PSU Pilkada Pesawaran

Supriyanto–Suriansyah Gugat Hasil PSU Pesawaran ke MK, Pengamat Unila Sebut Hak Konstitusional

Penulis: Riyo Pratama
Editor: Teguh Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

GUGAT HASIL PSU - Supriyanto dan Suriansyah calon Bupati Pesawaran. Supriyanto-Suriansyah gugat hasil PSU Pesawaran ke MK, dalilkan pelanggaran TSM, Jumat (30/5/2025).

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, PESAWARAN – Tim kuasa hukum pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Pesawaran Nomor Urut 1, Supriyanto–Suriansyah Rhalieb, resmi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Pesawaran 2025.

Mereka mendalilkan adanya pelanggaran pemilu yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Pengacara pasangan tersebut, Anton Heri mengatakan, permohonan diajukan untuk membatalkan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pesawaran Nomor 625 Tahun 2025, yang menetapkan kemenangan pasangan calon nomor urut 2, Nanda Indira dan Antonius M. Ali.

Adapun dalam permohonannya, tim hukum Supriyanto–Suriansyah menyebut pelaksanaan PSU 24 Mei lalu tidak mencerminkan asas pemilu yang jujur dan adil, sebagaimana dijamin dalam UUD 1945.

Mereka membeberkan tiga bentuk dugaan pelanggaran.

Pertama penyalahgunaan fasilitas negara.

Menurutnya, pasangan nomor urut 2 dituding memanfaatkan fasilitas pemerintah untuk kepentingan politik praktis, antara lain lewat distribusi alat mesin pertanian (alsintan) dan penggunaan dana reses wakil rakyat dalam kampanye terselubung.

Kemudian kedua ketidaknetralan ASN.

Tim kuasa hukum mengklaim ada arahan kepada aparatur sipil negara (ASN), perangkat desa, dan tokoh pemerintahan lokal agar mendukung pasangan Nanda–Antonius.

Hal ini dinilai melanggar prinsip netralitas birokrasi dalam pemilu.

Lalu yang ketiga politik uang. Jelang hari pencoblosan, tim Supriyanto–Suriansyah menemukan adanya pembagian uang sebesar Rp50 ribu per pemilih di sejumlah kecamatan.

Praktik ini dinilai sebagai upaya sistematis untuk memengaruhi pilihan pemilih secara tidak sah.

"Ketiga pelanggaran ini kami anggap bersifat TSM, yang melibatkan struktur kekuasaan, dilakukan secara terorganisasi dan terjadi dalam skala luas," ujar Anton kepada awak media pada Jumat (30/5/2025).

Suara Anjlok

Menurut data yang disampaikan tim pemohon, suara pasangan Supriyanto–Suriansyah anjlok hingga 34 persen dibandingkan hasil sebelumnya, sementara suara lawannya melonjak 30 persen.

Mereka menyebut lonjakan itu sebagai indikasi dampak langsung dari dugaan kecurangan dalam PSU.

"Jika praktik semacam ini dibiarkan, PSU justru menjadi legitimasi atas politik transaksional yang merusak masa depan demokrasi," kata Anton.

Ia menilai, pemimpin hasil pemilu curang rawan mengorbankan kepentingan rakyat demi mengembalikan 'modal politik'.

Adapun dalam petitum gugatan, tim hukum pasangan Supriyanto–Suriansyah meminta Mahkamah Konstitusi untuk: satu membatalkan keputusan KPU Kabupaten Pesawaran Nomor 625 Tahun 2025.

Lalu kedua mendiskualifikasi pasangan Nanda Indira–Antonius M. Ali dari Pilkada Pesawaran 2025.

Serta ketiga menetapkan Supriyanto–Suriansyah sebagai pemenang PSU berdasarkan hasil pemilu sebelumnya yang dinilai bersih dari pelanggaran.

Tim hukum berharap MK dapat menegakkan prinsip keadilan pemilu demi menjaga marwah demokrasi.

Mereka juga menyerukan kepada publik dan media untuk mengawal proses persidangan di MK.

"Mahkamah telah berulang kali menyatakan bahwa pemilu yang diwarnai praktik politik uang dan penyalahgunaan kekuasaan harus dibatalkan. Kami percaya MK akan berdiri tegak sebagai benteng terakhir konstitusi," tandasnya.

Hak Konstitusional

Sementara pengamat politik dari Universitas Lampung, Sigit Krisbintoro, menilai langkah hukum yang ditempuh pasangan Supriyanto–Suriansyah merupakan hak konstitusional yang dijamin undang-undang.

"Setiap pasangan yang merasa dirugikan dalam PSU berhak melaporkan dugaan pelanggaran, termasuk politik uang dan pelanggaran TSM," kata Sigit, Jumat (30/5/2025).

Menurutnya, laporan semacam itu penting untuk menjaga kualitas PSU dan memastikan proses pemilihan menghasilkan pemimpin yang legitimate.

“Namun, laporan ini harus berbasis data dan fakta,bukan asumsi,” ujarnya.

Ia menambahkan, jika laporan terbukti benar dan MK mengabulkan gugatan, maka pasangan pemenang dapat didiskualifikasi.

"Ini akan menjadi pembelajaran luar biasa dalam penyelenggaraan Pilkada. Jika terbukti, tentu perlu evaluasi menyeluruh terhadap Bawaslu Pesawaran dan proses penyelenggaraan PSU," tambah Sigit.

(TRIBUNLAMPUNG.CO.ID/RIYO PRATAMA)

Berita Terkini