Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Di tengah hiruk-pikuk kendaraan dan panas terik siang hari, ratusan buruh PT San Xiong Steel Indonesia berdiri berjajar di depan gedung DPRD Provinsi Lampung, Kamis (12/6/2025).
Pantauan Tribunlampung.co.id di lokasi, para buruh secara kompak mengenakan kaus seragam kerja.
Wajah mereka memancarkan kelelahan.
Mereka berjuang mendapatkan hak yang seharusnya tak perlu diperjuangkan, yakni gaji mereka sendiri.
Sudah dua bulan lamanya para karyawan tak menerima upah.
Tak hanya itu, layanan BPJS Kesehatan mereka pun terhenti karena perusahaan belum membayar iuran.
Bagi para buruh, kondisi ini bukan sekadar angka-angka, tapi soal dapur yang tak mengepul, anak yang tak bisa sekolah, dan penyakit yang tak bisa dirobati.
“Kalau anak kami sakit, kami harus bayar sendiri ke rumah sakit. Padahal, itu seharusnya ditanggung BPJS. Tapi BPJS kami nunggak, jadi kami ditolak,” ujar Hadi Solihin, Ketua Serikat Buruh PT San Xiong Steel, dengan nada berat.
Hadi menyebutkan, lebih dari 300 buruh kini terombang-ambing dalam ketidakpastian.
Mereka tidak tahu kapan gaji akan cair, atau kapan BPJS bisa digunakan kembali.
Yang pasti, mereka harus terus hidup entah bagaimana caranya.
"Kami telah melakukan beberapa upaya mulai dari mediasi ke pihak perusahaan, unjuk rasa ke Pemda Lamsel hingga saat ini kami ke DPRD Lampung dengan satu tujuan, meminta hak kami sebagai pekerja," tuturnya.
Di tengah kerumunan, seorang buruh nampak berdiri sambil berteriak menceritakan perjuangan hidupnya.
"Dua bulan ini kami pinjam sana-sini. Anak sakit tidak bisa diobati. Kondisi PT saat ini dijaga oleh polisi,” katanya lirih, matanya menatap kosong ke arah gedung DPRD Lampung.
Dualisme
Masalah ini bermula dari dualisme kepemilikan manajemen di tubuh PT San Xiong Steel.
Menurut pengurus bagian advokasi serikat buruh, Iwan Sitorus, pergantian manajemen ini menyebabkan urusan keuangan menjadi kacau.
Apalagi, rekening perusahaan saat ini diblokir oleh pihak kepolisian karena adanya proses hukum yang sedang berjalan.
“Pihak manajemen baru bilang sedang tunggu audit dan hasil pemeriksaan keuangan. Tapi selama menunggu, kami ini mau makan apa? Gaji tidak ada, BPJS tidak aktif,” kata Iwan.
Sebagai bentuk perlawanan damai, para buruh juga mendirikan tenda perjuangan di kawasan Katibung, Lampung Selatan.
Di situlah mereka bermalam dan bertahan, dengan harapan akan ada keadilan yang menyambut.
“Kami tetap bertahan di tenda, walau tidur beralaskan terpal dan makan seadanya. Kami hanya ingin hak kami dibayarkan,” ucap salah satu buruh.
Aksi hari ini akhirnya diterima oleh dua anggota Komisi V DPRD Provinsi Lampung, yakni Muhamad Junaidi dan Deni Ribowo.
Keduanya berjanji memperjuangkan hak para buruh.
"Komisi V akan segera mengundang pihak perusahaan. Kemudian tadi dalam mediasi Disnaker akan memberi peringatan kedua ke perusahaan tersebut agar menunaikan kewajiban membayar gaji karyawan. DPRD siap bekerja," kata Deni Ribowo.
Hal senada disampaikan Junaidi. Menurutnya, semua perusahan harus menjalankan aturan yang mengikat dengan pemerintahan.
"Maka ada sanksi-sanksi yang bisa diberikan pemerintah kepada perusahaan apabila tidak menjalankan aturan. Terlebih seperti ini, menunda gaji karena konflik internal," kata Junaidi.
Pria yang kerap disapa Bung Adi ini menambahkan, pihaknya akan segera mencari titik temu dan siap membantu menengahi persoalan perusahaan yang diinformasikan mengalami dualisme.
"Dan ini juga peringatan bagi seluruh perusahaan di Lampung agar taat aturan, serta menjalankan kewajiban membayar hak-hak pekerja dan karyawan," pungkasnya.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)