Sidang Korupsi Eks Kepala Dinas

Jaksa Tolak Pleidoi Kadis PMD Lampung Utara Abdurrahman

Penulis: Vincensius Soma Ferrer
Editor: Daniel Tri Hardanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Nota pembelaan atau pleidoi terdakwa kasus korupsi Kepala Dinas PMD Lampung Utara Abdurrahman ditolak oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Kamis (22/2/2024).

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Nota pembelaan atau pleidoi terdakwa kasus korupsi Kepala Dinas PMD Lampung Utara Abdurrahman ditolak oleh jaksa penuntut umum (JPU).

Penolakan pleidoi Abdurahman dihadirkan dalam sidang di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Kamis (22/2/2024).

Jaksa menolak seluruh pleidoi Abdurahman cs dalam penjelasannya.

Penolakan pleidoi itu juga berlaku untuk empat terdakwa lainnya yang berkongkalikong dengan Abdurahman.

Ditegaskan oleh jaksa, tuntutan yang diberikan kepada Abdurrahman cs adalah sebagaimana bunyi sidang tuntutan pada 18 Januari 2024 lalu.

"Kami tetap berpedoman sebagaimana yang disampaikan dalam sidang tuntutan pada 18 Januari 2024," kata jaksa.

Menurut jaksa, Abdurahman cs secara kajian yuridis terbukti bersalah atas perkara korupsi bimtek pratugas bagi kepala desa terpilih tahun anggaran 2022.

Dalam kasus ini, ikut terjerat pria bernama Nanang Furqon, rekanan yang bekerja sama dengan Abdurahman.

Selain itu, ada dua terdakwa lainnya yang ikut dalam kongkalikong itu, yakni Kabid di Dinas PMD Lampung Utara Ismirham Adi Saputra dan Kasi di Dinas PMD Lampung Utara Ngadiman.

Dengan penolakan pleidoi itu, maka keempatnya tetap pada tuntutan pidana awal.

Yakni, tuntutan selama tiga tahun penjara dan denda Rp 50 juta untuk Abdurahman dan Nanang Furqon.

Lalu Ismirham dan Ngadiman dituntut dua tahun dan enam bulan penjara, serta denda Rp 50 juta.

Sebelumnya, Abdurahman sempat membacakan nota pembelaannya pada 31 Januari 2024.

Dia mengaku ingin sekali terbebas dari tuntutan selama tiga tahun penjara yang telah dibacakan jaksa penuntut umum.

Abdurahman sangat menderita selama menjalani proses persidangan.

Ia mengklaim menjadi korban kriminalisasi oleh penyidik pada kepolisian setempat.

Hal itu setelah Abdurahman didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 25 juta.

Menurutnya, korupsi dengan nilai di bawah Rp 50 juta bisa mendapatkan restorative justice sehingga tidak diseret ke meja hijau.

Sedangkan dalam proses hukum yang dijalani, ia menyebut sudah mengeluarkan hingga miliaran rupiah.

Selain itu, dalam aspek sosial, Abdurahman merasa iba kepada istri dan keluarganya.

Ia mengatakan, keluarganya sangat terbebani secara mental.

(Tribunlampung.co.id/V Soma Ferrer)

Berita Terkini