Menurut Fauzi, ketidakkonsistenan aturan antara jalur domisili dan prestasi hanya akan memperbesar ketimpangan dan membuka ruang kecurangan.
Ia menilai perlu adanya transparansi dan pengawasan ketat terhadap sistem seleksi.
Bila jalur domisili memang harus murni berdasarkan jarak, maka itu harus dijalankan secara tegas dan tanpa kompromi.
Jika ada kelebihan pendaftar, barulah aspek nilai dapat digunakan sebagai kriteria sekunder sesuai juknis.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Lampung, Thomas Americo, mengakui pihaknya menemukan ketidaksesuaian antara nilai rapor dan hasil Tes Kemampuan Akademik dalam seleksi jalur prestasi.
Banyak siswa mencatat nilai rapor 90 hingga 95, namun saat dites hanya mendapat skor 10 hingga 20, bahkan ada yang mendapat nol.
Temuan itu, menurut Thomas, menunjukkan adanya masalah dalam validitas dan integritas penilaian di sekolah asal.
Ia menyebut kondisi ini sebagai alarm keras bagi dunia pendidikan, karena nilai bukan sekadar angka, tetapi cermin dari kualitas dan kejujuran lembaga pendidikan.
Menjelang penutupan pendaftaran pada Kamis19 Juni 2025, Fauzi Heri meminta agar sistem segera diperbaiki agar tidak menciptakan polemik yang lebih besar.
"Bila perlu lakukan perpanjangan guna menciptakan keadilan," tegasnya.
Ia meminta agar Ombudsman dan lembaga pengawas lainnya turun tangan mengawal proses seleksi ini agar tidak mencederai rasa keadilan masyarakat.
Ia juga menegaskan jika Dinas Pendidikan tidak segera mengoreksi kebijakan, maka DPRD akan menggunakan kewenangannya untuk meminta pertanggungjawaban.
(Tribunlampung.co.id/Riyo Pratama)