Berita Terkini Nasional

Pengemudi Ojol di Bandung Tambal Jalan dengan Modal Sendiri, Hasan Belajar dari Youtube

Editor: Teguh Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TAMBAL JALAN - Hasan Fiidel (24) driver ojeg online saat tengah menambal salah satu jalan berlubang di Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (18/5/2025).

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDUNG - Mendung siang itu menggantung rendah di langit Bandung Selatan.

Hembusan angin membawa cepat asap hitam dari sebuah kebun kecil di Kampung Cibodas, Desa Cibodas, Kecamatan Pasirjambu, Bandung Selatan, Jawa Barat. 

Biasanya sunyi, hari-hari terakhir kampung ini riuh oleh suara tungku dan semangat seorang pemuda bernama Hasan Fiidel yang masih berusia 24 tahun.

Dengan jaket ojek online yang tak pernah lepas dari tubuhnya, Hasan sibuk memanaskan aspal bekas.

Sejak dua pekan lalu, kebun itu jadi ‘laboratorium’ baginya, tempat ia mewujudkan niat sederhana namun besar yakni menambal jalan berlubang yang sering jadi mimpi buruk pengguna jalan, termasuk dirinya.

"Sampai saat ini juga saya aktif jadi ojek online. Kebetulan waktu lagi narik, saya pernah jatuh karena jalan yang berlubang sampai waktu itu handphone saya LCD-nya rusak. Jatuhnya di salah satu jalan di Kota Bandung. Kepikirannya di situ, saya berpikir aja, jangan sampai orang ngalamin jatuh karena jalan yang berlubang," katanya, Senin (19/5/2025).

Berawal dari luka dan layar ponsel yang retak, lahirlah tekad untuk menambal lubang-lubang di jalanan Bandung.

Hasan lalu menyelami internet, menyaring informasi dari YouTube, Google, hingga AI.

Hanya dalam dua hari, ia mulai paham dasar-dasar mencairkan aspal.

Lalu berbekal Rp 500.000 hasil ngojek, Hasan membeli tabung gas, ember, pasir beton, hingga lem aspal.

Berkali-kali gagal, namun ia terus mencoba. Tak ingin mengganggu tetangga dengan asap pekat, ia memindahkan aktivitasnya ke kebun terpencil dekat rumah.

"Ternyata pas saya terjun ke lapangan, ternyata beda-beda misalnya spek aspalnya, buat jalan desa, provinsi, dan jalan nasional itu beda," ujarnya.

Empat bulan ia habiskan untuk belajar.

Eksekusinya baru dimulai dua minggu terakhir, saat ia menambal jalan di depan Kantor Desa Cibodas.

Tapi sebelum itu, Hasan lebih dulu meminta izin kepala desa.

"Waktu pertama nyobain itu di jalan Desa Cibodas, saya bicara ke Kades. Itu salah satu adab saya. Kebetulan di depan jalan desa ada yang berlubang juga. Jadi sebelum nambal yang jauh, kita bantu dulu yang sekitar lah. Alhamdulillah, responnya mendukung," imbuh Hasan.

Setiap hari, Hasan menyelam sambil minum air.

Ia tetap menarik penumpang, sekaligus mengumpulkan sisa-sisa aspal yang terkelupas di pinggir jalan.

Jika dulu ia harus membeli semua bahan, kini ia hanya mengeluarkan uang untuk gas dan cairan perekat.

"Kalau dulu habis sekitar Rp 500 ribu tanpa dikontenkan. Kalau sekarang tergantung lubang. Kaya kemarin di Katapang itu cuma puluhan ribu," ujarnya.

Pukul 10 pagi, Hasan sudah berada di kebun.

Tiga jam dihabiskan untuk mencairkan aspal menggunakan kompor gas dan ember.

Setelah terurai, ia menuangkannya ke lubang yang sebelumnya sudah dibersihkan dan dilapisi lem.

"Kalau untuk pengerjaan di lapangan itu paling 20 menit sampai 30 menit lah, yang lama itu dari proses mencairkan aspalnya. Biasanya bisa sampai 2 atau 3 jam," jelasnya.

Rekan sesama ojol dan warga ramai-ramai mengomentari unggahan video di TikTok dan Instagram-nya.

Ada yang sekadar menyemangati, ada pula yang ingin ikut membantu.

Tapi Hasan memilih bekerja sendiri dulu.

"Sekarang mah sendiri dulu aja. Tapi antusiasnya warga dan rekan ojol itu luar biasa," ucapnya.

Warga pun sering bertanya siapa dia, bahkan ada yang meminta Hasan menambal jalan di tempat lain.

Namun ia sadar, dirinya hanya mampu menambal lubang-lubang kecil.

"Banyak yang nanya dari pihak pemerintah atau bukan, ada yang memvideo, ada yang berterima kasih, ada yang nyuruh juga. Kan kalau saya mah skala kecil, ini ada yang nyuruh skalanya gede, bukan kerjaan saya kalau lubangnya gede mah," ujarnya.

Meski begitu, Hasan tak pernah menyalahkan pemerintah.

"Saya enggak nyalahin pihak manapun, saya yakin pihak terkait juga ingin membetulkan jalan, tapi mungkin dananya harus besar, harus nunggu juga. Tapi kalau saya kan waktunya luang, sambil nunggu diaspal sama pihak terkait ya saya lakukan aktivitas ini, daripada enggak sama sekali ditambal," tuturnya.

Hasan tumbuh dari keluarga sederhana.

Ayahnya meninggal sejak kecil, ibunya menjadi TKW di Arab dan Dubai hingga 2022.

Meski berjauhan, kasih sayang tak pernah ia rasa kurang.

Selepas SD, Hasan sempat enggan melanjutkan sekolah dan merantau ke Jakarta untuk berdagang telur.

Namun melihat anak-anak berseragam SMP, ia kembali ingin sekolah.

Selama SMP dan SMK, Hasan berdagang pulsa, arang briket, hingga sayur di pasar Baleendah.

Ia sempat tinggal di Panti Asuhan Yatim Baraya di Rancamanyar.

Kini sudah tiga tahun lebih ia menjadi ojol.

"Kenapa pakai jaket ojol? Karena memang ini identitas saya, keseharian saya, tempat saya cari nafkah," ujarnya.

Hasan juga kerap menjajakan jas hujan seharga Rp 5.000 di sela aktivitasnya.

Meski tak berharap viral, Hasan tetap punya impian besar yakni mendirikan perusahaan aspal sendiri.

"Kedepan pengen bikin perusahaan aspal sendiri. Itu karena saya lihat daerah Baleendah yang jalannya bolong gede, biar manfaatnya bisa terasa lebih besar. Paling tidak saya punya perusahaan bahan-bahan untuk perbaiki jalan," tutupnya. (tribunnetwork)

 

Berita Terkini