Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - DPRD Lampung bakal membentuk pantia khusus (pansus) untuk menindaklanjuti polemik anjloknya harga singkong.
Pembentukan pansus dilakukan menyusul tidak adanya titik temu yang dihasilkan dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Komisi II DPRD Lampung, Senin (16/12).
RDP menghadirkan perwakilan Pemprov Lampung dan perusahaan tapioka.
Dalam pertemuan itu, para pengusaha tapioka sepakat untuk tetap menggunakan harga Rp 900 per kilogram dengan potongan maksimal 15 persen.
Harga tersebut berlaku sejak masa kepemimpinan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi.
"Saya mewakili rekan-rekan dari pengusaha tapioka tadi sudah menyepakati mengenai harga. Jadi kami mematuhi apa yang sudah disampaikan mengenai kesepakatan dengan Gubernur Lampung pada tahun 2021 dengan harga minimal pembelian adalah Rp 900 per kilogram dan potongan sebesar 15 persen," kata perwakilan dari PT Umas Jaya Agrotama.
Namun, terus dia, saat ini perusahaan membeli singkong dari petani dengan harga yang bervariasi dan di atas harga tersebut.
"Harga yang berlaku saat ini bervariasi, seperti di Sungai Budi Rp 1.050, SPM Rp 1.100 sampai Rp 1.200. Kami sudah berada di atas nilai Rp 900. Jadi kami akan tetap berjalan seperti ini," jelasnya.
Sementara Tigor selaku perwakilan PT Sinar Pematang Mulia mengatakan, harga beli singkong tidak bisa disamaratakan. Alasannya, kemampuan perusahaan berbeda-beda.
"Sekarang ini singkong ukurannya seperti wortel, sangat kecil sekali, sehingga kami tidak bisa jika harus disamaratakan dengan harga Rp 1.500. Tapi kami beli sudah jauh lebih dari kesepakatan," jelas dia.
Meresponsnya, Ketua Komisi II DPRD Lampung Ahmad Basuki menyatakan tidak bisa menerima alasan itu begitu saja.
Pihaknya akan menyelesaikan persoalan ini dengan membentuk pansus.
"Kami akan gelar pansus untuk menghitung rinci harga yang sama-sama menguntungkan. Menguntungkan petani dan pihak pengusaha," kata Basuki.
Basuki menegaskan, DPRD sangat serius ingin memperjuangkan harga singkong yang berkeadilan untuk para petani.
"Kita juga sekaligus berharap investasi di bidang singkong dan turunannya ini juga bisa tetap eksis di Provinsi Lampung. Kami menyampaikan aspirasi dari masyarakat yang meminta harga singkong ini 1.500 per kilo dengan rafaksi 15 persen," sebutnya.
Lebih lanjut dikatakannya, pihaknya sudah mendengar keluhan dari pengusaha dimana masih ada petani yang mencabut singkong saat berusia lima bulan, sehingga kadar acinya masih sangat rendah.
Untuk itu, ia merekomendasikan kepada Pemprov Lampung untuk membentuk pansus.
"Supaya ini tidak menjadi kejadian yang selalu berulang setiap tahun, maka kami merekomendasikan pemerintah daerah untuk segera membentuk tim khusus guna mengkaji dan merumuskan harga dasar eceran terendah singkong untuk tahun 2025," jelas Basuki.
Selanjutnya, dari hasil kajian tersebut dituangkan dalam bentuk peraturan daerah. Pihaknya juga meminta pemerintah untuk menetapkan singkong sebagai komoditas pangan unggulan di Provinsi Lampung.
"Dinas juga harus melakukan pendampingan kepada petani untuk meningkatkan produktivitas lahan. Terakhir, kami akan segera menggagas dibentuknya pansus komoditas singkong beserta turunannya untuk menciptakan harga yang berkeadilan, baik untuk para petani maupun berlangsungnya investasi perusahaan," pungkasnya.
Hal senada disampaikan anggota Komisi V DPRD Lampung Budhi Condrowati. Ia mengaku sangat kecewa dengan pernyataan perusahaan.
"RDP ini kan mencari solusi, tapi ternyata tidak menemukan kesepakatan. Kami sangat kecewa atas persoalan ini, maka lebih baik (dibentuk) pansus saja supaya ini jelas dan terang benderang harga singkong ini. Maka perlu dihitung dari modal hingga hasil yang didapatkan. Minimal pendapatan petani per bulan sama seperti UMP Lampung," kata Condrowati.
DPRD, lanjut Condrowati, akan memperjuangkan aspirasi petani yang berharap harga singkong minimal bisa Rp 1.500 per kilogram dengan potongan minimal 15 persen.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lampung Evie Fatmawaty mengatakan, harga singkong mengacu kesepakatan pada 2021 lalu, yakni Rp 900 per kg.
"Kesepakatan rapat kemarin disampaikan Pak Pj Gubernur bahwa harga singkong kembali kepada berita acara yang telah ditetapkan oleh perusahaan dan Pemda pada tahun 2021, yaitu Rp 900 per kilogram. Dan, itu dibahas bersama pada Kamis, 12 Desember 2024," kata Evie.
Dia menyampaikan, sebelumnya pihaknya juga telah melakukan konsultasi ke Kementerian Perdagangan terkait polemik harga singkong.
"Hasil konsultasi kami bahwa harga singkong ini tidak bisa ditetapkan harga acuan karena ini bukan bahan pokok. Harga ditetapkan dengan mekanisme pasar yang ada. Jadi sesuai kesepakatan yang ada, harga singkong mengacu pada pemerintah daerah masing-masing," pungkasnya.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)