Mahasiswa FEB Unila Meninggal

Bongkar Diksar Maut Unila, LBH Desak Aparat Usut Dugaan Kekerasan dan Intimidasi

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

USUT TUNTAS - Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung Prabowo Pamungkas meminta kasus dugaan kekerasan di Unila diusut tuntas.

Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus dugaan kekerasan dalam kegiatan pendidikan dasar (diksar) di lingkungan Universitas Lampung (Unila).

Dalam kegiatan itu, seorang mahasiswa Unila meninggal dunia karena diduga mengalami kekerasan fisik.

Kepala Divisi Advokasi LBH Bandar Lampung Prabowo Pamungkas menyebut, tidak ada alasan yang membenarkan tindakan kekerasan dalam proses kaderisasi oleh organisasi kemahasiswaan (ormawa).

“Peristiwa ini sudah terjadi sejak akhir 2024, namun baru terungkap belakangan karena diduga ada upaya penutupan oleh pihak kampus dan intimidasi terhadap peserta agar tidak menuntut,” kata Prabowo, Senin (3/6/2025).

Menurut Prabowo, pihak kampus melalui Rektorat dan Dekanat FEB Unila memang telah membentuk tim investigasi.

Namun, tim tersebut terkesan bekerja secara tertutup dan minim transparansi.

“Pengungkapan kasus semestinya dilakukan secara terbuka, melibatkan aparat penegak hukum agar hasilnya terang dan adil bagi korban. Ini bukan pertama kalinya kasus serupa terjadi di Unila,” lanjutnya.

Prabowo juga menyoroti lemahnya evaluasi terhadap ormawa yang diduga masih melakukan kekerasan dalam aktivitas kaderisasi.

“Pelaku bisa dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang tindak pidana kekerasan bersama-sama, dengan ancaman pidana 7 hingga 12 tahun penjara,” jelasnya.

Tak hanya pelaku kekerasan, LBH juga menilai civitas akademika yang diduga terlibat menutupi kasus dan melakukan intimidasi layak mendapat sanksi tegas dari pihak kampus.

“Impunity terhadap kekerasan di dunia pendidikan ini harus dihentikan. Sanksi tegas kepada pihak terlibat penting untuk membongkar siklus kekerasan yang terus berulang,” kata Prabowo.

LBH Bandar Lampung juga mendorong Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) turun tangan.

Sebab, hanya satu dari enam peserta diksar yang berani melapor.

“Korban harus dilindungi dan didengar kesaksiannya. LPSK perlu hadir untuk menjamin keamanan korban dan kelangsungan proses hukum,” pungkasnya.

Diketahui, kegiatan diksar Mahepel FEB Unila membuat seorang mahasiswa dari jurusan Bisnis Digital bernama Pratama Wijaya Kusuma tewas.

Diketahui, kegiatan diksar Mahepel FEB Unila itu berlangsung pada 11-14 November 2024.

Setelah mendapat perawatan, Pratama meninggal dunia pada 28 April 2025.

(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)

Berita Terkini