Berita Lampung

Banyak Pabrik Tapioka di Lampung Tutup, Gubernur Mirza: Akan Dicari Solusinya

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

CARIKAN SOLUSI: Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal saat diwawancarai di depan ruangannya, Kamis (6/3/2025). Mirza mengaku siap mencari solusi terkait banyaknya pabrik tapioka yang tutup.

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengaku siap mencari solusi terkait banyaknya pabrik tapioka yang tutup. 

Ia mengaku akan berkomunikasi lebih lanjut dengan pemerintah pusat.

"Masalah singkong di Lampung sudah menjadi wewenang pusat. Persoalan yang ada, pabrik merasa rugi dengan ketetapan harga yang disepakati. Sedangkan petani harus menjual hasil panennya," kata Mirza saat diwawancarai, Kamis (6/3/2025). 

“Saya telah eskalasikan bersama Kementerian Pertanian dan pemerintah pusat agar segera mencari solusi dari masalah ini,” tambahnya.

Terpisah, Ketua Komisi II DPRD Lampung Ahmad Basuki menyampaikan, pihaknya sudah mengusulkan perpanjangan masa tugas Pansus Tata Niaga Singkong. 

"Pansus diperpanjang hingga 15 Maret 2025. Persoalan singkong di Lampung belum sepenuhnya selesai. Tentunya kami dari komisi II juga berharap pemerintah pusat segera turun membantu mengurai persoalan ini," kata Abas, sapaan akrabnya.

Abas menambahkan, dengan diperpanjangnya masa kerja pansus diharapkan dapat mencarikan solusi terbaik terkait harga, regulasi, dan aturan lainnya. 

"Kita ingin hasil pansus ini benar-benar aplikatif, sehingga pabrik tetap untung dan petani sejahtera," pungkasnya.

Dalam dua bulan terakhir, tidak sedikit pabrik tapioka di Lampung yang tutup. Mirisnya lagi, penutupan pabrik dilakukan menjelang Lebaran.

Hal itu disampaikan Ketua Pansus Tata Niaga Singkong DPRD Lampung Mikdar Ilyas. 

Menurut dia, sejauh ini kondisi belum stabil. Banyak perusahaan yang tutup, dan petani bingung harus menjual singkong ke mana. 

“Di lapangan, sejumlah pabrik singkong di Lampung justru buka-tutup. Kadang buka, kadang tutup. Sementara itu, setelah dipanen, singkong tidak bisa dibiarkan terlalu lama karena pasti akan rusak. Jadi, kondisinya belum stabil,” kata Mikdar dalam wawancara eksklusif bersama Tribun Lampung, Selasa (4/3/2025).

Mikdar juga menjelaskan penyebab pabrik tidak konsisten menjalankan instruksi Menteri Pertanian terkait harga Rp1.350 per kg dengan potongan berdasarkan kadar aci. 

Mikdar menuturkan, sesuai pengakuan pengusaha, dengan harga kesepakatan itu mereka tidak mendapat keuntungan. Apalagi, saat ini musim hujan sehingga kadar aci menurun. 

Namun, hasil penelusuran di lapangan menunjukkan alasan lain. Mereka tidak mau membeli hasil panen petani karena impor tapioka masih berlangsung hingga saat ini. 

“Barang impor kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih murah, sehingga kemungkinan besar para pengusaha lebih memilih tapioka impor,” ucap Mikdar. 

(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)

Berita Terkini