Dalam kondisi yang semakin menurun, satu hal yang selalu menjadi permintaannya kepada Fanny adalah keinginannya untuk memiliki anak.
Fanny telah mencoba berbagai cara untuk hamil secara alami, namun tak kunjung berhasil.
Dua kali percobaan program bayi tabung juga belum berhasil.
"Tahun kedua menikah dia minta mau baby, dua kali sempat keguguran program," ujarnya.
"Dia tuh kayak 'aku ingin anak ini untuk melindungi kamu ketika aku gak ada disini lagi'," katanya.
Sempat terbesit keinginan Papa Udon ingin mengadopsi anak, namun keluarga bayi tersebut menolak.
Di tengah keputusasaan, dokter akhirnya menemukan bahwa darah Fanny terlalu kental, sehingga janin sulit bertahan.
Setelah dilakukan perawatan medis, mereka memutuskan untuk melakukan satu kali lagi embrio transfer.
Disaat itulah, kondisi Papa Udon yang dirawat di Singapura semakin parah dan harus dipulangkan ke Jepang.
Dokter di Singapura mengungkapkan kenyataan pahit bahwa tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya.
Papa Udon pun mempertemukan Fanny dengan mantan istri dan ketiga anaknya di Jepang dengan niat membahas soal warisan.
Sekembalinya ke Indonesia, Fanny akhirnya menjalani transfer embrio pada Senin pagi.
Keesokan harinya, Kondoh masuk rumah sakit dan seminggu kemudian ia wafat.
"Dan ternyata hamil tapi papa Udon berpulang," katanya.
"Kepulangan yang cukup berat soalnya for say good bye dia harus pakai kursi roda karena dia abis operasi tulang dan gak boleh jalan jauh," katanya.