar mencapai Rp 10 ribu per liternya.

Junaidi pun berharap pemerintah dapat turun tangan untuk mengatasi masalah yang dihadapi warga Pulau Pasaran.

(tribunlampung.co.id/hurri agusto)

Berita Terkini