Berita Lampung

Disdikbud Lampung Tengah Salahkan Pendaftar yang Tak Lolos Zonasi PPDB

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kasubbag Umum dan Kepegawaian Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Tengah, Sugiarsih, saat menjelaskan sistem zonasi. Menyingkapi pelbagai masalah terkait PPDB sistem zonasi tersebut, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan ( Disdikbud ) Lampung Tengah justru menyebut masih banyak pendaftar yang salah dalam meng-input ke sistem.

Tribunlampung.co.id, Lampung Tengah - Penerimaan Peserta Didik Baru alias PPDB hingga kini masih menuai polemik di masyarakat, terutama untuk sistem zonasi.

Menyingkapi pelbagai masalah terkait PPDB sistem zonasi tersebut, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan ( Disdikbud ) Lampung Tengah justru menyebut masih banyak pendaftar yang salah dalam meng-input ke sistem.

Kasubbag Umum dan Kepegawaian Disdikbud Lampung Tengah, Sugiarsih mengatakan, sistem PPDB memang memprioritaskan penerimaan siswa berdasarkan zonasi.

"Menurut saya kalau ada kasus tidak lolos zonasi padahal rumahnya dekat, kesalahannya ada di pendaftar yang salah pilih koordinat," kata Sugiarsih kepada Tribunlampung.co.id, Senin (10/7/2023).

Menurutnya, radius zonasi dalam sistem PPDB di Lampung Tengah rata-rata sejauh 4 km.

Dan untuk penerimaan siswa terbanyak dipilih dari sistem zonasi.

Dari penjaringan zonasi, akan diseleksi dari yang terdekat, sampai terjauh sesuai kuota.

Jalur zonasi minimal 50 persen, jalur afirmasi minimal 15 persen, jalur perpindahan orangtua/wali maksimal 5 persen.

"Jalur prestasi bukan prioritas, tapi kalau ada sisa kuota, bisa diterapkan dengan persentase maksimal 30 persen," katanya.

Sugiarsih menyangkal adanya cawe-cawe dari sekolah dalam menentukan koordinat.

Menurutnya, jika memang ada kesalahan lain, diduga berasal dari NISN pelajar yang terdata di dapodik salah.

Data NISN siswa saat SD akan otomatis dicatut tanpa revisi, termasuk jaraknya.

"Kalau bukan dari kesalahan pendaftar, bisa jadi karena data lama siswa yang terpakai pada NISN," katanya.

"Kalau by sistem, saya rasa sekolah tidak bisa cawe-cawe dalam mengatur zonasi," katanya.

Menurutnya, jika di Kotagajah ada calon siswa yang terjaring dari Lampung Timur, bisa jadi karena ikut prestasi.

Tapi, kalaupun pakai zonasi, jika masih dalam radius walaupun beda kabupaten ada kemungkinan diterima.

"Kotagajah kan perbatasan tuh sama Lamtim, kalau radiusnya masuk, bisa saja diterima," ujarnya.

Di sisi lain, Umri (47) selaku orangtua calon siswa asal Kampung Kotagajah mengatakan, rumahnya berhadapan dengan sekolah, tapi anaknya tidak lolos zonasi.

"Saking dekatnya, rumah saya itu hanya dua jengkal dari sekolah, tapi anak saya tidak lolos zonasi," katanya kepada Tribunlampung.co.id, Senin (10/7/2023).

"Sudah saya coba geser-geser koordinat rumah saya, mentok-mentok di 1 kilometer," tambahnya.

Umri mengatakan, setelah bertanya dan mencari informasi, ternyata ada 70 anak lain yang tidak diterima, dari Kampung Kotagajah dan Kotagajah Timur.

Padahal, rata-rata jaraknya bahkan tidak lebih dari 2 kilometer.

"Saya bahkan mendengar langsung dari orang tua lainnya, ada yang dari Lampung Timur tapi diterima di SMPN 2 Kotagajah," sebut Umri.

"Bahkan ada isu kalau penerimaan bisa diatur kalau memberi uang Rp 1 - Rp 3 juta ke sekolah," ucap Umri.

Di sisi lain, orang tua siswa lainnya, Febri (47) mengaku tak lolos sistem zonasi saat mendaftar di SMPN 2 Kotagajah.

Padahal, jarak rumah Febri dari sekolah hanya 500 meter, dan saat pendaftaran titik koordinat rumahnya 1,5 kilometer, tapi tetap saja tidak lolos.

Sementara Ruli (37) asal Kotagajah Timur mengaku anaknya ditolak oleh sekolah, padahal koordinat jarak rumahnya 1,68 kilometer.

Kemudian Asep Wahyudi (47) yang juga mengalami nasip serupa, anaknya tidak lolos padahal jarak rumahnya ke sekolah 760 meter.

( Tribunlampung.co.id / Fajar Ihwani Sidiq )

Berita Terkini